webnovel

13. Ekor

Panas, tidak nyaman, sesak.

Tiga perasaan itu menghantam, membuatnya meringkuk dan berkeringat. Napas terasa berat. Mulutnya terbuka—mencoba mengambil udara sebanyak mungkin. Namun tidak peduli seberapa keras ia mengambil napas, perasaan sesak di mana paru-paru seolah tidak mendapatkan pasokan oksigen tetap mencekik. Hal ini membuatnya merasa tidak nyaman, terlebih panas yang seolah memanggang—semakin lama, bukan rasa panas kembali yang terasa, tetapi perih dan sakit seolah-olah daging di tubuh telah dibakar oleh api yang berkobar.

Leo benar-benar merasa menderita. Ia tidak mampu menjerit mengungkapkan rasa sakit ini, di sisi lain juga tidak dapat menggerakkan tubuh. Persepsinya tentang dunia luar seolah diblokir.

Hal ini justru membuat Leo semakin merasa dicekik oleh rasa sakit. Namun samar-samar, ia selalu merasakan sesuatu masuk ke dalam mulut. Meski tidak dapat mengecap apakah sesuatu yang masuk adalah makanan atau bukan, cairan itu dengan mudah melewati lidah dan kerongkongan. Memberikan energi dan mengusir rasa lapar yang meremas perut.

Sungguh, ia tidak tahu sudah berapa lama waktu berlalu. Mungkin hanya beberapa detik, atau mungkin beberapa jam? Rasanya lebih dari itu. Sakitnya sungguh keterlaluan, membuat Leo tidak tahan. Ia ingin menjerit, menyudahi perasaan tidak nyaman ini, tetapi tidak bisa. Ia tidak bisa berbicara, melihat, atau mendengarkan. Bahkan untuk merasa, ia tidak bisa! Kelima indra terasa ditutup—memberikan perasaan ketakutan luar biasa kala kau bisa bernapas tetapi mendapati dirimu teredam di dalam kegelapan tanpa ujung dengan rasa sakit yang terus mengikis kewarasan.

Siapa pun, tolong, bunuh aku!

Bunuh aku! Kumohon, bunuh aku!

Leo menjerit, memohon kepada siapa pun untuk membunuhnya. Ia tidak tahan. Oh, sungguh, ia tidak tahan lagi …

Ia ingin mati. Ia hanya ingin mati …

Namun tidak ada yang mendengar permohonannya, tidak ada yang merasakan keputusasaannya. Hal ini membuat Leo semakin lama semakin merasa kepalanya akan pecah. Wajah-wajah yang memenuhi harinya kembali muncul di dalam kepala. Ekspresi dan setiap gestur mereka, senyuman dan dukungan mereka, kemarahan dan keputusasaan mereka …

Bahkan ekspresi wanita yang paling dibencinya muncul. Ketika wanita itu menatapnya dengan terkejut. Tertegu untuk beberapa detik sebelum akhirnya tersenyum dengan sepasang iris yang berkilau penuh kebahagiaan. Bibir itu terbuka, mengucapkan beberapa patah kata yang tidak mampu Leo ingat kembali. Namun ia cukup sadar. Itu adalah momen di mana mereka bertemu untuk pertama kalinya. Ketika kebencian dan permusuhan itu belum tumbuh.

Lalu semuanya berubah. Ketika secara perlahan semua terbuka dan seolah-olah tinta hitam sedikit demi sedikit masuk ke dalam sebuah adonan. Teraduk dengan apik dan menenggelamkan semua warna ke dalam warna hitam …

"Jadi, bagaimana perasaanmu?" wanita itu tertawa. Suara serak dan rintihan yang tercipta dari rasa sakit tidak menggoyahkannya untuk terus memuntahkan omong kosong. Sosok Kesatria level 10 yang jatuh—kalah melawan Penyihir level 10 yang merupakan keponakannya sendiri. "Kau berhasil mengalahkanku, tetapi kau … ahahaha tidak mungkin selamat! An Leo oh An Leo … ini bukan hanya akan menjadi kuburanku, tetapi juga kuburanmu."

Tidak ... aku sudah berjanji untuk hidup. Aku tidak akan mati bersamamu.

Leo ingin mengatakannya. Kemarahan yang meronta seolah mecengkram pernapasan. Ia sudah berjanji kepada dirinya sendiri untuk menang. Namun kemenangan tidak dengan mudah digapai. Energinya habis, kesadaran perlahan menghilang. Hanya satu yang dipikirkan Leo saat itu.

Mungkinkah kali ini ... ia benar-benar tidak bisa memenuhi janjinya?

Oh, Evelin dan Rika akan sangat marah. Kedua wanita itu mungkin akan mengamuk dan mulai menghancurkan apapun di sekitarnya?

[LEO!]

Deg.

Jantung sang kelabu terasa mencelos. Rasa sakit dan ketidaknyamanan mendadak menghilang. Menguap seolah tidak pernah ada. Namun sensasi dari menghilangnya penderitaan yang mencekik, membuat sang kelabu lebih ringan, lebih merasa ... bebas. Seolah-olah dirinya yang baru saja terikat dengan erat, ditutup dengan sedemikian rupa, pada akhirnya diberikan kelonggaran. Tali dilepas, pengekangan tidak lagi ada. Ia bebas, ringan, bisa kembali ... menguasai anggota tubuhnya sendiri.

Perlahan namun pasti, Leo juga mulai merasakan lingkungannya. Sesuatu yang dingin menyentuh kulit—basah dengan sedikit gelombang. Perasaan ini memberikan ilusi bahwa ia berada … di dalam air?

Perlahan, Leo membuka kedua mata. Pada awalnya, semua terlihat kabur. Hanya seberkas cahaya samar-sama terlihat. Namun ketika ia mengerjap dan menyesuaikan penglihatan, sebuah membran transparan terlihat. Bergelombang di atas sana dengan warna gelap dan cahaya yang samar-sama menembus menyinari.

Ia … benar-benar berada di dalam air?

Leo bingung bukan main. Sejak dulu, ia tahu bahwa dirinya bisa bernapas di dalam air, tetapi untuk sadar di dalam air … benar-benar di luar ekspetasinya. Terlebih sekarang dalam keadaan berbaring di dasar kolam.

Mengerjap beberapa kali, Leo menatap sekeliling. Kolam ini agak sempit, tetapi cukup dalam. Berbentuk lingkaran dengan kedalaman sekitar 4 atau 5 meter. Meski si kelabu bisa berbaring dan masih memiliki ruang untuk berenang, tetapi ruang lingkupnya sangat sempit untuk benar-benar bebas bergerak. Kolam juga terbuat dari tanah dan jelas bukanlah sesuatu yang terbentuk secara alami.

Jemari putih dan kurus menyentuh permukaan kolam yang keras. Terbuat dari tanah, bertekstur kasar tetapi cukup kokoh untuk bertahan dan menampung air. Permukaannya tidak meninggalkan noda lumpur pada jemari putih yang pucat.

Siapa yang membuat kolam ini?

Pertanyaan di benaknya terjawab dalam persekian detik. Wajah seorang pria tampan berhelai perak muncul begitu saja—menyadarkan Leo bahwa ia ... masih memiliki seseorang di sisinya.

Mendadak, perasaan tidak nyaman seolah meremas jantung. Sungguh, Leo ingat tujuannya mendekati Cosmos adalah untuk melindungi dirinya sendiri. Cosmos menganggapnya sebagai anak, jadi, Naga konyol itu merawatnya, melindunginya dengan sepenuh hati. Namun ia ... ia jelas hanya memanfaatkan Naga perak itu. Memanfaatkan kebodohannya untuk menipu sosok yang jelas, dengan tulus menyayanginya ...

Bagaimana bila Cosmos tahu bahwa ia bukan anaknya? Bagaimana bila Naga aneh itu tahu bahwa ia hanya menipunya? Apakah ia akan dibuang? Atau lebih buruk lagi ... ia akan dibunuh?

Sungguh, memikirkan kekecewaan Cosmos, membuat perasaan Leo tidak nyaman. Ia menggigit bibir bawah, menatap permukaan air dengan cemas. Bagaimana caranya ia berhadapan dengan Cosmos? Leo sungguh ingat Naga itu masih merawatnya dengan baik. Dengan sabar membujuknya untuk makan, dengan bodoh mencoba melakukan yang terbaik agar ... agar ia tetap hidup.

Leo memejamkan kedua mata kembali. Perasaan sesak kembali menghantam, mencekik kerongkongannya dengan mudah. Mendadak, ia disadarkan tentang satu fakta yang membuatnya merasa luar biasa. Mungkin saja ... mungkin saja, satu-satunya alasan kenapa ia cukup kuat menahan diri untuk tidak melakukan bunuh diri adalah ... naga itu. Naga konyol itu.

Sejak kapan ... Naga konyol ini begitu berharga? Sungguh, Leo tidak bodoh untuk tidak menyadari bahwa ia mulai menyukai Naga primitf itu. Cosmos adalah satu-satunya makhluk yang berinteraksi dengannya. Satu-satunya orang yang akan memeluk dan menjaganya sebagai harta yang paling berharga, merawatnya dengan sepenuh hati tanpa sedikitpun keluhan. Bukan hal yang aneh bila secara perlahan, Leo akan menerima keberadaan Naga konyol ini. Bagaimanapun, ia tidak sekejam itu untuk tidak merasakan kasih sayang tulus yang diberikan sang Naga. Namun ...

Tentu saja, semua itu di premis bila sang Naga tidak menganggapnya anak.

Untuk beberapa saat, Leo tidak bereaksi. Ia membuka mata dan menatap kosong ke bagian bawah tubuhnya.

Tidak ada sepasang kaki di bagian pinggang ke bawah. Hanya ada sebuah ekor yang mirip seperti ekor ikan. Ekornya sangat jelek. Berwarna putih selayaknya kulit miliknya, bentuk ekor lebih mirip seperti anjing laut, tetapi dengan sirip pada bagian ujung yang tajam selayaknya mata pisau. Tidak ada sisik. Sekali lagi, Leo benar-benar merasa ekornya jelek dan membuat sosok kelabu itu semakin dilanda perasaan tidak nyaman.

Ekornya tidak berkilau, tidak memiliki sisik yang berwarna-warni. Pucat dan jelek.

Leo ... mengerti mengapa ia berada di dalam air. Dengan ekor ikan, pikiran pertama Cosmos pasti membuatkannya sebuah kolam. Namun ... bukankah ini berarti memberitahu sang Naga bahwa ia bukanlah Naga seperti yang dipikirkan Cosmos?

Alis sang kelabu terpaut. Sepasang kelereng biru menatap ekor ikan yang begitu jelek. Sungguh, ia tidak menyangka akan menumbuhkan ekor. Bagaimanapun, hal ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Ia memang memiliki darah Mer dan Phoenix, tetapi fisiknya lebih menyerupai manusia. Ia tidak bisa menumbuhkan sepasang sayap, atau menumbuhkan ekor, tetapi ... tetapi sekarang, kenapa seperti ini?!

Perasaan marah dan kesal mendadak merayap. Menggerogoti hatinya hingga membuat sang Mer ingin menghancurkan sesuatu. Namun, mendadak ia lebih merasa putus asa ...

Oh, sungguh, kenapa harus di saat-saat seperti ini ...

Menatap permukaan air di atasnya, dapat Leo rasakan jantungnya berdentum dengan cemas. Perutnya bergeliat gugup. Takut luar biasa dengan reaksi yang akan ia hadapi dari sosok yang selalu mengaku sebagai Papanya. Astaga ... ketika menghadapi Kesatria Level 10 dengan niat mati, Leo tidak pernah merasa gugup! Namun ... pada akhirnya, ia tidak bisa lari, bukan? Nasi telah menjadi bubur, ia ... harus menghadapi Naga Perak ini dengan baik.

Mencoba meyakinkan dirinya sendiri, Mer berambut kelabu menarik napas panjang, lalu menghembuskan banyak gelembung dari hidungnya. Ia kembali mendongak, menatap permukaan air yang berkilau, sebelum akhirnya mengibaskan ekor dan muncul ke permukaan air.

[Baby?]

Deg!

Jantung sang kelabu mencelos. Suara yang familier masuk ke indra pendengaran, sukses membuat tubuh sang Mer kaku. Sungguh, ia hanya berniat mengintip dengan sedikit memunculkan kepalanya, tetapi kenapa mendadak Naga ini muncul?!

Sosok yang familier berdiri di mulut gua. Sosok jangkung itu berdiri membelakangi cahaya, memberikan siluet seorang pria berambut perak yang luar biasa tampan dan indah. Sepasang netra emas membola--tertegu di tempat tanpa sedikitpun pergerakan. Tubuhnya yang kaku membuat sang Naga lebih terlihat seperti patung ketimbang makhluk hidup.

Dalam persekian detik, sepasang biru dan emas bertemu, menghantarkan gelombang kejut berbeda frekuensi yang sukses, membuat kedua belah pihak tidak bergerak. Hingga beberapa detik kemudian, seolah tertampar, ekspresi Naga perak itu berubah.

[Baby, Baby sudah bangun?] Ada nada antusias yang memenuhinya. Penuh dengan kejutan, penuh dengan perasaan yang begitu luar biasa. [Apa—jangan keluar dari air!] seolah menyadari sesuatu, Naga perak mendadak berseru dengan panik. Sebelum Leo bisa memikirkan apapun, mendadak, sosok perak bertubuh jauh lebih besar masuk ke dalam kolam—menarik tubuh kurusnya untuk kembali tenggelam.

Eh?

Leo tercenga. Tubuhnya dengan mudah diraih oleh sepasang lengan kekar dan ditenggelamkan begitu saja. Bingung bukan main, kepala kecil mendongak, mengerjap beberapa kali untuk melihat sepasang iris emas yang balas menatapnya. Dengan mudah, sang Penyihir melihat kepanikan dan ketakutan yang tercetak jelas di sepasang iris sewarna cahaya matahari itu.

Dalam persekian detik, Leo langsung mengerti.

Naga ini membuatkannya kolam karena berpikir bahwa ia adalah ikan dan ... melihatnya muncul ke permukaan air, bukankah Naga ini mengira ia akan kesakitan dan tidak bisa bernapas? Dengan kata lain ... Cosmos ... masih mengkhawatirkannya?

Perasaan sakit langsung menghujam. Harapan dan kesedihan membuncah, membuat kerongkongan terasa tercekik. Leo membuka, lalu menutup mulutnya. Namun, pada akhirnya, setelah mencoba untuk berbicara, tubuh kecil itu hanya bisa memuntahkan satu kata dalam bahasa ras Naga.

[Pa ... pa ... ] suara itu seperti bisikan, gemetar dan penuh keraguan. Namun, Cosmos mendengarnya dengan jelas. Meski tidak secadel dan penuh energi seperti biasanya, tetapi suara itu sukses membuat sepasang kelereng emas berkilau cerah. Penuh kebahagiaan yang meluap tanpa bisa ditahan.

Cosmos membuka mulut, tetapi ia tidak bisa berbicara di dalam air. Jadi, ia hanya bisa membuka mulutnya dan dengan pelan, berbicara tanpa suara. Bagusnya, Leo masih bisa membaca pergerakan bibir tipis itu.

Satu kalimat terbentuk. Sukses membuat Leo tertegu selama persekian detik, sebelum akhirnya sepasang kelereng biru itu memerah. Tanpa ragu kembali, kedua tangan kecil dan kurus terulur, memeluk leher pria berhelai perak dengan erat.

[Baby ... Papa merindukanmu]

Aku juga sangat merindukanmu ... sangat, sangat merindukanmu!

Sungguh, Leo tidak bisa bersuara. Ia tidak berani berbicara dan membiarkan Cosmos tahu betapa ...

Betapa ia sangat bahagia.

Mempererat pelukannya, kepala kecil terkubur di ceruk leher sang pria—mencoba menyembunyikan perasaan lega dan bahagia yang seolah mengangkatnya ke langit. Ia berbeda. Cosmos jelas tahu bahwa ia bukanlah ras Naga, tetapi ... Naga konyol ini masih menerimanya. Menganggapnya sebagai keluarganya, menganggapnya sebagai anak, masih ... memanggilnya Baby.

Untuk pertama kali di dalam hidupnya, Leo merasa panggilan Baby ... terdengar sangat berharga.

Leo, jangan remehkan perasaan Papamu, okay baby? 0w<

AoiTheCielocreators' thoughts
下一章