webnovel

Menjaga Dengan Elit

Unaya berjalan menjauhi pintu kamar Jeka, suara olokan teman-teman pemuda itu terus memenuhi telinganya. Yang paling menyebalkan adalah saat suara tawa Jeka ikut bercampur jadi satu seolah menyukai jika dirinya dijodoh-jodohkan dengan Juwi. Kalau sudah seperti ini apa benar Jeka masih mencintainya? Masih berharap mereka sama-sama? Apa ia juga terus maju untuk memperjuangkan cinta sejatinya? Jujur Unaya jadi ragu.

Mood gadis itu anjlok seketika, ia berjalan cepat menuju kamar Jeni. Udah gak sudi pakai kamar cowok tukang kibul kayak Jeka. Harusnya Unaya sadar dari awal, ada gadis secantik dan seperfect Juwi disamping Jeka selama ia di Singapura. Masa iya Jeka gak tergoda?

"Semua cowok tuh sama aja, buaya! Bilang sayang gak cuma kesatu cewek. Hilihhh... bullshit!". Umpat Unaya sembari membuka kamar Jeni begitu saja, kemudian membanting tas dan berkas yang ia bawa. Tak lupa terjun bebas keatas kasur tanpa menghiraukan siempunya kamar yang menatapnya dengan bingung.

"Kak Una no have akhlak". Gerutu Jeni. Gadis manis itu sedang berkutat dengan buku paketnya. Kehadiran Unaya sukses membuat fokusnya buyar. Terlebih Jeni tidak bisa konsen belajar kalau ada orang lain dikamarnya, ia butuh kesendirian.

"Samlekum! Mulai hari ini aku tidur sama kamu! Gak usah banyak tanya karena aku lagi puasa ngomong!". Cerocos Unaya cepat-cepat karena Jeni hendak menginterupsi. Tahu jika Kakak nya sedang dalam mood kurang baik, maka Jeni mengalah. Gadis itu keluar dari kamar untuk memberikan waktu Unaya sendirian tanpa mengatakan apapun.

Sepeninggal Jeni, Unaya mulai gila. Gadis itu menghentak-hentakan kakinya diatas kasur sembari melempar bantal kesegala arah. Ia merasa telah menjadi gadis terbodoh sedunia. Unaya mengira Jeka masih punya rasa padanya untuk itulah kemarin ia mengatakan hal yang tidak masuk akal; mau melepaskan mas tunangan demi balikan sama Jeka.

"Sumpah malu banget gue. Tuh cowok pasti dalem hati ngetawain. Atau jangan-jangan...". Unaya membulatkan matanya kemudian bangkit dari tidurnya setelah otaknya menerjemahkan sesuatu.

"Jeka sebenarnya cuma mau balas dendam ke gue karena ditinggal pas lagi sayang-sayangnya. Dia sengaja ngebaperin gue terus setelah itu gue bakal dibuang. Dan gue ngerasain hal yang sama kayak dia?". Gumam Unaya sembari membekap mulutnya.

"Gila! Kok gue gak mikir sejauh itu sih sebelumnya. Fix! Jeka emang brengsek! Lupa gue dia dulu bangsatnya kayak apa!..". Unaya terkekeh sinis.

"Sorry-sorry aja! Gue udah bisa baca niat licik lo Jek! Aukkk ahhhh! Mending gue terima aja semua Job biar sibuk dan gak ada waktu buat mikirin cowok jahat itu!". Kini otak Unaya hanya dipenuhi hal-hal negatif soal Jeka. Maklum efek cemburu buta sampai gak bisa mikir secara logis.

--Ex-Bangsat Boys--

"Unaya mana sih? Di chat gak bales, ditelepon gak diangkat". Gerutu Jeka sambil utak-atik hape. Sudah puluhan pesan ia kirimkan pada Unaya namun gadis itu sama sekali tidak merespon, padahal online. Gimana Jeka gak khawatir kalau Jun bilang gadis itu sudah pulang dari beberapa jam yang lalu? Mau istirahat jadi gak tenang kalau belum dengar kabar dari Unaya.

"Lagi sama Mas tunangan kali ya? hmmm nasib jadi simpanan harus siap dinomor duakan". Keluh Jeka sambil manyun. Duhh.. orang ganteng lho dijadiin yang kedua. Pemuda itu menatap langit-langit kamar, tiba-tiba fikirannya berkelana. Sudah siapkah ia menikung Unaya? Dari awal lagaknya memang mau mencari peluang, disaat peluang itu terbuka lebar ia justru dibuat dilema. Dosa gak sih rebut tunangan orang? Dia bakal dapet karma gak ya? Hubungannya sama Unaya kedepannya bakal lancar gak ya kalau cara bersatunya dengan mematahkan hati orang lain?

"Harusnya gue rebut dia dengan cara yang gentle, bukan dengan cara murahan kayak gini". Batin Jeka. Karena suntuk dikamar seharian, pemuda itu memutuskan keluar kamar untuk mengambil minum. Lagi sakit tapi pemuda itu malah shirtless, dengan santainya melenggang menuju dapur sembari memamerkan tatto dan roti sobeknya yang aduhai.

Sampai didapur, Jeka mendapati presensi gadis yang sedari tadi memenuhi pikirannya. Senyum manis mengembang dibibirnya, ia berjalan perlahan mendekati Unaya yang tengah memunggungi dirinya. Gadis itu sedang memasak sesuatu. Dilingkarkan tangan besarnya ke pinggang Unaya. Unaya membeku ditempat beberapa detik sebelum melepaskan pelukan Jeka dengan sedikit kasar. Gadis itu bahkan tidak mau membalikan tubuhnya hingga membuat Jeka membisikkan sesuatu ditelinganya.

"Dari mana aja sih tuan putri, pangeran udah nunggu dari tadi". Unaya mengepalkan tangannya menahan amarah. Nyesek kalau ingat soal tadi, rasanya mau meledak tapi ia tidak mau mempermalukan dirinya sendiri dihadapan Jeka.

"Gue gak suka dipanggil kayak gitu!". Ujarnya ketus tanpa repot-repot menatap Jeka.

"Kenapa? Kan itu panggilan special dari gue. Ahhh... tuan putri kan panggilan pas SMA, pas masih kecil. Sekarang udah gedhe, berarti dipanggil queen? Atau yang lebih manis kayak honey, baby, my love...".

"Gak usah manggil gue dengan panggilan special, kalau panggilan itu gak cuma buat gue!". Potong Unaya galak. Gadis itu kini memberanikan diri untuk menatap Jeka. Jeka mematung setelah menangkap sorot terluka dari mata Unaya.

"Gue salah apa?". Jeka meraih tangan Unaya namun langsung ditepis kasar. Gadis itu mematikan kompor sebelum menyahut.

"Lo gak salah, gue yang kebaperan. Lupain kata-kata gue kemarin, gue gak serius. Gue sengaja masakin lo, jangan lupa dimakan biar punya tenaga buat nyakitin gue". Kata Unaya sarkas sebelum berlalu namun buru-buru ditahan oleh Jeka.

"Kenapa?". Tanya Jeka datar. Ia sungguh tidak mengerti maksud perkataan Unaya. Kenapa tidak langsung menjelaskan permasalahannya? Kenapa harus melempar kode? Plisss Jeka belum khatam bab kode-kode wanita.

"Kenapa apanya?".

"Kenapa lo mendadak jutek, terus kenapa ngomong kayak gitu?". Unaya mendengus kemudian menatap wajah sok polos Jeka dengan sebal.

Jeka; gue salah apa?

"Pikir aja sendiri, masih punya otak kan?! Apa perlu gue beliin di rumah makan padang?". Ujar Unaya sadis kemudian bergegas pergi. Jeka melongo, astaga jahat banget mulutnya. Alhamdulilah Jeka masih punya otak kok, harusnya Unaya tuh yang perlu dibeliin hati di rumah makan Padang. Ngomong lancar banget kayak gak punya hati. Poor Jeka!

--Ex-Bangsat Boys--

Masih dalam mode perang dengan Unaya. Jeka tengah merokok di balkon sambil memikirkan penyebab Unaya marah. Perasaan ia tidak berulah dan melakukan hal yang aneh-aneh. Setelah sekian lama menelaah kalimat Unaya yang berbunyi; gak usah manggil gue pake panggilan special kalo panggilan itu gak cuma buat gue... Jeka baru sadar dan ingat kalau tadi sempat manggil Juwi tuan putri. Gak nyangka kalau Unaya sempat nguping dan pasti tahu kalau ia sempat dijodoh-jodohin sama Juwi. Wajar sih gadis itu cemburu, maklum cewek kan hobi overthingking. Tak heran kalau kejadian bercandaan tadi sukses membuat Unaya ngamuk.

"Gue harus jelasin nih sebelum dia tambah mikir yang aneh-aneh". Gumam Jeka yang hendak menemui Unaya namun sebuah mobil yang masuk pekarangan rumah membuatnya urung. Mobil asing yang tak Jeka ketahui siapa pemiliknya. Jeka terus menyoroti mobil itu hingga seseorang keluar dari sana. Seorang pemuda yang berpenampilan rapi, berkacamata. Jeka ingat betul siapa sosok itu...

"Mas Guan". Tatapan Jeka beralih pada sosok gadis cantik yang kini sudah terbalut gaun mewah. Gadis itu memeluk pemuda berkacamata itu hingga membuat tawa sinis keluar dari bibirnya. Katanya mau berjuang bareng-bareng, mau ngelepas Mas tunangan? Lha kok...

"Cihhh! Jadi gue cuma pelarian?!". Desis Jeka. Pemuda itu menyoroti Unaya tanpa kedip, menatap senyum gadis itu yang ditujukan pada Guan, serta gandengan manja gadis itu dilengan Guan. Sumpah Jeka benci melihatnya!

Merasa ada yang memperhatikan, Unaya mendongak keatas dan tanpa sengaja beradu tatap dengan Jeka. Hanya beberapa detik karena setelahnya Jeka tersenyum sinis sembari mengatakan bangsat tanpa suara. Pemuda itu menyingkir saat Guan mengikuti arah pandang Unaya.

"Lihat apaan sih?". Tanya Guan yang membuat Unaya sontak gugup.

"Hah?! Gak lihat apa-apa kok, udah yuk berangkat. Keburu acaranya mulai". Unaya bergelanyut dilengan Guan dan menarik pemuda itu pelan menuju mobil. Malam ini gadis itu hendak menemani Guan keacara pesta ulang tahun Papa pemuda itu. Disana sudah pasti banyak orang-orang penting dan terhormat yang datang. Tadinya Unaya hendak menolak, namun karena sedang badmood maka ia pikir tidak ada salahnya untuk datang ke pesta. Siapa tahu penatnya hilang begitu bersenang-senang.

Tapi tawa sinis Jeka tadi justru membuatnya kepikiran. Kenapa sih harus kepikiran? Bukannya dirinya yang harusnya marah? Biar tahu rasa Jeka salah siapa sok tebar pesona dan genit! Namun memang kejadian tadi membuat pikiran Unaya tak karuan, gadis itu justru melamun diacara pesta. Tidak ada gairah, bahkan diajak ngobrol responnya aneh.

"Unaya? Kamu mikirin apa sih?! Ditanya apa, jawabnya apa. Aku malu sama rekan bisnis Papa". Tegur Guan yang kini mengajak Unaya keluar dari hotel tempat berlangsungnya pesta.

"Hah! Apa? Gimana Mas? Loh kok kita ada diluar? Pestanya?". Tanya Unaya kebingungan, baru sadar kalau sudah ada di luar hotel. Guan menarik nafas panjang mencoba meredam emosinya.

"KAMU KALAU GAK NIAT DATANG KE PESTA ULANG TAHUN PAPA-KU BILANG! DARIPADA BIKIN MALU!". Bentak Guan hingga orang-orang yang lewat menjadikan mereka tontonan. Unaya sudah tidak kaget dengan bentakan Guan, ia justru khawatir karena direkam oleh orang-orang itu.

"Itu bukannya Una Frozen, siapa tuh yang bentak-bentak? Kasar banget. Pacarnya kah?". Bisikan mulai terdengar dan membuat Guan tidak nyaman apalagi Unaya.

"Viralin yuk! Biar cewek-cewek sadar kalau cowok ganteng gak selalu berakhlak mulia". Kata seorang jamet sambil mengarahkan ponselnya kearah Unaya dan Guan.

"Haishhh! Kamu pulang aja! Aku mau masuk!". Kata Guan ketus kemudian masuk kembali kedalam hotel. Sungguh tidak gentle meninggalkan gadis malam-malam dengan gaun terbuka dicuaca dingin seperti ini.

"Gila, si Una Frozen habis open BO kali ya? Gak memuaskan makannya dibuang hahaha". Komentar jahat mulai terdengar.

"Udah semiskin itukah sampai jual diri?". Mata Unaya berkaca-kaca, gadis itu sungguh tidak kuat mendengar komentar jahat dari warga plus enam dua didepannya ini. Sedih sampai dituduh jual diri, padahal mereka gak tahu apa-apa tapi asal nge judge. Gadis itu langsung berlari menjauhi kerumunan dengan berderai air mata. Bukan sikap Guan yang membuatnya sedih, justru penilaian orang lain tentang dirinyalah yang membuatnya hancur sekali.

Ia berhenti di depan kedai kopi yang bertuliskan close dan duduk di depan pintu sambil meremat gaun yang dipakainya.

"Gue emang bukan cewek baik, tapi gue gak seburuk itu. Gue gak ada pikiran buat jual diri.. hiks..". Isak Unaya dengan wajah yang semakin basah.

Sementara itu Jeka tengah nongkrong di kedai kopi Juwi. Ia datang dari jam tujuh sampai kedai kopi tutup, hanya diam sambil menyeduh kopi dan dengan setianya Juwi menemani pemuda itu dalam keheningan. Pikiran Jeka berkelana kemana-mana, sakit hati sudah pasti. Ia dijanjikan sesuatu yang indah oleh Unaya tapi ternyata hanya semu. Meski begitu ia akan tetap menjelaskan kesalahpahaman diantara mereka. Soal hati itu belakangan, yang penting jangan sampai Unaya menaruh stigma negatif tentangnya.

"Jadi kamu kesini cuma mau cosplay jadi patung?". Tanya Juwi memecah keheningan yang disambut kekehan oleh Jeka.

"Sorry, aku cuma lagi mikir aja. Rumit sih ini Wi". Jeka mulai curhat.

"Soal?".

"Unaya".

"Unaya kembaran kamu? Kenapa dia?".

"Sebenarnya dia bukan kembaran aku". Ungkap Jeka pada akhirnya. Sudahlah biar Juwi tahu sekalian, biar Juwi juga tahu kalau ia teramat mencintai gadis yang bernama Unaya itu.

"Hah?! Gimana sih Jek? Aku bingung. Kalau dia bukan kembaran kamu, kok kalian tinggal bareng?". Sumpah Juwi shock mengetahui kebenaran ini. Kalau Unaya bukan kembaran Jeka, kok mukanya mirip banget?

"Dia tuh anaknya Mama tiri aku, kita saudara tiri tapi aku cinta sama dia".

"Hah?!". Juwi shock part dua.

"Aku gak heran sama reaksi kamu. Tapi yang penting sekarang aku mau kamu jelasin ke dia kalo kita gak ada hubungan apa-apa. Capek aku dia cemburu mulu sama kamu". Kata Jeka sambil acak-acak rambutnya. Juwi terkekeh geli, oh jadi alasan Unaya judes padanya tuh karena cemburu? Wkwk lucunya...

"Duh.. ya ampun pantes aja tiap ketemu Unaya judes mulu. Ternyata itu alasannya. Beres itu sih, dengan senang hati aku pasti bantu jelasin". Kata Juwi dengan tulus.

"Thanks ya Wi, temen terbaik emang". Sahut Jeka sembari mengacak rambut Juwi dengan gemas.

"Pulang yuk...". Ajak Jeka. Pemuda itu bangkit dan merapikan barang-barangnya. Karena sudah membuat Juwi pulang telat, maka Jeka bertanggungjawab dengan mengantarkan gadis itu pulang.

"Sebentar mau bungkus kopi dulu, cuaca lagi dingin". Kata Juwi kemudian bergegas masuk kedalam dapur untuk membungkus kopi.

"Aku tunggu didepan". Teriak Jeka.

"Oke".

Jeka menyulut rokok sembari berjalan menuju pintu kedai. Begitu ia membuka pintu, sosok gadis berpunggung mungil mengejutkannya. Punggung gadis itu bergetar.

"Permisi, kenapa duduk didepan pintu?". Tegur Jeka lembut.

Sosok gadis berpunggung mungil alias Unaya itu pun mendongak dengan wajah basahnya, masih terdengar isakan kecil dari mulutnya. Namun begitu melihat sosok Jeka, Unaya langsung terbelalak. Ia sontak berdiri dan menunjuk Jeka beberapa kali.

"L-lo ngapain disini?". Tanya Unaya tergagap-gagap.

"Lah lo ngapain disini? Nangis lagi, siapa yang bikin lo nangis? Sini kasih tahu!". Kata Jeka nge-gas. Rokok yang baru ia hisap sekali sudah terkapar mengenaskan di jalan.

"Gue gak apa-apa! Gue mau pulang, ngantuk". Unaya buru-buru pergi namun Jeka sudah lebih dulu menahan lengan gadis itu.

"Tunggu disini, gue anterin pulang". Belum juga Unaya sempat menolak Jeka sudah lebih dulu masuk ke dalam kedai untuk pamit pada Juwi. Maksudnya pamit anterin Unaya pulang dulu baru anterin Juwi.

"Duhhh... gimana nih? Malu banget gue ketahuan nangis didepan kedai. Lagian nih kedai tulisannya tutup tapi kok ada orangnya sih?!". Gerutu Unaya sampai Jeka keluar lagi sambil membawa secup kopi panas.

"Nih diminum. Lo gila ya malem-malem pakai baju kebuka terus duduk didepan tempat sepi. Kalau ada yang jahatin gimana? Eh, lo belom kasih tahu siapa yang bikin lo nangis! Si kaleng roti itu kan pasti?!". Omel Jeka mulai emosi.

"Gue gak apa-apa Jeka! Lo gak usah perhatian ke gue! Ntar gue baper!". Rengek Unaya yang membuat bibir Jeka berkedut menahan tawa.

"Udah ayo balik!". Ajak Jeka sok cuek.

"Gak mau! Gue bisa balik sendiri!". Tolak Unaya.

"Hih! Gengsian banget sih lo. Udah lo tinggal duduk manis, gue yang nyetir". Paksa Jeka.

"Gak mau! Gue mau naik taksi aja". Tolak Unaya keukeuh.

"Mana ada taksi jam segini yang lewat? Udah gak usah bandel!".

"Loh Jeka kok belum anterin Unaya balik?". Ditengah berdebatan itu si bidadari muncul. Unaya memicingkan matanya, Juwi didalam kedai sama Jeka? Berduaan? Terus kedai ditulisin close, waduh ngapain tuh didalem?

"Loh, kan aku suruh kamu nunggu didalem, aku anterin Unaya bentar kok".

"Gak usah, aku bisa pesen taksi online. Unaya kamu gak dingin apa pakai baju kebuka malem-malem gini? Nih pake cardigan aku". Kata Juwi sembari mengulurkan cardigan warna ungu pada Unaya. Dasarnya Unaya terlanjur benci Juwi, alhasil niat baik gadis itu langsung ditolak mentah-mentah.

"Gak usah! Lo juga gak usah anterin gue balik! Sorry ganggu!". Ujar Unaya ketus kemudian pergi begitu saja. Sungguh sakit hati Unaya, apalagi membayangkan kejadian yang tidak-tidak.

"Hikss... Jeka kebangetan! Dia lupa kali ya udah grepe-grepe gue? Eh dia juga grepe cewek lain". Isak Unaya sambil menendang-nendang udara yang kosong.

"Unaaaa!!! Unaayaaa!!!". Panggil Jeka frustasi. Mau ngejar Unaya tapi gak tega ninggalin Juwi sendirian.

"Udah sana, kamu kejar Unaya. Bahaya loh udah malem gini dia jalan sendirian". Kata Juwi.

"Lah terus kamu gimana?".

"Taksi aku udah mau dateng, udah sana buruan". Juwi mendorong-dorong pundak Jeka. Jeka sedikit menimang sebelum memutuskan untuk mengejar langkah Unaya.

Unaya terus menggerutu disepanjang jalan, gadis itu bahkan tidak menyadari jika sedari tadi Jeka mengikuti langkahnya dari belakang. Jeka memutuskan untuk tidak memaksa gadis itu, yang paling penting memastikan tuan putrinya dalam keadaan baik-baik saja. Meski Unaya nanti dapat taksi pun Jeka tidak akan membiarkan gadis itu menaikinya. Ini sudah malam, kalau supir taksinya nyamar jadi orang jahat gimana? Oke lebay, tapi Jeka wajib waspada.

Sinyal bahaya terlihat, sekumpulan orang mabuk dipinggir jalan mulai menjadikan sosok Unaya pusat perhatian. Duhhh kayak dinovel-novel, sekumpulan orang itu mulai toel-toel Unaya. Jelas lah Jeka geram, maka dengan langkah lebarnya pemuda itu menghampiri Unaya dan menarik gadis kemudian ia rangkul.

"Sayang, jangan main pergi gitu aja dong. Urusan kita belum selesai". Jeka menarik tengkuk Unaya kemudian mencium bibir gadis itu didepan banyak orang.

"Ahhh... males, ada pawangnya. Cari mangsa lain aja yok!". Intruksi salah satu orang mabuk itu. Akhirnya mereka pergi dengan gontai karena efek mabuk. Sementara itu Jeka tersenyum disela ciumannya. Sekarang cara menjaga Unaya gak pakai kekerasan lagi. Cara menjaga Unaya-nya elit bukan? Wkwk.

Unaya mendorong tubuh Jeka namun sulit, duhhhh orang mabuknya udah pergi kali. Betah banget ciumnya. Karena Jeka bebal dikasih kode gak paham, maka dengan amat terpaksa Unaya menginjak kaki Jeka hingga pemuda itu mengaduh.

"Awwww!!! Sakit Unaya!". Jeka mengaduh sembari mengusap bibirnya yang basah.

"Sukurin, biar tahu rasa! Cabul banget sih! Cium-cium sembarangan". Omel Unaya namun pipinya merona merah. Jeka yang tahu Unaya malu-malu justru terkekeh, kekehan itu menular ke Unaya. Akhirnya dua manusia itu terkekeh bak orang gila. Mau semarah dan sekecewa apapun, mereka tidak akan pernah bisa saling melepaskan. Tiba-tiba rasa marah dan kecewa itu menguar begitu saja seperti ditiup angin. Aneh ya?

--Ex-Bangsat Boys--

下一章