Ketika itu sekitar semester enam, kalau tidak salah ingat, kami anak-anak teknik sipil disibukkan dengan tugas dan praktikum yang menggunung di kampus.
Di salah satu mata tugas, saya bergabung di kelompok kecil yang terdiri dari tiga orang mahasiswa termasuk saya.
Suatu malam, kami bertiga menyusun materi tugas tersebut di kos teman kelompok saya, sebut saja A.
Saking sibuknya—sebenarnya lebih banyak mengobrol dan bercanda—tanpa terasa waktu telah larut malam. Si B, rekan kelompok saya yang lain, pamit pulang ke kosnya yang terletak tidak jauh dari kos si A. Kemudian si A menawarkan saya untuk menginap di kosnya, kebetulan ada kamar kosong milik temannya yang sedang pulang kampung (saya juga kenal dengan temannya itu, si C).
Oh ya, saya lupa bilang, si A itu cewek ya. Kosnya boleh dibilang agak "bebas" waktu itu dan memang kos campur pria dan wanita.
Tapi tolong jangan ngeres ya. Nothing happened. Hehe.
Singkat kata, saya masuk ke kamar si C itu.
Kamarnya terletak agak di sudut belakang, tidak terlalu jauh dengan kamar mandi, sedangkan kamar si A tadi selisih dua kamar lebih ke deretan tengah.
Setelah memindahkan beberapa baju perempuan milik si C yang berantakan di kasur—untung bukan underwear—saya pun merebahkan diri dan tak berapa lama kemudian pun terlelap.
"Duk..duk..!"
Entah berapa lama saya tertidur, telinga saya samar-samar mendengar suara mirip seperti orang memukul lemari kayu.
"Duk..duk..!"
Saya membuka mata dan melihat ke sekeliling. Menajamkan pendengaran namun tidak terdengar suara apa-apa, hanya bunyi jangkrik di luar kamar. Saya pun kembali tidur.
"Duk..duk..!"
Suara itu kembali terdengar.
Kali ini lebih keras.
Saya pun bangkit dari posisi berbaring, duduk di kasur sembari mencari asal suara.
Tepat di arah kaki saya, di ujung kasur terdapat sebuah lemari kayu tinggi dengan ukiran di sekeliling bingkai pintunya, seperti lemari kuno. Dalam hati saya berpikir apakah dari lemari itu sumber suara tadi.
Karena beberapa kali mengalami kejadian memyeramkan di kos saya sendiri, dengan perasaan kurang enak alias merinding, saya memberanikan diri berdiri dan membuka lemari itu.
Ternyata dalam keadaan terkunci. Pasti si C mengunci lemari itu sebelum pulang kampung.
Ah, mungkin salah dengar. Begitu pikir saya kemudian.
Saya pun kembali tidur. Namun,
"Ssstt..."
"Sssstt.."
Kali ini tiba-tiba ada suara orang berdesis yang membangunkan tidur saya.
Ketika membuka mata, pandangan saya tepat mengarah ke lemari kayu itu.
Ke arah sumber suara.
"Duk..duk...!"
Di mana sesosok wanita berbaju putih duduk di atas lemari itu. Rambutnya hitam panjang menutupi wajahnya yang menunduk. Kakinya bergoyang-goyang membentur pintu lemari.
"Duk..duk...!"
Saya terpaku beberapa saat.
Sekejap kemudian hanya satu yang ada di pikiran saya. Lariii..!
Tetapi jangankan lari, untuk bangkit dari tempat tidur pun saya tak berdaya sama sekali.
Otak memerintahkan untuk bangkit dan lari namun sekujur tubuh saya tak dapat digerakkan. Dan mata saya terus menatap hantu wanita di atas lemari itu, tak bisa menoleh atau memejamkan mata, walaupun ingin.
Perlahan, kepala hantu wanita itu mendongak dari semula menunduk, terlihat dari rambut panjangnya yang bergerak ke atas.
Perlahan.
Kemudian...
Tepat sebelum wajahnya tersingkap dari balik rambut panjangnya... wuusssh...
Ia lenyap!
Yang terlihat hanya ruang kosong di antara bagian atas lemari dan plafon kamar.
Bersamaan dengan itu lepas juga "kuncian" tubuh saya. Secepat kilat saya bangkit dari tempat tidur dengan nafas tersengal-sengal ketakutan.
Lalu tergopoh-gopoh menjangkau kunci pintu bermaksud keluar dari kamar menyeramkan itu.
"Damn..!"
Anak kunci macet tidak bisa diputar.
Saya coba dan coba lagi. Tetap macet.
Setengah putus asa saya menggoyang-goyang handel memaksa untuk membuka pintu.
Sia-sia.
"Duk..duk...!"
"Duk..duk...!"
Bulu kuduk saya meremang kembali.
Kaos di tubuh terasa dingin oleh keringat
Suara lemari itu lagi..!
Saya semakin panik. Sementara kunci terkutuk itu tetap tak mau terbuka.
"Hhhhhh...Hhhhh..."
Tiba-tiba terdengar jelas sekali suara seseorang mendesah.
Hawa dingin merayapi punggung saya yang membelakangi ruangan kamar. Saya memfokuskan pandangan ke arah pintu, tak berani menoleh ke asal suara desahan itu.
"Hhhhh..Hhhhh..."
Detik berikutnya, ia telah berdiri di sebelah saya.
Terlihat dari sudut mata, mungkin ia hanya berjarak dua atau tiga langkah di sebelah kanan saya.
Kini saya tersudut oleh dinding kamar di sisi kiri, sosok hantu wanita itu di sisi lain dan pintu di depan saya.
Tubuh saya kembali terpaku.
Gemetaran sembari memejamkan mata tanpa berani sedikitpun menoleh ke arahnya.
"Hhhhh...Hhhhh..."
Terdengar desahannya kembali.
Semakin dekat.
Hawa dingin semakin menyerbu tubuh saya.
Astaga..!
Semakin dekat.
"Hhhhh...Hhhhh..."
Dan kini ia meraih lengan kanan saya yang tertekuk keatas menutupi wajah saya.
Ia menggenggamnya.
Dingin.
"Aaaaaaaa..!!!"
"Tok..Tok..!"
"Yos, Yos..!" Lho, suara A terdengar memanggil diiringi ketukan di pintu..?!
Saya membuka mata. Memandang sekeliling.
Terdisorientasi sejenak.
Sinar terang tampak menembus gordin yang menutupi jendela. Suara ayam berkokok sayup terdengar.
Astaga!
Rupanya tadi itu mimpi.
Syukurlah.
"Lama amat sih mbuka pintunya? Katanya mau dibangunin pagi," sembur si A ketika saya membukakan pintu. Lancar sekali kuncinya. Tidak macet seperti dalam mimpi tadi.
"Lagi ngapain hayoo..?" ledeknya.
"Tidur lah. Emang ngapain?"
"Ya, kali aja ngapain."
"Ngaco!" hardik saya. Dan pagi itu setelah mencuci muka, saya pulang ke kos saya.
Besoknya, ketika bertemu lagi dengan si A di kampus.
"Gimana, nyenyak kan tidur di kamar si C?" tanyanya.
"Mmm, iya. Tapi..."
"Tapi kenapa?"
"Serem."
"Serem? Serem gimana?" tanyanya. Raut wajahnya tampak terkejut namun senyuman tersimpul di sudut bibirnya.
Wah, ada yang nggak beres ini.
"Aku mimpi aneh dan serem" ucap saya.
Lalu saya menceritakan isi dari mimpi memyeramkan itu.
Ia tersenyum dan berbisik. "Wah, berarti dia suka sama kamu, Yos."
"He? Maksudmu?"
"Iya. Udah sering kalau ada tamu yang nginap di kos, terutama di kamar si C itu, ngalamin kaya kamu gitu. Kalau dia nggak suka, orang itu biasanya baru sebentar tidur udah teriak-teriak karena digangguin dan pasti nggak mau tidur di kamar lagi."
"Kamu kan aman sampai pagi." lanjutnya.
"Berarti...kamar itu memang ada penunggunya ya?" kejar saya.
"Hehe. Iya. Tapi sama anak-anak kos sih dia jarang nongol."
"Kok kamu nggak bilang? Tau gitu aku pulang aja biar malem juga."
"Hihihi...biar ngerasain..."
"Bajiguuurrr...!!" umpat saya.
Lengan saya terayun bermaksud mengacak-acak rambut si A. Saat itu lah saya baru menyadari sesuatu.
Bekas guratan memar berwarna biru tampak di sana.
Jumlahnya empat larik.
Tepat di bagian lengan yang ia pegang malam itu!!