Aku sedikit mundur dari jalanku yang mungkin akan nampak jelas dari sana, menyembunyikan badanku di dinding dan mencoba mendengar apa yang sedang mereka bicarakan.
"Hey!! Kalo dibilangin suka ngeyel ya! Udah aku bilang jauhin Jimmy kan?"
Terlihat dari intipanku, Rainata hanya bisa menundukkan kepalanya, menggunakan wajah tegar tanpa mengedipkan mata hitam pekatnya itu.
Aku lagi-lagi teringat oleh trauma masa lalu ku, pembulian ini sedikit membuat area kecil hatiku menggema sama seperti sebelumnya.
Sebenarnya aku sangat ingin pergi dari sini, aku tak ada urusan dengan mereka atau Jimmy yang sedang mereka bicarakan, jadi aku hanya berjalan lewat di antara koridor depan ini.
Aku mengerti bahwa aku sudah dikalahkan oleh masa muda atau kehidupan di masa-masa SMP-ku, jadi setidaknya biarkan aku melupakannya.
Bagi seorang gamers sejati, mengingat kesalahan yang telah kami buat di awal game hanya akan membuat kami ingin mengulangi game itu dan memulainya dari awal.
Sialan! Mana mungkin aku bisa tenang melihat orang yang aku kenal diperlakukan seperti itu!
Oke masa lalu, kali ini berpihak lah padaku!
"Rai, di sini toh tenyata, dari tadi aku nyariin."
Aku berjalan kearah mereka berempat setelah dengan cepat berbalik karena pikiranku sendiri.
Serentak mereka berempat memandangku sambil terkejut.
"Zell?"
Rainata sedikit berjalan mendekatiku, langkah kecilnya keluar dari segi tiga yang mereka buat.
Oke, karena aku mengatakan itu, aku serahkan pada kalian, jika lain melepaskan Rainata aku akan pura-pura tak melihat itu, jika kalian masih ingin melanjutkannya akan aku lakukan apapun karena sudah memperberat hidupku yang sudah berat.
"Tunggu..."
Terlihat seorang gadis menggenggam lengan kanan Rainata, menghentikan langkah Rainata yang semakin mendekat kearah ku.
Cih, dasar keras kepala!
"Kami belum selesai ngomong sama dia."
Gadis itu memang terlihat seperti pemimpin dari kelompok bodoh ini.
Sial! Sepertinya mereka tak kenal ampun!
Aku mendengus kencang, meletakan tangan kiriku kedalam saku celana lalu mengeluarkan tatapan tajam kepada ketiga gadis itu yang juga sudah membalasnya.
"Ngomong? aku kira ngomong adalah saat ada dua orang atau lebih yang bicara, yang keliatan dari tadi cuma kau yang ngomong, apa kau ngomong sendiri?"
Setelah mendengar koreksi dariku, orang yang berkacamata di samping kanan ketua itu sedikit maju seolah dia yang berani berhadapan denganku.
"Kalo nggak salah kau Zell kan? Kenapa? Apa sehabis putus sama Ishiki kau malah ngeincar orang ini? Jangan terlalu percaya diri cuman karena bisa pacaran sama orang kayak Ishiki."
Wajahnya sedikit mengeluarkan senyuman.
Apa? Apa kau pikir itu bisa mengalahkanku dalam hal adu pendapat?
"Hah? Kayak Ishiki? Jika aku disuruh memilih pun aku bakal milih orang kayak Ishiki daripada orang kayak kalian, apa kalian pikir si Jimmy itu bakal suka gadis singa seperti kalian?"
Aku yang sudah berdiri tepat di hadapan mereka kini memegang lengan kanan Rainata lebih ke atasnya, seketika genggaman gadis yang memegangnya melemah.
Sambil memegang lengan Rainata, aku meninggalkan mereka tanpa berani menatap mereka yang sepertinya kehabisan kata untuk melawan ku.
Saat aku lebih jauh, mungkin beberapa langkah lagi sebelum koridor, aku berhenti.
"Kalian tau? Sebenarnya tak berjuang keras juga tak apa-apa, menjadi satu-satunya lebih baik daripada nomer satu."
Hey, hey, hey, bukankah aku terdengar keren? Yah, walaupun cuman niru kata-kata Takanashi sayumi dari anime Inou bettle wo ninichijou sih, tapi aku yakin tadi aku keliatan udah keren.
Langkah dan otakku yang sedikit tak selaras membuat aku menarik lengan Rainata sampai ke bawah tangga.
"Zell kita mau kemana?"
Rainata berhenti, membuat tanganku juga berhenti memegang lengannya.
"Ahh, maaf, lagian kenapa kau nggak bilang kalo kau lagi di bully?"
Rainata menyapu-nyapu lengan yang tadi kupegang, lalu setelah mendengar pertanyaanku, wajahnya terlihat sedikit panik dan membuat matanya seolah berpencar dari ruangan ini sambil berlari.
"Anu... Jadi gini... Anu... Jadi kan... "
"Ah, udahlah."
Aku menghentikan tatapanku padanya, entahlah mungkin karena efek dari Ishiki aku sudah bisa sedikit beradu pandangan dengan orang yang sedang berbicara padaku.
"Ngomong-ngomong, Jimmy itu siapa?"
"Heh? Kau nggak tau? Padahal dia temen Ryuga lho."
Teman Ryuga? Tunggu, Jangan-jangan dia si ketua basket itu? Tolong katakan padaku bahwa itu salah!
Karena aku yang seperti sedang menebak-nebak orangnya, Rainata kembali memberikanku jawaban.
"Yang duduk di samping Ryuga!"
"Oke, oke aku tau."
Saat itu mata Rainata mengarah ke buku yang masih tergenggam di tangan kiriku yang bahkan aku sendiri lupa bahwa aku harus memberikan ini pada Yuuki.
"Oh ini? Tadi kan aku bilang lagi mencari mu, nih... Yuuki minta tolong buat ngasih buku ini ke kelas dia."
"Oh... Sini bukunya."
Tangan Rainata menengadah seolah sedang seorang anak yang meminta uang jajan ke ibunya.
"Buat hari ini kayaknya mereka nggak bakal gangguin kau lagi kayaknya, tapi kalo bisa jangan sampe ketemu mereka lagi."
"Iya, iya aku ngerti, makasih ya."
Sedikit melihat jam tangan miliknya, Rainata berlari seperti sudah kehabisan waktu.
Aku mengembalikan langkah kakiku kearah kelas, menaiki anak tangga ini satu persatu sampai di depan area tadi yang sudah kosong.
Jika aku harus menebak, gadis-gadis tadi pasti ada di kelasnya Ishiki, mungkin.
Tapi satu hal yang pasti, mereka tak akan berhenti karena adanya aku sebagai orang yang tak mungkin selalu bersama Rainata.
Saat aku kembali ke dalam kelas ruangan kelas ini kembali berisik, Ryuga dan orang yang bernama Jimmy itu juga sudah kembali entah darimana.
Aku bejalan masuk dan duduk di samping Billy yang sudah melakukan kebiasaannya.
Tak lama setelah Rainata terlihat sudah kembali lonceng juga kembali berbunyi, dan tanpa aku sadari kelas kembali berakhir.
Beberapa orang pergi keluar dari kelas ini lebih santai dari sebelumnya, begitu juga Rainata.
Rainata langsung keluar bahkan sebelum aku selesai mengemasi barang-barang milikku.
Setelah Billy pergi, aku berjalan ke belakang menuju kearah Ryuga duduk.
"Jimmy bisa ngomong bentar?"
"Aku duluan aja ya."
Entah apa yang ada dipikirkan Ryuga saat itu, tapi dia keluar dari kelas ini sambil tergesa-gesa.
"Boleh."
Senyum mantap dari Jimmy kearah ku.
Tak salah lagi, dia ini adalah main character dari sekolah ini! Mungkin dia sudah memiliki dua atau tiga klub haremnya!
"Apa kau mau ikut aku besok?"
"Kemana?"
Hemm? Dia ini juga sangat gampang untuk di ajak diskusi, apa dia memang manusia? Dia sangat ikemen, dilihat dari manapun.
Yah, jika aku adalah sisi gelap, maka dia adalah sisi terangnya.
Satu hal yang harus kalian ingat, aku membenci tipe orang seperti ini. Jika kalian tanya mengapa, akan aku katakan lebih dari apapun yang kalian inginkan, yang jelas dia adalah orang yang selalu ragu dalam bertindak dan sangat peduli dengan lingkungannya.
"Kau pasti bakal tau kalo ikut."
"Hemm, oke besok ya."
Sekali lagi wajahnya yang sedikit ragu membuat senyum tulus yang mungkin aromanya sudah tercium keseluruhan penjuru ruangan kelas ini.
Oke berhenti! Tokoh seperti ini seharusnya memang tak pernah ada! Kenapa dengan alur dalam hidupku ini! Sial!
abis baca jangan lupa tinggalin jejaknya biar aku lebih semangat up ceritanya, semoga terhibur :)