Rigma : Surat Wasiat
Setelah kesembuhanku, sebuah surat recorder aneh pun datang kepadaku. Berdasarkan isi dari rekaman recorder tua itu, aku bisa menyimpulkan ada seseorang yang mengetahui tentang kekuatanku. Namun untuk sementara aku tidak akan menggubrisnya, sebab aku memiliki masalah yang lebih penting.
"Aku tidak menyangka akan datang ke pemakaman orang yang baru ku kenal dalam beberapa minggu terakhir…."
"Aku juga tidak pernah menyangka jidris pergi secepat ini… proses otopsi mengatakan… jidris mati seketika setelah tubuhnya terkoyak oleh cakar monster dimensi..."
Proses otopsi yang membutuhkan waktu lama karena banyaknya korban jiwa pada insiden mall mega park. Beruntung buatku, sebab hal itu membuatku bisa menghadiri pemakaman jidris. Aku menatap wajah harun yang terlihat penuh dengan kesedihan mendalam. Harun sendiri sudah mengenal jidris sejak SMA kelas 1 dan mereka berdua adalah teman baik. Berbeda denganku yang baru mengenal mereka saat masuk ke universitas atma.
"Menangislah… dengan begitu kau akan merasa lebih baik…"
"Benarkah boleh…?"
"Selama tidak ada satupun yang melihat aku rasa tidak masalah…"
Harun langsung memelukku dan menangis sejadi-jadinya, ia benar-benar merasa kehilangan. Aku benar-benar heran dengan jalan pikiran jidris, bagaimana bisa ia bilang harun akan sedih kalau aku mati. Sementara sekarang saja harun menangis seperti ini karena kematianmu, aku memang orang yang kurang peka soal masalah perasaan.
'Jidris… mungkin keputusanmu itu benar… tidak… aku akan membuat keputusanmu menjadi benar… aku bersumpah akan menjaga harun sekuat tenagaku…'
Pikiranku melayang saat memeluk harun yang terus menangis tersedu-sedu. Cuaca mendung membuat pemakaman jidris terasa lebih suram dari yang aku kira. Perasaan ini berbeda dengan apa yang aku rasakan ketika gagal melindungi aisha. Dadaku terasa lebih sesak, aku benar-benar tidak bisa berkata apa-apa ketika melihat peti mati jidris masuk ke liang lahat.
"Maaf harun… kalau saja aku mendapatkan kekuatan itu lebih awal…"
Harun menggelengkan kepalanya sambil terus bersandar di dadaku sambil mempererat pelukannya.
"Kamu tidak salah… kalau kamu salah mungkin tidak ada satupun dari aku atau jidris yang selamat…"
Hari berlalu dengan cepat, proses pemakaman yang dihiasi oleh tangis duka orang-orang yang hadir pun selesai. Ketika aku hendak mengantar harun masuk ke dalam mobilku, seorang wanita terlihat menungguku di area parkir. Rambut hitam dan mata coklat khas indonesia dimiliki oleh wanita tersebut. Kulit sawo matang dengan bibir tipisnya membuat pesona kecantikan tersendiri.
"Kamu yang bernama rigma…?"
"Iya… anda siapa ya…? Ada perlu apa dengan saya…?"
"Ada sebuah titipan dari adik kesayanganku untukmu…"
'Adik…!? Jangan bilang dia adalah kakaknya jidris…'
Aku memang pernah dengan jidris bercerita soal kakaknya, namun aku tidak tahu kalau kakaknya itu seorang wanita.
"Hmmm…. ini..."
Sebelum ia menyerahkan surat titipan jidris padaku, ia mengamatiku dari ujung kaki hingga ujung kepala.
"Ada apa…? Kenapa menatapku seperti itu…?"
"Tidak ada… hanya saja kamu lebih pendek dari yang aku kira... oh iya namaku aria… Aria Kurnia… salam kenal ya…"
"Y-ya…. Dan maaf kalau aku jauh lebih pendek dari perkiraanmu…💢"
Entah kenapa kesan pertama yang aku dapat soal wanita bernama aria ini jauh lebih menyebalkan dari jidris.
"Oh iya kamu yang selalu di belakang rigma pasti harun ya…."
"Ah i-iya…"
"Terima kasih ya karena selalu menjadi penyemangat jidris selama 3 tahun belakangan ini…"
Harun tidak bisa menjawab perkataan aria, ia terlihat sangat gugup dan malah bersembunyi di belakangku. Aria hanya tersenyum pada harun, lalu ia pun pergi meninggalkan kami. Entah kenapa aku merasakan ada yang aneh dengan aria saat pertama kali bertemu. Dalam perjalanan pulang aku terus memikirkan soal hal aneh yang aku rasakan dari aria.
"Apa yang aneh darinya ya… membingungkan…"
'Huaaahhh… mungkin yang kau maksud aneh adalah gelombang jiwanya…'
'Syna…!? Kemana saja kau…?'
'Aku dan 2 lainnya tertidur… seminggu lalu kami bertiga mengeluarkan kekuatan penuh… bukan hanya kau sebagai wadah yang terkena efek sampingnya… kami juga…'
'Bagaimana bisa… harusnya yang tidak sanggup menahan kekuatan kalian adalah aku bukan,...?'
'Dasar anak bodoh… saat pertama kali menjalin kontrak… jiwa pengelana akan mendapatkan kekuatan 2 kali lipat dari batas maksimalnya….itu sebabnya kami bisa memberimu kekuatan bagai dewa... '
'Jadi aku tidak bisa menggunakan kekuatan sebesar itu lagi…?'
'Bukan tidak bisa… hanya saja belum bisa… kalau kau ingin kekuatan besar seperti waktu pertama kali menjalin kontrak… kau harus membuat kami bertiga berevolusi… atau lebih tepatnya kau harus menjadi etranger tingkat lanjut….'
'Ehhhhh…!?'
Aku sangat terkejut ketika syna menyuruhku untuk menjadi etranger tingkat lanjut. Sebab untuk menjadi etranger tingkat lanjut aku harus mengumpulkan jiwa-jiwa monster dimensi tingkat S ke atas.
'Seberapa banyak jiwa yang kalian butuhkan untuk evolusi…?'
'berbeda-beda …. Aku butuh paling tidak 50 jiwa monster dimensi… sementara Aruna butuh 65 jiwa… lalu Wimala butuh 51 jiwa…'
'Berarti kalau ditotal… aku butuh sekitar 166 jiwa...banyak sekali…'
'Jiwa yang kami butuhkan tidak seperti etranger kebanyakan… kalau kau bisa mendapatkan jiwa monster yang seperti saat pertama kali menjalin kontrak… mereka dihitung 5 jiwa untuk satu monster dimensinya…'
'Wah….! jadi kalau dua sudah 10 dong…!?'
'Benar… tapi… kau sendiri tahu kan… monster dengan tingkatan seperti kemarin itu sangat jarang muncul…'
Perkataan syna memang benar, tidak mungkin juga untukku terus melawan monster mengerikan seperti waktu di mall.
"Rigma… "
"Ah… ada apa harun…?"
Aku sampai melupakan keberadaan harun yang ikut di dalam mobilku karena memikirkan soal jiwa.
"Boleh tidak malam ini aku menginap di rumahmu…?"
Aku langsung menyilangkan kedua tanganku sambil menggelengkan kepala pada harun. Di rumah ada seseorang yang sangat tidak boleh terlalu dekat dengannya.
"Maaf… mungkin aku hanya kesepian… soalnya orang tuaku sedang tugas di luar kota...:"
'Sial…. Kenapa juga dia kelihatan kaya mau nangis…!'
Aku benar-benar panik ketika melihatnya mengeluarkan tetesan air mata hanya karena tidak bisa menginap di rumahku.
"Ba-baiklah… tapi hanya boleh 1 malam… tidak lebih…"
"Benarkah…!? "
"Iya…"
Aku akhirnya membawa harun pulang ke rumahku, tentunya disana dini menyambut kedatangan kami dengan hangat.
"Siapkan kamar tamu…"
"Siap tuan… silahkan lewat sini nona harun..."
Dini pun mengantarkan harun ke kamar tamu tanpa menanyakan hal-hal yang tidak perlu. Dia sangat hebat dalam memenuhi perannya sebagai pengasuhku di rumah, meski sifatnya mesum. Aku sendiri menyiapkan teh dan cemilan, tak lupa laptop ku keluarkan untuk mencari data.
"Surat ini… apa isinya…"
'Untuk temanku, rigma. Mungkin kalau kakakku mengantarkan surat ini padamu, artinya aku sudah tidak ada di dunia ini. Tapi kalau aku yang menyerahkan surat ini artinya memang sudah waktunya kamu tahu semuanya. Aku berusaha sebisa mungkin untuk menjaga diriku tetap hidup, tapi di dunia penuh retakan dimensi sepertinya sangat sulit. Kamu harus tahu sebenarnya dunia bawah sudah banyak megembangkan teknologi yang berhubungan dengan jiwa. Jauh lebih maju ketimbang yang dimiliki pemerintah, sebab banyak peneliti yang tidak bisa melakukan penelitian soal jiwa karena aturan negara. Kalau kamu tertarik dengan kenyataan soal penelitian jiwa yang sebenarnya. Datanglah ke perkumpulan penelitian sains dan fisika di kampus kita, mereka akan menjawab semua pertanyaanmu. Tertanda temanmu, jidris yang paling tampan.'
"Sial… dia masih sempat-sempatnya membuat lelucon setelah meninggal…."
Air mataku mengalir setelah membaca surat wasiat dari temanku yang baru saja dimakamkan. Dini menghampiriku yang sedang bersedih sambil menatap surat wasiat temanku.
"Tuan…. Nona harun sudah berada di kamar tamu... "
"Oke… selanjutnya siapkan makan malam…"
'Sial… ternyata ada manusia sepertimu… menganggap orang yang baru dikenal 2 minggu sebagai teman…'
Aku benar-benar terlelap dalam kesedihan, mataku terasa berat ketika melihat dini sedang menyiapkan bahan masakan. Kelelahan akibat kesedihan yang terus menerus menyerangku hari ini membuatku tertidur di sofa.
Pertemuan Tiga Raja
Rigma yang terlelap dalam tidurnya masuk ke dalam alam bawah sadar, sebuah tempat gelap nan sunyi.
'Rigma… rigma… '
'Siapa…? Jangan mengganggu tidurku…'
Suara lembut berusaha untuk memanggil rigma yang sedang mencoba melupakan segalanya.
'Rigma… '
'Siapa sih…!? Eh… '
Ketika rigma membuka matanya, ia melihat tiga sosok besar di depannya, pertama syna dengan baju hitam dari bayangan. Lalu seekor naga besar berwarna merah dengan sorot mata yang mengerikan. Terakhir sosok manusia dengan sebuah palu emas dengan wajah cantik dan aura hijau yang menyejukkan.
'Kalian…! Jangan bilang…'
'Benar rigma… kami adalah 3 jiwa pengelana yang menjalin kontrak denganmu…'
Sang naga menjawab rigma melalui telepati, rigma juga tidak bisa menggunakan mulutnya untuk berbicara.
'Apa yang kalian inginkan…?'
'Tenang dulu nak… kami disini hanya ingin memperjelas kontrak yang kami jalin denganmu…'
Sosok wanita yang memiliki aura hijau berhasil membuat rigma tenang hanya karena mendengar suaranya melalui telepati.
'Wimala benar bocah… tak perlu sampai ketakutan seperti itu…'
'Haaa… gimana gak ketakutan… lihat ukuran kalian…! Aku hanya setara mata kaki kalian saja…'
'Hahahaha kalau di pikir memang benar… sekarang sudah cukup basa basinya… kami ingin menyampaikan sesuatu yang penting,... ini terkait dengan kontrak kita…'
'Baiklah aku akan dengarkan…'
Rigma sudah mengerti situasinya, ia pun menjadi lebih penurut dari biasanya.
'Dengar… berdasarkan kontrak yang sekarang… kau hanya bisa menggunakan 2 kekuatan penuh dari kami bertiga…'
'Alasannya… ?'
'Simpel… tubuhmu tidak cukup kuat untuk menampung kekuatan kami bertiga… sewaktu pertama kali menjalin kontrak… tubuhmu hampir hancur hanya karena menggunakan kekuatan 200% kami bertiga dalam 3 menit… telat sedikit saja… kau pasti mati… '
'Tapi tubuhku tidak hancur selama 3 menit kan…? Kenapa sampai tidak boleh sama sekali…?'
Rigma menggunakan logikanya, jika ia bisa menahan kekuatan 200% 3 jiwa pengelana dalam 3 menit. Maka seharusnya tidak masalah menggunakan 100% kekuatan 3 jiwa pengelana dalam jangka waktu tertentu.
'Pffft… hahahaha… hei bocah… waktu itu kau beruntung sebab kekuatan wimala sebagai raja penyembuhan bangkit ketika mendapatkan kekuatan 200%.... Ia berkali-kali memperbaiki tubuhmu yang rusak akibat menahan kekuatan besar yang digunakan… kau bisa bayangkan kalau memaksa menggunakan kekuatan penuh dengan kondisi wimala yang sekarang… kau pasti mati…'
Rigma terkejut mendengar fakta yang disampaikan oleh syna saat sedang mengejek ketidaktahuannya.
'Apa itu benar… nona wimala…?'
'Yang dikatakan makhluk kegelapan itu benar adanya nak…'
'Oi bukankah kau terlalu sopan padanya…? Kenapa berbeda ketika memanggilku…'
Syna terlihat kesal karena rigma berbicara dengan sangat sopan dan hormat kepada wimala. Sementara ketika memanggilnya, rigma selalu menggunakan nama syna seenaknya.
'Terserah aku dong mau hormat sama siapa….'
'Cih sialan kau bocah…'
'Kesampingkan hal itu… sekarang bagian penting dari kontrak adalah… kau harus menerima setiap efek samping ketika menggunakan kekuatan spesial kami…'
Rigma dan syna langsung berhenti bertengkar ketika sang naga merah memberi tahu soal efek samping kekuatan.
'Jadi maksudmu seperti waktu pikiranku menjadi kotor setelah insiden kemarin….?'
'Iya… itu adalah efek samping kekuatan syna… tapi kekuatan syna memiliki efek samping yang terbilang kecil… itu sebabnya penggunaan tiga menit dapat membuatmu merasakan efek sampingnya... '
'Jadi maksudmu… kalau kekuatanmu dengan nona wimala itu efek sampingnya jauh lebih berat…?'
'Benar… aku suka anak yang cepat mengerti… efek samping dari kekuatanku akan timbul kalau penggunaannya melebihi 30 menit… sementara efek samping kekuatan wimala hanya akan muncul setelah 15 menit…'
'Lalu apa efek sampingnya…?'
'Untuk wimala efek sampingnya adalah merasakan rasa sakit dari setiap luka yang kau sembuhkan… lalu untuk kekuatanku… efek sampingnya adalah pengurangan usia 1 tahun… dengan kata lain setiap penggunaan 30 menit kekuatanku… usiamu akan berkurang 1 tahun…''
Rigma tentunya terkejut mendengar ucapan dari sang naga soal pengurangan usia 1 tahun. Pengurangan usia bukan sesuatu yang bisa dianggap remeh, sebab umur manusia sangat terbatas.
'Jadi intinya kau mau bilang… kalau menggunakan kekuatan syna adalah jalan paling aman…?'
'Untuk sekarang ya…'
'Untuk sekarang…?'
'Ada sebuah cara untuk mengurangi efek sampingnya…'
Rigma mulai tertarik dengan perkataan sang naga merah, kalau ada cara untuk menghilangkan efek sampingnya akan sangat bagus.
'Caranya bagaimana…?'
'Membuat kami berevolusi… atau dalam bahasa kalian… menjadikan dirimu etranger tingkat lanjut…'
'Jadi memang cuma itu caranya ya… lalu apa untungnya buatku kalau kalian berevolusi…?'
'Ada satu metode untuk menyembuhkan teman masa kecilmu… gadis yang bernama aisha itu…'
Rigma terkejut mendengar perkataan dari naga merah soal penyakit kontaminasi jiwa yang di alami aisha.
'Jadi maksud kalian ada cara selain terapi jiwa yang pernah dikatakan oleh syna…?'
'Iya… terapi jiwa adalah cara yang cukup sulit… namun dapat dipelajari oleh orang-orang biasa… lalu cara kedua adalah pemurnian jiwa langsung… sebuah sihir yang hanya bisa digunakan oleh wimala saat dirinya berevolusi menjadi raja penyembuhan…'
'Apa dia tidak bisa melakukannya sekarang…?'
'Kalau sekarang kau mencobanya kemungkinan berhasilnya hanya sekitar 30%... ditambah lagi… jiwamu akan langsung hancur ketika menerima efek sampingnya… dan kami tidak mau melakukan hal yang membahayakan wadah kami...'
'Jadi begitu ya… aku tidak punya pilihan selain membuat kalian berevolusi… tapi…'
'Tapi…?'
'Ada kemungkinan juga kalian berbohong soal pemurnian jiwa ini… kalian ingin memanfaatkanku untuk berevolusi…'
Rigma tidak bisa langsung mempercayai orang yang baru pertama kali ia temui begitu saja. Apalagi yang berbicara dengannya adalah seekor naga besar mengerikan berwarna merah.
'Nak… atas nama dewi penyembuhan dan dewa pengetahuan… tidak ada satu kata pun dari aruna yang merupakan kebohongan…'
'Ok kalau nona wimala berani bersumpah seperti itu aku percaya…'
'Bocah sialan… dia hanya percaya kata-kata wimala... '
Aruna sang naga merah tentu merasa tersindir karena rigma hanya mempercayai kata-kata wimala.
'Bukan begitu… hanya saja selain wujud nona wimala… kau dan syna memakai wujud tidak meyakinkan…'
'Hah aku juga…!?'
'Iya kau juga… memakai wujud succubus yang merupakan simbol aliran hitam di dunia manusia… tentu membuatku waspada pada kata-katamu…'
'Tapi aku memang succubus…!'
Rigma menghiraukan syna yang meracau tidak jelas dan kembali fokus pada aruna sang naga merah.
'Tapi setidaknya kalau kalian berevolusi… pasti ada untungnya juga buatku bukan…?'
'Tentu… sangat banyak menurutku… sebab kau menampung 3 jiwa raja seperti kami...;'
'Tunggu yang kalian maksud raja itu apa….?'
'Itu akan kami jelaskan pada pertemuan selanjutnya… sekarang kau harus segera bangun…'
Wujud syna, aruna dan wimala terlihat mulai memudar secara perlahan sebelum rigma mendapat jawaban.
'Tung-... '
"Rigma…! "
"Eh…!?"
"Kamu ini kenapa sih….? Ketiduran sampai mengigau gitu…?"
Harun terlihat sedikit kesal karena kesulitan membangunkan rigma dari tidurnya. Rigma melihat pemandangan di sekitarnya, makanan sudah tersedia dan dini terlihat menunggu dirinya bangun sebelum mulai makan.
"Huuuu… maaf aku tadi mengalami mimpi yang tidak mengenakkan…"
"Bikin cemas aja… ya… memang tidak mungkin orang yang pernah mengalami insiden seperti di mall mega park... tidak mengalami mimpi buruk…"
Rigma pun ingat alasan harun sampai menginap di rumahnya sekarang ini. Secara refleks tangan rigma mengusap kepala harun sambil tersenyum.
"Kalau begitu kita hadapi bersama ya… sebagai sesama korban…"
"Hnn…"
Harun hanya mengangguk pelan sambil ikut tersenyum, ia terlihat senang karena masih memiliki rigma di sisinya. Mereka pun menikmati makan malam bersama, semua kesedihan soal jidris seolah telah menghilang untuk sesaat. Harun pun tidak terus menerus murung karena kematian jidris yang begitu mendadak. Setidaknya itulah yang dipikirkan rigma ketika melihat harun dapat tersenyum dan tertawa lagi.
"Tuan sekarang saya permisi untuk tidur…"
"Ya silahkan… aku juga mau tidur… harun juga… jangan sampai begadang ya…"
"Iya…"
Ketika rigma naik ke lantai dua, seketika itu juga harun berhenti tersenyum. Ia masuk ke dalam kamarnya dengan wajah suram seperti saat pertama kali datang. 1 jam kemudian pintu kamar harun kembali terbuka dan ia pun keluar dari kamar.
*cleak… pintu terbuka…*
Pintu kamar rigma pun terbuka secara perlahan hingga tidak terlalu menimbulkan suara. Namun saat harun mendekati rigma, syna merasakan hawa keberadaannya.
'Bocah bangun… ada tamu tak diundang…'
"Siapa…!? "
Langkah harun langsung terhenti ketika melihat rigma yang bangun dan melihat ke arahnya.
"Ha-harun…!?"
"Maaf mengganggumu malam-malam… aku tidak bisa tidur… bi-bisakah aku tidur disini bersamamu malam ini…?"
Suara lemah harun terdengar seperti orang ketakutan, rigma juga tidak terlalu mempermasalahkan soal kedatangannya. Namun rigma menjadi panik ketika sinar rembulan dari jendela kamarnya menyinari tubuh harun.
"Ha-harun… ke-kenapa pakaian kamu begitu…?"
Rigma menjadi sangat gugup, ia melihat tubuh harun yang hanya menggunakan celana dalam tanpa penutup tubuh bagian atas.
"Maaf aku selalu telanjang dada kalau tidur malam… tapi kalau rigma yang melihatnya aku tidak keberatan…"
Wajah harun yang merah merona karena menahan rasa malu menjadi daya tarik tersendiri bagi rigma. Godaan harun terasa jauh lebih kuat dari pada godaan pengasuhnya, rigma menelan liurnya sendiri. Malam yang menjadi penentuan masa depan rigma sebagai seorang pria pun dimulai.
Bersambung…