Ketika Ajeng memanggil semua orang untuk makan malam, Nita berteriak ke arah ruang makan "Mbak Ajeng, saya akan datang ke sini setelah saya mengganti pakaian." Setelah itu, Nita tersenyum dan mengangguk untuk berpamitan kepada Dias, lalu pergi menuju kamarnya.
Dias duduk di meja makan. Sambil menunggu semua orang berkumpul, Dias menikmati supnya. Ketika Nita muncul di depan ruang makan, Dias hampir saja menyemprotkan sup yang baru saja dia masukkan ke dalam mulutnya.
Dias melihat bahwa saat ini Nita sudah berganti pakaian dengan memakai kaos putih bergambar domba kecil yang cantik. Namun, ukuran dada Nita yang sangat besar mengubah bentuk domba kecil yang lucu itu menjadi domba besar yang gemuk dan cantik.
Selain itu, perut bagian bawahnya juga sangat datar, membuat dua puncak gunung itu bahkan terlihat lebih megah.
"Sepasang puncak gunung ini benar-benar mengerikan."
Dias bergumam di dalam hatinya lalu terbatuk dua kali karena dia tersedak oleh sup panas di tenggorokannya.
Mereka berempat duduk di meja makan. Ajeng menyuruh semua orang untuk makan malam. Sambil makan, dia melihat ke arah Dias lalu bertanya, "Dias, hasil ujian akhirmu telah diumumkan, bagaimana hasil nilainya?"
Alisa langsung tercengang ketika mendengar pertanyaan ini, kemudian dia melirik Dias diam-diam dengan tatapan yang penuh tanya.
Sebenarnya, Alisa sudah mengetahui dari Retno bahwa Dias memiliki skor penuh dalam enam mata pelajaran. Alisa terkejut mengetahui hal itu yang membuatnya menjadi semakin ingin tahu tentang Dias. Alisa ingin mengetahui detail Dias, terutama tentang kemampuan komputernya dan mengapa identitasnya di sistem keamanan publik kosong.
Dias mengunyah sayur kacang panjang sambil menatap Ajeng, lalu berkata, "Nilainya tidak buruk, hanya satu mata pelajaran yang kosong karena aku telat masuk."
"Oh, itu sudah bagus. Lagipula, kamu kan baru belajar selama dua hari." Ajeng mengangguk, tetapi sangat puas dengan hasil nilai yang didapatkan Dias.
Mendengar percakapan di antara mereka, Alisa bertanya-tanya mengapa Dias tidak mengatakan yang sebenarnya kepada Ajeng. Tetapi Alisa tidak ingin menanyakannya langsung karena dia tidak ingin Dias tahu bahwa Alisa mengenal Retno.
Alisa melirik Dias, yang selalu menyeringai membuat penampilannya seperti anak laki-laki biasa lalu bertanya hal lain, "Dias, karena kamu adalah pemilik rumah ini, mengapa kamu tidak ada di sini sebelumnya? Apakah kamu pergi ke sekolah di luar negeri?"
Dias tidak tahu alasannya mengapa Alisa tiba-tiba bertanya tentang dirinya sendiri. Dia dengan tenang menjawab, "Saya telah bepergian ke berbagai negara selama bertahun-tahun dan mengunjungi banyak guru hebat dan terkenal. Saya juga belajar secara intensif dari mereka, jadi ya bisa dianggap saya belajar di luar negeri."
"Oh, di mana saja itu? Negara mana saja yang paling lama yang pernah kamu tinggali?" Alisa terus bertanya.
Dias berkata, "Tentu saja, Indonesia yang paling lama saya tinggali, sedangkan negara-negara lain rata-rata juga cukup lama."
Setelah Dias mengatakan itu, Alisa mengerutkan kening dan tidak menyerah untuk terus bertanya, "Karena kamu lebih lama berada di Indonesia, mengapa kamu tidak bertemu dengan Mbak Ajeng sebelumnya? "
Setelah mendengar pertanyaan ini, Dias dan Ajeng saling memandang secara bersamaan.
Dias melihat harapan di mata Ajeng kemudian dia tersenyum tipis, "Saya bukannya tidak ingin bertemu Mbak Ajeng, tetapi kondisinya tidak memungkinkan."
Setelah mendengar ini, Alisa merasa bahwa dia telah menemukan sebuah celah. Mengapa kondisinya tidak memungkinkan?
Alisa hendak terus bertanya, tapi Dias tiba-tiba meletakkan piring dan sendoknya laluberjalan keluar tanpa menoleh ke belakang, "Aku akan keluar sebentar dan kembali lagi nanti."
Ketiga wanita itu semuanya tercengang. Tanpa menunggu salah seorang di antara mereka berbicara, Dias telah keluar meninggalkan rumah.
Dias berjalan tanpa tujuan di jalan. Dia berpikir lagi karena merasa terusik dengan pertanyaan Alisa.
Apakah dia tidak ingin kembali ke rumah ini sebelumnya?
Tentu saja dia berpikir ingin kembali, tetapi Dias takut karena identitasnya ini akan membuat rumah masa kecilnya ini tidak lagi damai.
Sekarang setelah dia pensiun, Dias awalnya mengira dirinya bisa menjadi tuan tanah yang hidup santai. Tetapi setelah bertemu dengan Reinaldi, dia tahu bahwa bahkan meski dia pensiun, dia masih tidak bisa bersantai sepenuhnya. Masa lalunya itu tidak dapat dipisahkan sepenuhnya.
Tapi Dias masih bisa puas, setidaknya sekarang dia dikelilingi oleh wanita cantik. Kondisi ini tentu jauh lebih baik daripada menyaksikan kakaknya meninggal.
Tepat ketika Dias sedang berpikir sambil berjalan, sebuah Audi R8 berhenti di sampingnya. Jendela mobil itu diturunkan sehingga terlihat sebuah wajah gemuk dari baik kemudi, yaitu Reinaldi.
Reinaldi memandang Dias dengan senyum lebar sambil berkata, "Dewa Mobil, kenapa kamu pergi berbelanja sendirian, atau kamu mau pergi bermain denganku?"
"Kamu mengikutiku?" Dias mengerutkan kening, tapi kemudian langsung tertawa. Dias tahu bahwa karakter seperti Reinaldi yang hanya punya sedikit nyali, pasti tidak akan berani mengikutinya.
Setelah berpikir sebentar, Dias kemudian masuk dan duduk di kursi depan sebelah Reinaldi. Mumpung Dias sedang luang sekarang, dia masuk ke dalam mobil reinaldi dengan cukup bersemangat.
"Dewa Mobil, kamu mau ke tempat balapan atau…"
"Temukan bar terdekat."
"Tidak masalah."
Reinaldi menginjak pedal gas Audi R8 dengan keras, mobil itu langsung melesat pergi.
Duduk di dalam mobil bersebalahan dengan Reinaldi, Dias merasa tertarik kemudian tiba-tiba bicara, "Sebagai seorang keturunan langsung keluarga Sitohang dari Toba, kau malah keluar dari sorotan media dan membuka seni bela diri. Menurutmu akhirnya akan bagaimana?."
Saat menger Dias berkata semacam itu, Reinaldi langsung menginjak rem karena syok. Keringat dingin muncul di dahinya, lalu memandang Dias dengan ngeri.
Reinaldi sebenarnya tahu bahwa Dias adalah seorang master di banyak bidang, tetapi dia tidak mengetahui informasi apapun tentang Dias.
Tapi sekarang dia ditakdirkan untuk bertemu Dias lagi, bahkan Dias sudah tahu tentang latar belakangnya. Kemampuan Dias benar-benar tidak bisa dipercaya.
Reinaldi menelan ludahnya lalu berkata, "Dewa Mobil, Aku…"
Sebelum Reinaldi selesai bicara, Dias menyela, "Jangan panggil aku Dewa Mobil, panggil saja namaku."
"Mas Dias." Reinaldi tidak berani memanggil Dias dengan namanya secara langsung. Melihat bahwa Dias tidak menentang panggilan "Mas Dias", Reinaldi kemudian melanjutka,: "Saya tidak tahu dari keluarga mana Mas Dias berasal?"
Dias berkata, "Dias dari keluarga Sastro."
"Ah! keluarga Sastrowardoyo?" Reinaldi berseru lalu berkata tanpa ragu, "Keluarga Sastro terkenal sangat kuat di seluruh Jawa. Militer, pemerintah, dan komunitas bisnis semuanya milik keluarga mereka, tetapi ... tidak ada dari mereka yang ahli bela diri"
"Aku memang dari keluarga Sastrowardoyo, tapi bukan dari keluarga Sastrowardoyo sekarang." Dias mencibir.
Ketika Reinaldi mendengar ini, dia tidak bertanya lagi tetapi hanya menatap Dias dengan serius lalu berkata, "Mas Dias, izinkan saya memberi tahu Anda, saya ingin ... menjadikan Anda sebagai guru saya."
"Mengajarkanmu keterampilan mobil?" Dias tersenyum sambil menggelengkan kepalanya lalu berkata, "Aku belum menjadi guru, lagipula aku tidak bisa menerima murid. Terlebih lagi, aku juga tidak menyukai orang sepertimu."
Melihat sikap batin Dias yang tidak bisa disembunyikan, Reinaldi tersenyum pahit lalu berkata, "Apakah itu ada hubungan dengan Yuda? Anda tidak tahu, Mas Dias, tetapi saya tidak ada hubungan yang erat dengannya. "
" Jika kamu bisa memberikan penjelasan yang masuk akal, aku mungkin bisa menerimamu... menjadi adik laki-lakiku. "Dias tersenyum. .
Begitu ada kesempatan, Reinaldi tidak menyembunyikannya antusiasmenya lalu berkata: "Mas Dias, sebenarnya, keluarga saya berada dalam situasi yang sangat sulit sekarang. Ada orang yang lebih kuat yang sudah menjatuhkan nama keluarga saya Bagi saya, hanya Anda yang memiliki kekuatan yang bisa melawan, karena saya saat ini tidak memiliki kekuasaan untuk melawan. Citra keluarga Sitohang sekarang menurun, bahkan keluarga yang statusnya lebih kecil sudah berani menggertak."
" Alasan mengapa saya menyambut para pria itu dengan senyuman adalah karena saya ingin mendekatkan diri dengan mereka. Saya sering menghubungi banyak orang untuk menambah koneksi dengan keluarga saya, sehingga suatu hari keluarga Sitohang bisa bangkit lagi."
Mendengar ini, Dias tidak bisa tidak mengagumi Reinaldi. Sebenarnya, status keturunan keluarga Sitohang itu derajatnya cukup tinggi. Sekarang Reinaldi bisa merendahkan dirinya sendiri untuk bisa menjalin koneksi dengan para pria dari keluarga lain, hal tersebut merupakan bentuk tanggung jawabnya terhadap keluarga.
Tapi Dias masih memiliki pertanyaan, dia memandang Reinaldi lalu berkata, "Di mana Nico Sitohang? Jika ada dia, tidak ada seorang pun yang berani menggertaknya, kan?"