webnovel

Salah Sangka

Akhirnya Miko membawa pacarnya ke taman. Saat pagi di hari libur begini taman terbuka hijau khususnya banyak pengunjung. Taman ini lebih besar dibandingkan taman-taman lain yang ada di kabupaten ini.

"Kita sudah sampai Sayang."

Ndari bergegas turun, berjalan-jalan lebih dulu saat kekasihnya memakirkan montor. Beberapa anak kecil tampak berkeliaran, bercanda dengan teman-teman sepantaran mereka. Saling usil satu sama lain dan kemudian tertawa bersama.

"Hehehe enak ya jadi anak kecil," lirih Ndari samar.

"Apa Sayang?" Tiba-tiba pria itu sudah berdiri di sampingnya.

"Itu lho, bocil-bocil. Enak banget jadi mereka. Masih polos, lugu, belum memikirkan apa-apa hehe."

"Jadi kamu mau kembali kecil lagi?"

Terdengar embusan napas kasar keluar sembari sekilas melirik, "Andai waktu bisa diputar kembali. Aku mau kok jadi kecil lagi."

Ada raut sedih tersorot di bagian wajah cantiknya. Namun, tampak wanita itu berusaha untuk tegar dengan tetap tersenyum. Miko masih saja mengamati paras ayu yang tampak layu.

"Ya kalo aku sih, tetap enggak mau kalo waktu diputar kembali. Cicilanku enggak bakal lunas," sahutnya nyengir.

"Hahaha enggak gitu juga maksudku, Mik!"

Sepasang kekasih itu ngakak bersama.

"Kan tadi kamu bilangnya, andai waktu bisa diputar kembali. Ya, aku yang kasihan. Cicilannya enggak lunas-lunas hahaha."

Masih tampak senyum menis di bibir Ndari. Ditambah senyum kekasihnya, membuat tak henti senyum. Kekasihnya selain tampan juga manis. Satu lagi yang menjadi daya tarik yakni giginya yang gingsul. Benar-benar penuh syukur memilikinya.

"O ya, ngomong-ngomong emang kamu punya cicilan, Mik? Cicilan apaan?"

"Rahasia lelaki."

"Ya elah gitu dong, rahasia lelaki!" seru Ndari mendorong sebelah sisi lengan pria yang sok gaul di sampingnya.

"Hehe … biasalah, anak cowok. Cicilan montor."

Ndari mengerutkan kening, matanya menyelidik, apakah yang dikatakan kekasihnya benar? Ah, sepertinya tidak. "Kamukan kaya, ngapain cicil montor? Bisa aja kamu kalo bercanda."

"Yang kaya itu Ayahku."

"Aku serius, Mik."

"Sama aku juga, serius."

"Aku enggak percaya."

"Ya udah."

Hah! Mulut Ndari tergangga. Tak habis pikir Miko menyerah begitu saja beradu mulut dengannya. Dua mata mereka saling pandang melempar tanya, satu sama lainnya.

"Kenapa?" tanya Miko kalem.

"Kok kamu bilang ya udah, sih. Harusnya jelasin supaya aku percaya, kalo emang bener montor itu cicilan. Eh, montor itukan, atau montor lain?" Tunjuk Ndari pada montor yang terparkir di antara montor lain.

Wajah Miko menoleh, mengamati sepeda montornya dan mengangguk.

"Iya, montor itu. Lagian ngapain harus dijelaskan kamunya saja udah enggak percaya duluan."

"Ya enggak gitu maksudku Mik, kamu tahu sendiri kalo bicara dengan cewek harus ada bukti. Pahamkan!"

Bukannya menjawab, pria itu malah melangkah membuntut dua wanita yang tengah melintas. Tak hanya dua wanita itu, ada banyak sepasang kekasih yang jogging di taman ini.

"Eh, Mik. Tunggu!"

"Ayo, lari-lari."

Miko sudah setengah lari-lari kecil. Ndari malah ngos-ngoson mengejarnya, padahal enggak jauh lho jarak mereka. Faktor lama tak olahraga, lari sedikit langsung kecapekan.

"Kamu aja yang lari, aku jalan," sahut Ndari mengontrol napas.

Pria itu tersenyum sembari membalikan jempol tangan, "Kejar aku, Ndari sini haha."

"Hah, kejar?" Ndari mengelengkan kepala.

Tak ingin diremehkan tentu dirinya harus berusaha mengejar. Setelah napasnya kembali setabil. Langsung saja kakinya melangkah. Tentu dengan jenjang lagkah yang lebar sangat cepat menyusul.

Miko yang menyadari langsung mengubah pola lari. Mempercepat agar tidak terkejar. Ndari berhenti, memutuskan berjalan dengan napas yang masih tersengkal. Menegpalkan tangan ke arah kekasihnya. Pria itu tampaknya tidak takut. Malah menjulurkan lidah mengejek, "Aissh, sial. Aku harus kejar lagi dia!"

Dengan penuh semagat Ndari kembali berlari. Cepat dan lebih cepat lagi sampai hilang kendali dan bruk!

"Aawww …."

Posisi badannya saat itu tengkurap. Lututnya sakit, begitu juga dengan siku bagian tangan. Bergegas ia duduk dan istirahat sejenak. Untung saja tak ada yang melihat. Jelas malu dong kalo ada yang melihat.

"Ih, sensitif banget. Jatuh gitu aja berdarah," keluh Ndari mengomentari tubuh sendiri.

Setelah napas kembali normal langsung beranjak bangkit. Namun, kali memilih untuk berjalan karena mengingat lutut yang masih sakit, serta bagian siku perih.

Merasa ada yang aneh. Padahal sedari tadi Miko memilih berjalan tetapi kekasihnya tak kunjung kelihatan. Apa jangan-jangan itu cewek sengaja buat enggak ngejar.

"Tapi tadi sempat mengepalkan tangan. Artinya … dia menerima tantangan untuk mengejar. Lagian tadi juga lari," lirih Miko yang terus menoleh melihat ke belakang.

Brukkk!

Miko kaget, tak sengaja menubruk seseorang saat menoleh ke belakang. Larinya jadi tak fokus. Wanita yang ditabraknya itu terjatuh. Sepertinya ia menahan sakit karena telah menubruk tubuh kerasnya. Bukannya malah menolongi, pria itu malah melonggo. Bingung dengan apa yang harus dilakukan.

"Woy, bantuin dong!" teriak gadis itu tak terima.

"E- e, aduh-aduh maaf ya, Mbak." Langsung dijulurkannya tangan untuk membantu bangkit.

Saat ditarik bangkit, wanita itu malah terpana. Tak berkedip sedikitpun melihat keindahan cipatan Tuhan. Benar-benar tampan luar biasa. Tak terasa bibir tipis mungil miliknya mengembang. Terlihat senyum indah bercampur degup jantung yang kencang. Miko yang ilfeel spontan melepaskan tangannya dan tentunya wanita itu kembali jatuh.

"Aduh …" keluhnya meringis karena sakit, "kamu ini bagimana sih, nolongi enggak ikhlas!"

"Ma-maaf Mbak, sini saya bantu lagi," sahutnya meringis.

"Mbak, Mbak … emang aku ini Mbakmu apa!" bentaknya.

"Saya sadar salah dan meminta maaf, Kak." Miko kembali mengulurkan tangan.

Tanpa disadari Ndari menyaksikan keduanya. Sontak bibirnya meringis, ada getir kekecewaan dalam batin. Sakit pastinya. Pacar sendiri jatuh diabaikan. Wanita lain malah ditolong.

"Aduh …" keluh Ndari memegang dada, "kenapa sih harus sesakit ini, melihat pacar bersama cewek lain."

Bulir air mata berhasil meleset jatuh. Ndari tertawa bercampur kaget, bisa-bisanya air mata jatuh. Cengeng sekali hanya karena melihat hal seremeh itu. Sialnya lagi, keduanya malah saling pandang cukup lama. Wanita yang ditolong Miko mencari kesempatan. Dengan jatuh dipelukan pria tampan yang menolongnya.

"Sorry Mbak … jaga jarak." Spotan didorong namun masih berusaha dipegang pada bagian lengan. Hal ini untuk menghindari wanita itu jatuh untuk yang kedua kali.

"E- terima kasih ya, kamu sudah mau nolongi aku. Namanya siapa?"

"Iya."

Miko bergegas melangkah mundur karena merasa risih. Namun, dirinya malah terkejut bukan main saat menginjak sesuatu.

"Ndari, sejak kapan kamu berdiri di sini?"

Kedua bola mata membulat hebat, panik dan takut kekasihnya salah sangka. Ndari hanya nyengir, mengejek sembari melipat tangan.

"Apa pertanyaanmu lebih peting daripada mengangkat kakimu lebih dulu."

"Astaga!" seru Miko kaget dan langsung memindahkan kaki, "Sorry Sayang aku enggak sengaja, soalnya tadi-"

Tak menyahut malah memilih mendekati wanita itu. Matanya mengamati sebari mengeliling, "Cantik juga selingkuhanmu!"

"Ndari dengarkan aku. Ini tak seperti apa yang kamu pikirkan."

"Pantes larinya kenceng banget, ternyata selingkuhannya di sini hehe. Udah berapa tahun Mbak, jadi selingkuhannya dia?"

"Dua tahun …" sahut wanita itu spontan.

"2 tahun? Yang bener!"

Ndari kaget memelotot.

"E- du-dua bulan hehe," ralat wanita itu sedikit cemas salah menjawab.

"Hebat juga ya," lirih Ndari yang menatap tajam Miko.

Kakinya memilih melangkah pergi. Namun, saat Miko berulang kali teriak tak dipedulikan.

"Ndari dengarkan aku, ini tak seperti yang kamu bayangkan!"

下一章