webnovel

Death Gun

Sinon sendiri juga sudah berhasil membunuh beberapa player pada turnamen ini. Saat ini dia sedang mengawasi dua orang yang sedang bertarung menggunakan kekeran pada snipernya sambil sedang bersembunyi dibalik batu yang mengarah ke arah jembatan yang sekarang dia tempati.

Peperangan ditempat ini cukup banyak, dikarenakan jembatan ini merupakan penghubung beberapa wilayah dari tempat ini. Saat ini Sinon sedang mengeker seseorang menggunakan snipernya dan siap untuk menembak.

Namun Sinon merasakan seseorang mendekatinya dan mulai mengeluarkan pistolnya dan melihat seseorang pria yang dikenalnya saat ini berada dibelakangnya.

"Yo, Sinon-san" kata Zen sambil mengangkat kedua tangannya.

Sinon sendiri masih mencoba membidik Zen dan melihat apakah orang itu mempunyai niat menyerang dirinya saat ini.

"Apa yang kamu lakukan?" tanya Sinon.

"Aku hanya lewat ditempat ini dan kebetulan bertemu denganmu" kata Zen.

"Benarkah?" kata Sinon yang tidak semata mata mempercayai perkataan Zen tersebut

"Aku kebetulan bertemu denganmu Sinon-san, bagaimana kalau kita bekerja sama?" kata Zen.

"Mengapa aku harus bekerja sama denganmu?" tanya Sinon kemudian.

"Pertama, kamu adalah pengguna sniper dan jika terjadi pertarungan jarak dekat, kau tidak diuntungkan, namun jika jita berdua maka kita bisa saling melengkapi. Kau akan membantai musuh dari jarak jauh, aku akan menjaga belakangmu, bagaimana?" tanya Zen.

"Bukankah kamu juga pengguna sniper?" tanya Sinon.

"Aku menggunakan sniper untuk menyerang musuh jarak jauh, apakah kau tidak melihat pertandinganku sebelumnya. Bidikanku sangat tepat Sinon-san, aku bisa mengalahkan musuhku dengan satu peluru yang tepat dikepala mereka." Kata Zen.

Sinon sendiri memang tahu tingkat ketepatan tembak Zen amatlah sempurna, dia hanya menggunakan pistol bisa memasuki babak final hanya dengan mengalahkan semua musuhnya dengan tehnik bersembunyinya, apalagi dengan tembakan tepat dikepala musuhnya - musuhnya.

"Bagiamana?" tanya Zen.

Melihat Sinon tidak mempunyai kerugian untuk bekerja sama dengan Zen, akhirnya dia mulai menyimpan kembali pistolnya.

"Baiklah" kata Sinon.

Lalu mereka berdua mulai kembali melihat kearah jembatan, dan masih melihat seseorang yang dia coba tembak sebelumnya, namun kali ini saat dia mencoba menembak, Sinon dihalangi oleh Zen.

"Jangan ditembak, perhatikan pertarungan mereka" kata Zen.

Mendengar ini Sinon sempat bingung, mengapa Zen menyuruhnya untuk tidak menembak. Namun dia memutuskan untuk mengikuti intruksi dari Zen.

Player yang dibidik oleh Sinon akhirnya bertarung dengan seseorang player aneh yang dengan lincah melawan musuh – musushnya. Sinon sendiri terkejut dengan skill player tersebut dan akhirnya player yang lincah itu berhasil mengalahkan musuhnya.

Sinon masih mengawasi player tersebut, namun dia melihat disampingnya bahwa Zen sudah mengeluarkan snipernya dan siap membidik sesuatu.

"Bukankah kau melarangku untuk menembak?" kata Sinon.

"Tunggu dan lihatlah" kata Zen.

Lalu tiba – tiba saja player yang lincah itu terkena sesuatu yang membuatnya lumpuh.

"Silent Assasin" gumam Sinon setelah melihat seorang player muncul dan menggendong sebuah senjata yang langka.

"Bersiaplah, bidiklah player berjubah itu Sinon-san" kata Zen.

Sebenarnya Sinon merasa jengkel dengan perlakuan Zen ini, namun dia tetap mengikuti perintah Zen ini.

"Tunggu aba - abaku" kata Zen.

Lalu player berjubah tengkorak itu mencoba mendekati player tersebut dan sudah mengeluarkan pistolnya dan sekarang dia sedang melakukan sebuah gerakan seperti sebuah ritual.

"Sekarang!" kata Zen.

Lalu Sinon mulai menembak player berjubah tersebut namun berhasil dihindarinya. Player berjubah tersebut mulai melirik kearah Sinon dan mulai kembali membidik orang didepannya yang telah dibuat lumpuh, namun tiba – tiba sebuah peluru langsung menembus kepala player yang dialumpuhkan sebelumnya.

Setelah Zen membunuh player yang dilumpuhkan oleh pria berjubah itu, Zen lalu membidik pria tengkorak tersebut dan menembak bagian tubuhnya namun berhasil dihindarinya lagi.

"Refleknya sangat bagus" gumam Zen.

"Bidik dia terus Sinon-san, pastikan dia pergi dari tempat ini atau kau bisa langsung membunuhnya" kata Zen.

"B-Baiklah" kata Sinon setelah melihat ekspresi serius dari Zen.

Kedua orang itu terus menembak player berjubah tersebut, namun sialnya karena lokasi mereka berdua sudah ketahuan, player berjubah itu sudah memprediksi semua arah tembakan mereka berdua.

Player berjubah itu sangat jengkel karena rencananya gagal dan mulai menggunakan jubah kamuflasenya dan menghilang dari tempat itu.

"Hah.. akhirnya dia pergi" kata Zen.

Namun Sinon disebelah Zen malah menatap Zen dengan tatapan seorang yang meminta penjelasan kepadanya.

"Apakah kau tidak mendengar rumor bahwa player itu berhasil membunuh player didalam game ini dan mengakibatkan player yang memainkannya juga ikut mati?" tanya Zen sambil menyimpan kembali snipernya.

"Aku hanya mendengar rumor tersebut. Apakah kau mempercayainya Zen-kun?" kata Sinon.

"Tentu saja tidak, sangat aneh bila terjadi seperti itu. Makanya aku memasuki game ini untuk menyelidiki kasus tersebut" jawab Zen.

"Siapakah kamu sebenarnya Zen-kun?" tanya Sinon.

"Aku bisa dibilang seorang detektif swasta yang disewa oleh pemerintah" kata Zen.

"Dan apakah rumor itu benar?" tanya Sinon setelah mendenngar perkataan Zen tersebut.

"Yap. Sejauh ini yang dibunuh pria itu didalam game semuanya telah meninggal dunia" balas Zen singkat.

Mendengar ini kaki Sinon mulai gemetar karena mengingat trauma dia sebelumnya.

"Me-membunuh" gumamnya pelan.

Namun tiba – tiba saja sebuah tangan menepuk bahu Sinon dan menyadarkannya dari lamunannya tersebut.

"Ada apa denganmu Sinon-san?" tanya Zen.

"A-Ah.. T-Tidak apa – apa Zen-kun" kata Sinon.

"Baiklah, apakah kau masih ingin mengikutiku?" tanya Zen dan dibalas anggukan oleh Sinon.

Mereka berdua akhirnya kembali meneruskan perjalanan mereka yang sekarang menuju kearah sebuah kota mati yang menjadi pusat kota ini.

.

.

Sementara itu, disebuah game terdapat beberapa orang sedang menikmati pertandingan Zen.

"Mama, apakah wanita itu akan menjadi Mama baru Yui?" tanya Yui kepada Asuna.

"Mungkin, kau bisa bertanya kepada Papamu jika dia kembali" jawab Asuna yang masih memangku putrinya tersebut.

Tiba – tiba saja sepasang pria dan wanita yang menemani mereka berburu menggantikan Zen mulai angkat bicara.

"Apakah kalian tidak mengkhawatirkan Zen?" tanya Kirito yang saat ini duduk bersama Sachi dibelakang mereka dan melihat adegan Death Gun tersebut.

"Tenang saja, dia akan baik – baik saja" kata Lisbeth dan dibalas anggukan oleh semua wanita Zen yang berada disitu.

"Tentu, Papa yang terbaik." Kata Yui.

"Tapi aku akan menantikan ekspresi Mama – Mamaku saat rencana Papa sebenarnya tentang diriku dimulai" kata Yui dalam hatinya yang menyembunyikan sebuah rahasia tentang rencana Papanya.

.

.

Saat ini Zen dan Sinon sudah berada tepat dipinggiran kota mati ini, lalu mereka mulai mengkatifkan pelacak dan mulai mencari daerah sekitar. Mereka sudah membantai semua player yang menghalangi mereka sehingga sekarang tersisa sedikit player tersisa dari turnamen ini.

"Sebaiknya kita berpisah Sinon, aku akan mengecek player ini yang kemungkinan adalah Death Gun" kata Zen sambil menunjukan sebuah titik player.

"Mengapa kita tidak bersama?" tanya Sinon.

"Akan sangat berbahaya jika kamu bertemu dengannya" kata Zen dan akhirnya rencana tersebut diterima oleh Sinon.

下一章