"Dia tidak berpikiran sempit seperti itu..." Kace berkata, menolak untuk percaya bahwa itu adalah alasan yang membuat Serefina memutuskan untuk berkhianat. Mungkin itu hanya penyangkalan dari mereka saja, tapi itu cukup untuk menenangkan emosi mereka yang seakan sedang mengamuk.
Hari ini adalah hari yang berat bagi mereka semua, tapi itu bukan berarti semua kegilaan ini akan langsung berhenti besok.
"Kita harus beristirahat." Kace menggumamkan kalimatnya di telinga Hope dan ia bergerang dengan cepat menggendong gadis itu ke atas tempat tidur, lalu membaringkannya disana dan mereka saling berpelukan.
Ini adalah apa yang mereka butuhkan sekarang.
Karena ini mungkin baru merupakan sebuah permulaan, mereka masih memiliki jalan yang sangat panjang sebelum perang yang sebenarnya terjadi. Terkadang, akan lebih mudah untuk mengalahkan musuh, tapi semua hanya akan menjadi lebih sulit ketika kau menyadari bahwa orang yang kau kenal bukan seseorang yang benar-benar bisa kau percayai.
"Aku tidak ingin jika kita harus melawan Serefina... aku tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi kepadanya..." Hope berbisik dengan lembut, suaranya terdengar sangat menyedihkan hingga Kace harus memeluknya dengan lebih erat, merasa takut jika ia akan hancur.
"Aku juga.." Kace membalasnya, tapi ia tidak bisa menjanjikan apapun kepada Hope, ia juga merasakan hal yang sama.
***
Seseorang mengetuk pintu dan setelah Jedrek menggumamkan izinnya untuk mempersilahkan orang itu masuk, seorang penyembuh masuk ke dalam ruangan bersama dengan seorang pelayan muda, ia memegang semangkuk obat untuk Lilac.
"Dia harus meminum obat ini selagi masih hangat." Penyembuh itu berkata kepada Jedrek dan sang Raja hanya menganggukkan kepalanya, lalu mengayunkan tangannya untuk mempersilahkan mereka pergi. Ia ingin memiliki waktu lebih banyak untuk dihabiskan berdua besama dengan pasangannya.
Setelah melihat gerakan dari Jedrek, kedua wanita itu pamit pergi dan meninggalkan mereka berdua lagi.
Jedrek mengangkat mangkuk itu, yang diisi dengan cairan berwarna coklat, ia mengendus aromanya dan merasakan obatnya. Baru saat ia merasa cukup yakin bahwa itu bukan sesuatu yang bisa membahayakan pasangannya, ia mencoba untuk membangunkan Lilac.
Bahkan saat ini Jedrek tidak mempercayai siapapun untuk mencoba obat itu terlebih dahulu untuk pasangannya.
Melihat Lilac berada di ambang kematian membuat Jedrek berada di posisi yang sama juga. Jantungnya pasti akan berhenti tepat saat itu juga jika pisau belati yang Chiron hunuskan di jantung Lilac berhasil menembus kulitnya.
Pikiran seperti itu saja mampu membuat Jedrek gemetar.
"Lilac..." Jedrek memanggil namanya dengan lembut. "Minum obatmu terlebih dahulu..." Ia mencoba untuk membangunkan Lilac selembut yang ia bisa.
"Hm..." Lilac mengerang dan ia meringkukkan tubuhnya lagi di bawah selimut ketika Jedrek menggoyangkan bahunya dengan lembut.
"Kau harus bangun sebentar dan minum obat ini terlebih dahulu..." Jedrek berkata dalam nada bicara seperti sedang membujuk, ia meletakkan tangannya di bawah kepala Lilac dan mengangkatnya jadi ia bisa merangkul Lilac di lengannya. "Kemarilah, minum ini..."
Kedua bulu mata Lilac mengayun terbuka dan ia menatap Jedrek membawa mangkuk itu ke dekat bibirnya, saat ia dengan ceroboh membantu Lilac untuk minum cairan obat itu.
Namun, karena Jedrek tidak pernah menyuapi seseorang yang sedang sakit seperti Lilac, ia tidak benar-benar tahu bagaimana untuk melakukannya dengan lembut. Tidak ada yang pernah terlihat sakit seperti Lilac sekarang ini, dan kalaupun ada, ia tidak pernah melakukan hal seperti ini kepada mereka.
Maka dari itu, ketika Jedrek mengangkat mangkuknya, agar obat itu bisa mengalir ke dalam mulut Lilac, ia menuangnya dengan cara berlebihan dan itu menyebabkan Lilac menjadi tersedak karenanya.
"Maafkan aku.. Maafkan aku..." Jedrek dengan cepat menurunkan dan meletakkan kembali mangkuk itu dan mengumpat dengan pelan karena ketidak mampuannya untuk menyuapi pasangannya sendiri dengan baik.
"Ti.. Tidak apa-apa..." Lilac mengusap cairan yang ada di bawah dagunya, namun telah menodai pakaiannya, maka Lilac harus menggantinya sekarang. "Gunakan sendok." Lilac berkata dengan lemah. Sangat sulit baginya bahkan hanya untuk terus terbangun, kedua kelopak matanya sangat ingin menutup kembali. Ia merasa bahwa seluruh tubuhnya seakan sedang mengapung.
"Oh," Jedrek merasa sangat bodoh, hal sekecil itu saja bahkan tidak terlintas di dalam pikirannya yang kacau.
Dengan cepat sang Raja mengirimkan pesan melalui ikatan pikiran kepada penjaga yang ada di luar pintu untuk mengambilkan sendok untuknya, untungnya semua sudah menjadi normal kembali karea Lidya telah mengangkat apapun mantra yang telah digunakan oleh para iblis untuk membuat mereka tidak bisa berkomunikasi satu sama lain.
"Kita harus mengganti pakaianmu," Jedrek berkata ketika ia melihat Lilac menjadi tidak nyaman dengan cairan yang membasahi pakaiannya. "Aku akan memanggil pelayan."
"Apa kau akan pergi jika mereka sudah datang?" Lilac bertanya, sementara ia menyandarkan kepalanya di bahu Jedrek.
"Tentu saja tidak, aku akan terus berada disini." Jedrek menjawab hampir dengan sangat cepat. Ia tidak akan berada lebih dari tiga langkah menjauh dari Lilac.
"Jika kau akan terus disini..." Lilac menghela napas dalam, kalimat yang panjang ini membuatnya merasa sangat lelah. "...kenapa tidak kau saja yang menggantikan pakaianku disini?"
Sejujurnya, Lilac tidak merasa nyaman untuk bersama dengan orang lain mendekat ke arahnya. Ia hanya membutuhkan pasangannya dan tidak ingin apapun lagi, selain Jedrek agar terus berada di sisinya.
Dengan mendengar apa yang Lilac katakan, kedua mata Jedrek menjadi muram, tapi ia tetap menyetujuinya. "Baiklah."
Jedrek menurunkan Lilac ke atas tempat tidur lagi dan dengan cepat mengambil gaun putih dan sebuah handuk dari lemari pakaian dan kembali ke arah Lilac.
Sang Raja duduk di tepian tempat tidur dan dengan sangat perlahan serta hati-hati, ia membuka kancing gaun yang masih dikenakan oleh Lilac. Ketika Jedrek melakukan hal itu, guardian angel itu membuka matanya dan menatap Jedrek saat ia sedang melepaskan bajunya.
Kedua mata hitam Lilac menjadi berkabut ketika ia melihat kedua alis Jedrek yang bertautan dan ia sedang sangat fokus dengan masalah yang sedang ia tangani.
"Kau rela berlutut untukku." Lilac berkata ketika Jedrek menelanjangkan dadanya, Lilac bergidik ketika merasakan rasa dingin menyambut kulitnya.
Jedrek dengan segera menggunakan handuk untuk mengusap sisa dari cairan di atas kulitnya yang lembut. "Apa yang kau harapkan untuk aku lakukan? Kau pikir apa aku akan meninggalkanmu?"
"Untuk beberapa saat, ya aku bepikir begitu." Lilac menjawabnya dengan jujur. Ada saat dimana ia merasa bahwa Jedrek tidak akan melakukan hal itu dan ia akan meninggalkannya untuk mati di tangan seorang centaurus.
"Jangan konyol." Jedrek menggerutu, ia mencoba untuk berkonsentrasi kepada sesuatu yang lain dibandingkan dengan tubuh Lilac yang sudah setengah telanjang, namun pertanyaan Lilac hanya mengganggunya semakin jauh. "Aku tidak akan pernah melakukan hal itu."
"Karena aku adalah pasanganmu?" Lilac mempertanyakan hal yang sama seperti apa yang membuat Raine dan Hope sangat penasaran juga.