webnovel

22. Kelas Penyihir II

"Mungil! Akhirnya kita bertemu lagi!"

Leo menahan diri untuk tidak memukul seseorang.

Sosok berhelai gelap dengan sepasang iris semerah darah berlari mendekat. Tersenyum lima jari dan tanpa malu berteriak. Memanggil sosok albino yang duduk manis di dalam kelas yang ramai.

Kali ini, kelas berada di dalam ruangan. Tepatnya di salah satu menara Kastil yang besar. Ruangan ini berbentuk bulat, berdinding batu bata dengan dua buah jendela besar yang berjajar diantara podium. Menariknya, meja disusun selayaknya rumah siput. Bertingkat meninggi, dengan podium yang disinari cahaya matahari sebagai pusatnya.

Ruangan ini cukup ramai. Saat Leo dan Merci sampai, keduanya tidak terlalu mencolok. Sepasang jubah hijau bukan menjadi satu-satunya, beberapa juga ada yang mengenakan jubah hijau, tetapi berjumlah jauh lebih sedikit. Para murid kali ini didominasi oleh mereka yang mengenakan jubah Kuning.

Jadi, ketika Vampire campuran berjalan mendekat dengan jubah Kuning yang melekat di tubuhnya, Pangeran bungsu Kerajaan Yuro ini tidak mencolok sama sekali. Saat ia menyapa kedua orang berjubah hijau, tidak ada yang merasa aneh. Sebagian besar orang mengetahui Bastian. Sosok Penyihir yang terlalu energik dan cenderung mudah bergaul dengan siapa pun.

Leo mengerutkan alis saat sosok raven dengan seenaknya mengambil tempat duduk tepat di sampingnya. "Jangan memanggilku Mungil."

"Kenapa?" Bastian terkekeh. "Kau sangat kecil dan lucu, tetapi kau laki-laki, jadi tidak mungkin aku memanggilmu si manis kan?"

Sabar …

Sabar….

LEO BENAR-BENAR INGIN MEMUKUL KEPALANYA!

Apakah citranya memang semanis dan selucu itu? Ahahaha bila bukan agar Papa Naganya yang idiot tidak mengalihkan perhatian ke penulis aneh ini, mana mau Remaja berjiwa tua bertingkah sok imut!

Sepasang netra emas melotot. "Mana pesananku?"

"Kenapa sangat terburu-buru?" Pangeran itu tersenyum menggoda, tetapi tetap mengeluarkan titipan si albino. "Yah … tidak perlu membayar, anggap saja ini ucapan terima kasih untuk yang kemarin."

"Tidak perlu," Leo langsung menolak. Ia tahu maksud dari si raven adalah ketika mereka pertama kali bertemu, saat sosok ini hampir dipukuli oleh beberapa orang ras Orc. Sosok putih tanpa ragu mengambil beberapa bahan yang diletakkan Bastian di atas meja dan memeriksanya. Oh, oke. Tidak berkualitas baik tetapi setidaknya masih cukup layak.

"Berapa semuanya?"

"Itu murah, jadi tidak perlu mengganti," senyuman Bastian tetap mengembang. Sepasang netra merah melirik sosok hijau yang mengenakan tudung di samping pemuda An. "Jadi … siapa di sebelahmu?"

"Saudaraku," Leo menjawab singkat, tidak berniat memperkenal kan keduanya. "Oke, katakan, berapa semuanya? Aku tidak suka berhutang."

"Mungil, sudah kukatakan, ini geratis. Kau tahu? Ge.Ra.Tis," Bastian menekankan kata Geratis berulang kali. Sekarang, dengan penuh penekanan. "Ngomong-ngomong aku tidak tahu kalau kau seorang Penyihir. Nah, bahkan sekarang kita satu kelas?"

Leo cemberut. "Aku tidak suka berhutang," ia mengulang ucapannya, benar-benar mengabaikan apa yang ras Campuran itu katakan.

Pemuda Arya tahu bahwa baik dirinya atau Leo, bila terus seperti ini, tidak akan pernah bertemu di titik kesepakatan. Bagaimanapun mereka sama-sama keras kepala. Karenanya, si raven menghela napas. Mengalah. "Yah … jangan bayar dengan uang, bayar dengan hal lain saja."

"Apa?"

"Bagaimana dengan Makan Siang besok?" Bastian menawarkan, tetapi mendadak, ia teringat sesuatu. "Oh, benar. Dari mana kau tahu nomor kontakku?"

"Tentu saja tahu, memangnya siapa lagi yang duduk di samping Fargus saat makan siang waktu itu?"

Makan siang kapan?

Baru saja Bastian ingin bertanya, persekian detik kemudian, sepasang netra merah membola sempurna. Syock bukan main dengan apa yang otaknya cerna begitu saja.

Pertemuan kedua mereka.

Di Restoran Royal saat ia bertemu Cosmos.

"Kau mengenalku?!"

Si putih mendengus, mengangkat dagu dan memandang penuh dengan kemenangan. Oh, ia tidak berniat menyembunyikannya sama sekali. Sejak pertemuan pertama mereka, tentu saja ia sudah tahu identitas author dan komikus ini.

Bastian tercengang. Lalu ekspresinya terlihat frustasi. Namun anehnya, beberapa detik kemudian, seolah memikirkan sesuatu, sepasang iris semerah darah berkilau cerah. "Okay, bayaran ini, bagaimana dengan merahasiakannya?" senyuman lima jari merekah, menyingkirkan dengan mudah perihal ekspresinya yang semula frustasi. "Mau berjanji?"

Baik Leo maupun Merci, benar-benar kagum dengan perubahan ekspresi yang begitu cepat di wajah itu.

"Kenapa merahasiakannya?" Leo tidak langsung berjanji, ia hanya melirik kelingking yang terulur tanpa berniat meraih. Janji jari kelingking. Terlalu kekanakan, tetapi Leo sedikit pun tidak akan pernah meremehkan janji yang pernah terucap di mulutnya.

Ekspresi wajah Pangeran Yuron berubah cemberut. "Ferguso yang ingin merahasiakannya, katanya agar misterius," dengusnya. "Sebenarnya, itu tidak perlu sama sekali. Apa yang salah bila menjadi terkenal? Tetapi Editor aneh itu benar-benar melarangku untuk mengungkapkan identitasku."

Novel dan Komiknya terkenal dan laris manis di pasaran, penggemarnya tentu saja akan penasaran dengan siapa pemilik dan pencipta semua cerita yang begitu dikagumi. Semakin misterius … akan semakin mengundang banyak rasa penasaran dan ingin tahu banyak orang.

Leo mengerti.

Ini salah satu strategi marketing.

"Tidak ada yang tahu identitas aslimu?"

Kali ini, ekspresi si raven justru terlihat semakin kesal. "Yah … ketika kukatakan bahwa aku penulisnya, semua temanku tidak percaya. Mereka menganggapku terlalu banyak berkhayal dan menertawakanku."

Si Putih ingin bertanya kenapa, tetapi melihat penampilan Pangeran muda ini …

Bastian mengenakan jubah Kuning yang terlihat kusam. Warnanya agak memudar, kumal dan kusut. Pakaian dibalik jubah itu juga hanya kaos lengan pendek biasa dan celana pendek selutut yang murahan. Bahkan, sosok ini datang ke kelas hanya dengan mengenakan sandal jepit murahan.

Dengan penampilan selayaknya gembel, benar-benar akan menghancurkan citra seorang Nirwana.

Jangankan seorang Pangeran, Arya Bastian bahkan tidak terlihat seperti seorang penulis yang mendapatkan penghasilan besar. Ia lebih seperti Penyihir miskin yang kekurangan uang. Sungguh, bagaimana seseorang bisa percaya bahwa ini adalah Nirwana? Penulis dan Komikus misterius yang karyanya tidak bisa dianggap remeh?

Oke, Leo tidak berniat kembali bertanya.

"Jadi, bayaran bahan ini, aku harus merahasiakan identitas?"

Bastian tersenyum. "Rahasiakan dari ayahmu."

"Papaku sudah tahu."

Ras campuran itu membeku. Tersenyum kaku begitu mendengarnya. "Errr … bagaimana Ayahmu bisa tahu?" Bukankah terakhir kali, mereka bertemu saat ia mengenakan tudung? Namun, memikirkan Ayah si perak, wajah Bastian agak terasa panas. Oh, Papanya si mungil benar-benar … tampan. Sayang, ia tidak punya alamat kontaknya.

Sepasang iris emas menatap si raven di sebelahnya dengan aneh. "Tentu saja tahu."

An Cosmos adalah pemegang saham terbesar platform di mana Bastian menerbitkan komik dan Novelnya. Bukan hal yang aneh bila Naga Perak itu tahu tentang beberapa Author dan Komikus kesayangannya. Namun Micro cukup pintar untuk menyembunyikan semua data pribadi mereka dari tangan nakal Ayahnya. Tahu bahwa majikannya pecemburu dan tidak mau memiliki Ibu Tiri, Robot Lebah berusaha sebaik mungkin agar Cosmos lebih fokus untuk setiap karya dan tidak memandang penciptanya melompat ke luar.

Namun Nirwana berbeda. Secara kebetulan mereka satu planet dan Cosmos tanpa sengaja mendapatkan informasi dari temannya. Hal ini membuat Papa Naganya bersemangat. Namun ternyata, citra yang diberikan dengan apa yang menjadi kenyataan …

Yah, Bastian benar-benar menghancurkan citranya sendiri.

Ayahnya hanya akan tahu wajah dan data umumnya, tidak mungkin untuk tahu sifatnya.

"Ehehe … yah, tentu saja," ras campuran itu tertawa canggung. Hampir lupa bahwa Ayah si perak bukan hanya tampan, tetapi juga sangat kaya. "Oke, kalau begitu, jangan beritahu Ferguso kalau kau sudah tahu identitas asliku."

"Fargus?" Leo mengoreksi.

"Ya, maksudku dia."

Leo berkedip. "Fargus tahu aku adalah anaknya Papa, lalu kenapa dia tidak tahu kalau aku tahu identitasmu?"

Remaja Arya kaku, lalu beberapa detik kemudian mengerang frustasi. "Astaga! Adik kecilku yang manis, kenapa kau begitu pintar?!" gerutunya, jelas tidak memuji sama sekali. Kedua tangan mengacak rambut, kesal dengan apa yang diucapkan si putih.

Sepasang netra emas menyipit.

Umurku jauh lebih tua darimu, okay?!

"Baik aku atau Papa … apa kerugian di dirimu bila kami tahu?" alis Leo terpaut. Benar-benar tidak mengerti kenapa harus merahasiakan. Tanpa perlu berjanji, Leo juga tidak akan memberitahu orang lain. Ini bukan sesuatu yang penting. Untuk apa ia membicarakannya?

"Ferguso akan menceramahiku bila kau tahu dariku," Bastian menggerutu, mengerutkan alis dengan kesal saat memikirkan ceramah panjang ras manusia itu. "Okay, pokoknya jangan sampai Ferguso tahu. Aku benar-benar tidak ingin mendengar ceramahnya."

"Okay," kali ini, Leo langsung setuju. Namun, kompromi pihak lain tidak membuat Bastian merasa senang sama sekali.

Ras campuran itu terlihat menimbang sesuatu, ekspresinya kusut, lalu pada akhirnya memuntahkan apa yang menjadi pikirannya. "Mungil, kau memiliki kontakku, Ayahmu memiliki kontakku juga berarti?"

Alis si putih terangkat. "Memangnya kenapa?"

Mendadak, wajah si raven tersipu. Sepasang iris merah mengelak. "Dia tidak masuk ke dalam group pembuatan film, jadi … yah, sebagai investor utama, bukankah lebih baik bila dia masuk? Mengawasi jalannya film nanti?"

Sepasang netra emas menatap jijik ke arah lawan bicaranya. "Papa tidak semenganggur itu untuk masuk ke setiap grup kecil seperti itu. Lagipula, ini hanya investasi kecil, Papa hanya melakukannya untuk membantu temannya tanpa mau terlibat secara langsung."

Tanpa mau terlibat secara langsung.

Kata-kata terakhir benar-benar harus dipertegas. Beruntung, waktu yang dipilih tepat. Jadi, sosok perak benar-benar menjadi jauh lebih sibuk. Mengurus beberapa hal tentang Area abu-abu dan juga beberapa perusahaan sehingga tidak akan memiliki waktu untuk memikirkan hal lain selain Baby kesayangannya.

"Jadi … ," si raven agak ragu-ragu. "Ayahmu dan Tuan Anthony memang bersahabat?"

"Memangnya kenapa?"

Remaja Arya mendadak canggung. "Ehem … tidak, aku merasa Tuan Anthony sangat cantik … yah, dia adalah Elf. Tetapi kudengar … Ayahmu adalah Duda. Kebetulan, Tuan Anthony juga seorang Duda, jadi aku agak … yah, kau tahu? Kupikir mereka bersama."

Duda?

Sepasang netra emas membola, menatap ke arah lawan bicaranya dengan luar biasa. "Dari mana kau mendapat berita bahwa Papaku adalah Duda?"

Papa Naganya bahkan belum menikah, bagaimana bisa menjadi Duda?!

Sepasang netra ruby mengelak. Mendadak, ditatap begitu intens oleh sepasang netra emas yang lucu, membuat hatinya dicubit oleh rasa bersalah. "Beberapa orang … uh, mengatakan bahwa Papamu seorang Duda. Yah, itu yang kudengar."

Leo mengerutkan alis, tetapi tidak mengatakan apa pun. Bagaimanapun, Naga Perak memang memiliki banyak sekali teman online. Terutama saat awal-awal ketika sosok itu mulai belajar bersosialisasi dan bermain dengan Asistennya. Mungkin, ada yang iseng bertanya tentang Istri. Mengingat sifat Naga Konyol yang pasti sering membicarakannya … bukan hal yang aneh bila akan ada yang bertanya 'bagaimana dengan Ibunya?' 'Apakah Istrimu cantik?'

Leo, tidak tahu jawaban seperti apa yang diberikan Papa Naganya hingga banyak orang yang mengambil kesimpulan bahwa dirinya adalah Duda, bukan seorang Pria Lajang yang mengadopsi seorang anak.

Hal ini membuat Leo agak penasaran. Tanpa ragu ia membuka asisten, langsung menghubungi Micro yang tengah sibuk mengatur Lab.

"Apakah aku salah?" nada suara Bastian mendadak canggung. "Umm … Maaf, aku tidak bermaksud begitu, aku hanya … agak penasaran. Anggap saja aku tidak pernah bertanya apa pun."

Leo tidak peduli. Jemari lentik mengetik di asisten dan menanyakan perihal awal mula gosip seorang Duda. Tentu saja, Micro yang mendapatkan pertanyaan dari Tuannya, tanpa ragu menjawab.

Micro: Oh, Naga Bodoh itu selalu berkata 'Baby adalah milikku' 'Aku tidak peduli dengan Ibunya' atau 'Baby tidak memiliki Ibu, dia cuma memilikiku, Papanya'. Karena itu, semua orang mengira bahwa Naga Konyol itu sudah menikah dan tidak mau membahas tentang perceraian dengan Istrinya.

Leo benar-benar kehilangan kata-kata begitu membacanya.

Untuk beberapa saat, ia benar-benar merasa … konyol.

Sungguh, bukan hal yang aneh bila beredar rumor bahwa Cosmos adalah Duda. Naga Perjaka yang belum menikah, harus menanggung aib sebagai seorang Ayah Tunggal. Yah … Leo tidak merasa keberatan dengan hal itu. Bagaimanapun, Cosmos tidak mungkin tidak tahu perihal rumor Duda. Namun Naga ini jelas tidak mencoba membenarkan atau bahkan memperbaiki rumor yang beredar.

Menggelengkan kepala dengan geli, si putih mengulum senyuman dan mematikan Asisten.

"Setelah kelas, bagaimana bila kita makan malam bersama?" Bastian, kembali menawarkan diri. "Apa yang kau suka? Aku akan mencoba memasakkannya untukmu. Kamar asramaku memiliki dapur."

Kali ini, bukan hanya Leo, tetapi juga Merci turut menoleh ke arah Penyihir raven itu.

Di era di mana 'makanan' adalah Cairan/Bar Nutrisi dan Makanan Padat adalah sesuatu yang mewah, seseorang yang bisa memasak sudah menjadi hal yang hebat. Karena itu, tanpa ragu, restoran akan selalu mematok harga tinggi untuk setiap makanan padat sesederhana apa pun itu.

Karenanya, seseorang yang memiliki dapur dan bisa memasak sendiri, terlebih orang itu adalah Penyihir yang terkenal manja dan selalu dilindungi …

Leo, tentu saja bisa memasak. Papa Naganya apa lagi. Namun, beberapa bulan di lingkungan ini dan bertahun-tahun mengenal dunia luar melalui Asisten, seseorang yang bisa memasak dan memiliki dapur, terlebih merupakan Penyihir yang terkenal selalu dimanja, sudah seperti sebatang jarum emas di tumpukan jerami.

Selain Koki yang dilatih khusus, biasanya Guardian lah yang sangat mahir perihal Memasak.

"Kalian tidak percaya padaku?" alis ras campuran itu terangkat, seringai sombong merekah. "Aku memiliki dapur dan bisa memasak. Nah, masakanku bahkan lebih enak daripada Resto Royal!"

Resto Royal bukan hanya terkenal karena kemewahan dan kemahalannya, tetapi juga makanannya yang lezat. Leo, bila bukan karena Papa Naganya dan dirinya sendiri cenderung lemah untuk membuat beberapa dessert, tidak akan mungkin jatuh cinta dengan makanan di restoran itu.

"Okay," Leo, tanpa ragu setuju. "Tetapi tidak hari ini. Bila waktunya tepat, aku akan menghubungimu."

"Setuju!" Bastian tidak keberatan sama sekali. Senyuman lima jari merekah mendengarnya. "Katakan beberapa jam sebelumnya, agar aku bisa menyiapkan semua bahan memasaknya, okay?"

Leo mengangguk sebagai persetujuan.

"Ngomong-ngomong, kelas ini terkenal karena sulit, tetapi membuat Obat Kulit benar-benar populer," Bastian kembali membuka percakapan. Pangeran Negara Yuron, jelas tidak tahan untuk diam. "Obat Kulit sebenarnya lebih untuk pengobatan. Melakukan pemberhentian pendarahan dengan memaksa jaringan sel pada tubuh untuk beregenerasi dengan cepat dan menghentikan pendarah, tetapi ketimbang obat untuk cedera, Obat Kulit lebih populer di kalangan Bangsawan untuk kecantikan."

Leo memikirkannya selama beberapa detik, lalu mengerti.

Dulu, Obat Kulit murni digunakan untuk pengobatan. Dengan perang yang tidak berkesudahan, cedera fisik tidak akan bisa dihindari. Hal ini yang membuat Obat Kulit sangat dibutuhkan, terutama bagi mereka yang mengalami cedera fisik yang serius dan harus menghentikan pendarahan luar.

Namun, situasi sekarang cenderung damai. Bila dosis pembuatan yang digunakan pada Obat Kulit diturunkan, memang cukup untuk membuat obat untuk kecantikan.

"Di kelas ini, kita akan belajar untuk membuat Obat Kulit yang sebenarnya. Mungil, kau tahu? Obat Kulit dalam bentuk Pil! Yang biasa digunakan para militer dan Kesatria bila melakukan ekspedisi!" senyuman Bastian merekah. "Harga Obat Kulit asli jauh lebih mahal ketimbang Obat Kulit untuk para Bangsawan."

Si perak tertarik. "Lebih mahal?"

"Ya," Pangeran negeri Yuron menyeringai. "Setiap ekspedisi atau kegiatan yang berbahaya, pasti akan mengalami cedera. Yah … teknologi medis kita sekarang sangat maju, tetapi bila mereka di dalam planet atau peradaban yang primitif? Kekurangan pertolongan pertama akan berakibat fatal. Karenanya, Pil Obat Kulit sangat mahal di pasaran. Harganya bisa mencapai 40 koin emas per butir!"

Seolah mendapatkan dorongan, pemuda Arya benar-benar bersemangat. Mata merahnya berbinar cerah memikirkan uang.

"Ketimbang Obat Kulit salep yang hanya akan dijual sekitar 2 atau 3 koin emas, Pil Obat Kulit jauh lebih baik! Yah … Salep juga populer, terutama untuk wanita bangsawan. Tetapi bukannya teknologi kesehatan sudah cukup baik? Mereka bisa menggunakan dokter kecantikan mereka tanpa harus melibatkan Penyihir, bukan? Kudengar di negara seperti Ion, para bangsawannya mementingkan kecantikan. Jadi, salep tingkat rendah banyak dicari oleh wanita bangsawan di sana."

Nada Bastian terdengar agak kurang menyenangkan.

Leo yang mendengarnya juga cukup merasa aneh.

Bagaimanapun, seorang Penyihir memiliki harga diri yang tinggi. Populasi mereka sedikit, setiap obat dan alat yang mereka ciptakan berharga. Namun mendengar bahwa mereka membuat obat kecantikan yang jelas-jelas bisa dibuat olah tenaga medis yang mumpuni …

Kenapa keberadaan Penyihir terdengar merosot?

Setelahnya, Bastian terus berbicara. Pemuda raven itu seolah tidak memiliki rasa lelah, apa pun akan menjadi topik pembicaraan yang panjang. Namun, dari mulut yang tidak henti mengoceh, Leo secara kasar mendapatkan banyak informasi perihal keadaan Penyihir zaman sekarang dan beberapa hal lainnya.

Karena itu, si perak sedikit pun, tidak menunjukkan tanda-tanda terganggu. Sebaliknya, ia mendengarkan dengan baik, membuat sosok yang tidak henti mengoceh, semakin bersemangat untuk terus berbicara.

"Leo."

Remaja An menoleh begitu merasakan seseorang menarik jubahnya dengan pelan.

"Guru sudah datang," Merci, yang sejak tadi diam dan mendengarkan, memberitahu Penyihir di sebelahnya.

Mendengarnya, sepasang netra refleks menatap ke depan. Menyadari ruangan yang ramai dan penuh dengan obrolan, secara perlahan berubah menjadi hening ketika sosok perempuan cantik dengan jubah berwarna Nila berjalan selangkah demi selangkah menuju podium. Sosok itu memiliki telinga runcing, dengan helai rambut ungu bergelombang yang dikuncir satu. Dengan sepasang netra yang senada dengan warna rambutnya, ras Elf yang menawan mampu mengundang banyak pasang mata untuk menatapnya.

Sosok tinggi dan langsing itu hanya mengaitkan jubah pada lehernya, menganggap jubah sebagai aksesoris sampingnya. Menyebabkan sepatu kulit selutut, celana krem panjang dan seragam merah maroon yang melekat pada tubuh itu terlihat dengan sempurna.

Begitu kuat, selayaknya seorang pejuang wanita. Tidak terlihat seperti seorang Penyihir lemah sama sekali.

"Halo, selamat sore," sapaan mengalun begitu saja saat Elf wanita telah sampai di atas podium. Suara seorang wanita yang jernih dan tegas mengalun. Dengan senyuman kecil yang lebih seperti godaan, Elf wanita menatap tajam ke seluruh ruangan. "Seperti biasa, aku akan memperingatkan semua orang yang berada di ruangan ini."

Menatap satu persatu orang-orang yang berada di meja mereka, seringai di wajah sang wanita semakin merekah. "Siapapun, yang telah memasuki kelas ini sebanyak 3 kali, bila kalian gagal hari ini untuk yang keempat kalinya, tidak diperbolehkan untuk masuk ke kelas ini kembali."

下一章