Suasana di depan tempat bimbel terlihat ramai, terlihat sepasang kekasih sedang adu mulut. Bahkan sang gadis sampai menangis meraung sembari melemparkan seluruh isi tasnya kearah sang kekasih. Sudah bisa ditebak jika pasangan itu adalah Yeri dan Mario, mereka kembali bertengkar karena uang. Yeri kira Mario menjemputnya karena memang merindukannya, ternyata hanya ada maunya.
Yeri berteriak lantang tanpa rasa malu, bahkan melupakan fakta jika ia tengah menjadi bahan tontonan. Persetan dengan itu, Yeri kesal sekali dengan pemuda didepannya ini. Biar semua orang tahu kalau kekasihnya ini tukang morotin. Teman-teman satu bimbel Yeri pun hanya bisa menonton sambil berbisik satu sama lain. Padahal kalau didepan Yeri baik, begitu di belakang langsung ngomongin.
"Dih, si Yeri selama ini sok nge-banggain cowoknya. Gak tahunya cuma cowok kere yang hobi morotin ceweknya. Ihhh... amit-amit deh gue punya cowok kek gitu". Bisik salah satu gadis sambil bergedik ngeri.
"Gue selalu baper dong kalau Yeri update story bareng cowoknya. Gak tahunya si cowok cuma modal tampang doang. Mending gue jadi simpanan om-om kaya ketimbang punya cowok kere kek cowoknya Yeri". Tambah yang lain.
Jeni dan salah satu temannya yang baru saja keluar dari tempat bimbel pun terkejut melihat suasana di halaman sangat ramai. Tambah terkejut lagi begitu mendengar suara teriakan Yeri yang terdengar frustasi, kasihan Yeri bisa-bisa jadi gila gara-gara Mario.
"Eh? Itu suara Yeri gak sih? Kenapa tuh anak? Mana dijadiin tontonan lagi". Ujar Jeni terlihat panik.
"Kita samperin yuk!". Dan akhirnya mereka mendekati kerumunan, agak sulit melihat sosok Yeri karena tertutup orang-orang yang menonton. Susah payah keduanya mengurai kerumunan hingga akhirnya berhasil melihat presensi gadis yang hampir ditampar oleh kekasihnya. Untung saja seseorang dengan sigap menahan tangan Mario. Dan orang itu adalah Lucas, pemuda itu kebetulan sedang berkeliaran di tempat bimbel Yeri dan tak sengaja menyaksikan kejadian tersebut.
"Kalem Bro, gak usah pakai kekerasan". Tegur Lucas sopan sembari menyentak tangan Mario. Mario yang sedang emosi dengan Yeri tentu saja tidak suka melihat tingkah Lucas yang bak pahlawan kesiangan.
"Siapa lo? Gak usah ikut campur! Gue cowoknya Yeri". Mario hendak menarik tangan Yeri namun Lucas buru-buru menyembunyikan gadis itu dibelakang punggungnya. Yeri menatap punggung Lucas dengan mata berkaca-kaca, yang tadinya takut mendadak merasa aman berkat pemuda itu.
"Lo gak perlu tahu siapa gue. Banci banget lo beraninya sama cewek, sini lawan gue!". Tantang Lucas tegas, awalnya Mario hendak mengabaikannya namun Lucas buru-buru menambahkan.
"Kalau lo nekat, dengan amat terpaksa gue bakal telepon polisi". Dan karena menyebut-nyebut kata polisi, Mario mundur perlahan. Pemuda itu sempat mengumpat sebelum berkata.
"Awas lo, gue tandain muka lo!". Ancam Mario sembari menunjuk-nunjuk wajah Lucas dengan jengkel.
"Silahkan". Sahut Lucas santai tanpa takut. Dan setelahnya Mario berlalu pergi dengan menyimpan dendam.
Jeni meminta kerumunan untuk bubar kemudian bergegas merangkul Yeri yang kembali terisak. Jeni mengajak gadis itu untuk duduk dibangku dekat pohon mangga sementara Lucas memunguti barang-barang Yeri yang berserakan dihalaman.
"Jadi cowok yang lo tanyain waktu itu Bang Mario?". Tanya Jeni langsung. Yeri mengangguk kecil hingga Jeni menghela nafas berat.
"Astaga Yer, cowok kek gitu ngapain masih lo pertahanin sih? Kasihan lo Yer, disini pasti sesak banget kan?". Jeni menunjuk tepat didada Yeri.
"Banget Jen, banget. Rasanya gue sampai lupa caranya bernafas". Isak Yeri yang sudah frustasi sekali. Lucas mendekati dua gadis itu kemudian berjongkok tepat didepan Yeri.
"Lepasin aja, cowok kayak gitu gak pantas buat lo. Lo terlalu baik buat dia". Kata Lucas lembut, pemuda itu meletakan tas diatas pangkuan Yeri.
"Tapi gue cinta sama dia, sampai gak mau lepas". Sahut Yeri berontak, Lucas dengan bernai menggenggam jemari Yeri kemudian dielus lembut. Afeksi yang diberikan Lucas sukses membuat Yeri merasa nyaman, begitu menatap mata Lucas entah kenapa gadis itu berdebar.
"Hei, dengerin gue. Cowok yang baik gak mungkin bikin cewek yang dia sayangi nangis kayak gini...". Lucas mengusap air mata dipipi Yeri.
"Dia bahkan udah mau kasarin lo. Kalau dia beneran sayang sama lo, dia pasti bakal jagain lo dan bikin lo selalu ngerasa aman. Bukan ketakutan gini. Lo itu pantasnya disayang, bukan dibikin nangis". Hibur Lucas dengan tulus, murni tulus sebagai seorang lelaki yang tidak suka melihat seorang wanita terjerat dalam toxic relationship. Tapi mungkin Yeri dan Jeni sebagai seorang gadis salah menangkap arti perkataan Lucas. As always, cewek mudah baper. Hati Yeri menghangat seketika, gadis itu tanpa ragu memeluk leher Lucas dan menangis dibahu pemuda itu.
"Gue ke parkiran duluan. Kalau udah enakan, susul ya". Ujar Jeni dengan senyum kecil kemudian mengacak rambut Yeri sebelum pergi meninggalkan dua sejoli itu. Jeni lega karena disaat seperti ini muncul sosok Mas kurir baik hati yang mampu menjadi sandaran untuk Yeri.
Awalnya Lucas merasa canggung dipeluk Yeri yang notabene gadis asing untuknya. Mereka hanya pernah beberapa kali berkirim pesan, itu saja Lucas hanya menanyakan perihal Unaya dan Jeka. Namun pada akhirnya Lucas tidak bisa meninggalkan Yeri disaat seperti ini. Pemuda itu hanya bisa menepuk punggung kecil Yeri pelan, menunggu sampai gadis itu berhenti menangis.
--Ex-Bangsat Boys--
Jeka mengajak Unaya ke kedainya sebelum mengantar gadis itu tes SBMPTN di kampus. Jeka memberikan challenge pada para pegawainya untuk membuat menu Boba dengan inovasi baru. Pokoknya yang fresh dan beda dari yang lain. Sebagai penyemangat, pemuda itu memberikan reward kenaikan gaji sebesar limapuluh persen jika berhasil membuat inovasi menu Boba yang membuatnya puas. Dan hari ini pemuda itu hendak memberikan penilaian pada hasil kerja keras pegawainya.
"Wah kedai lo instagramable banget". Bisik Unaya sembari menatap interior kedai Boba milik Jeka dengan takjub.
"Besok lo bakal kerja disini, jadi gak usah norak". Bisik Jeka balik dengan jahil masih setia menggandeng Unaya.
"Ishhh...". Desis Unaya sebal. Gadis itu terus mengikuti langkah lebar Jeka menuju dapur kedai. Para pegawai Jeka yang jumlahnya sekitar lima puluh orang sudah berjajar rapi menyambut Bos mereka.
"Selamat pagi Bos". Sapa mereka dengan kompak.
"Hem...". Balas Jeka pendek dengan ekspresi datar. Unaya menangkap ada sosok Victor, Jimi, dan Juwi di barisan itu. Unaya memutar bola matanya malas begitu kembali bertemu dengan sosok Juwi. Kok bisa sih dimana ada Jeka, disitu ada Juwi? Aduh mana Unaya bakal kerja di kedai Boba-nya Jeka lagi, jangan sampai tiap hari liat wujud cewek itu!
"Seperti apa yang sudah saya katakan minggu lalu tentang inovasi baru menu Boba, saya ingin melihat inovasi apa yang sudah kalian buat. Emmmm... coba kelompoknya Victor presentasikan menu Boba yang kalian buat". Perintah Jeka. Victor dengan percaya diri langsung maju kedepan dan mempresentasikan hasil kelompoknya.
"Ini namanya Boba lemon Bos...". Jeka langsung memucat kala mendengar kata Lemon dari mulut Victor. Faktanya Jeka tidak suka lemon, benci sekali karena rasa asam bisa memporak-porandakan lambungnya. Tapi karena gengsi dan tidak mau dipandang lemah oleh pegawainya, maka Jeka sok cool.
"Oh oke, lanjutkan". Perintah Jeka.
"Jadi disini kami hanya menambahkan air lemon sebagai pengganti susu Bos. Boba lemon ini pasti bakal laku saat musim panas, secara lemon menyegarkan...". Victor terus nyerocos berharap bisa meyakinkan Jeka, pemuda itu lupa jika Bos-nya anti lemon. Mau Victor menjelaskan sampai subuh pun Jeka tidak akan menyetujui ide pemuda itu. Jeka mengorek kupingnya yang mendadak gatal gara-gara mendengar Victor bicara. Sementara Unaya mengangguk dengan antusias seakan menyetujui pendapat Victor.
"Ah... oke cukup Victor, saya tampung ide kelompok kamu...". Potong Jeka dengan sopan kemudian beralih menatap kearah Juwi yang terlihat tidak sabar sekali mempresentasikan inovasinya. Juwi memang kerap memberikan ide dan masukan untuk kemajuan kedai Jeka, begitu juga sebaliknya. Keduanya memang partner bisnis yang saling melengkapi dan kompak.
"Emmm... coba kamu Juwi, apa inovasi yang kamu buat?". Kata Jeka mempersilahkan. Unaya sedari tadi tidak mau menatap wajah Juwi, masih cemburu mode on. Juga masih menduga kalau Juwi ada hubungan dengan Jeka, maka gadis itu mengklaim Juwi adalah rival-nya.
"Aku bikin inovasi Boba Matcha". Kata Juwi dengan girang. Jeka yang memang menyukai Matcha-pun matanya langsung bersinar terang.
"Rasa Matcha lagi kekinian loh Jek, setahu aku belum ada Boba rasa Matcha di kedai lain. Aku yakin Boba rasa Matcha ini bakal jadi menu favorit di kedai kamu". Jeka mengangguk setuju dengan perkataan Juwi. Unaya dan Victor yang melihatnya pun tidak suka, kentara sekali Jeka menyukai ide Juwi. Unaya tidak suka Juwi dipandang luar biasa seperti itu oleh Jeka.
"Rasa Matcha tuh gak enak ya, pahit! Mending rasa lemon, seger! Iya kan Vi?". Celetuk Unaya dengan sewotnya.
"Nah iya bener banget tuh Bu Bos, apalagi bikinnya gak ribet plus bahannya murah". Tambah Victor.
"Tapi ide-nya Juwi ini bagus banget, bukan masalah murah atau gak ribetnya. Cuma kita memang harus mencari sesuatu yang beda untuk menarik pengunjung". Jelas Jeka secara realistis, ini tidak ada hubungannya dengan masalah hati. Jeka selalu profesional, boro-boro jatuh cinta sama pegawai sendiri atau rekan bisnis. Move on dari Unaya saja susahnya minta ampun.
Unaya yang cemburu pun dibuat tuli dengan penjelasan Jeka, bodo amat dengan bisnis! Pokoknya Unaya tidak mau Jeka menerima ide Juwi.
"Tapi gue gak suka! Gak suka Matcha!". Bentak Unaya hingga membuat semuanya terkaget-kaget. Jeka pun mendadak tidak enak dengan pegawainya karena sikap Unaya. Pemuda itu mencoba membujuk Unaya namun Unaya-nya sedang dalam mode kolokan.
"Iya, iya oke Unaya gak suka Matcha. Tapi lo tenang ya, gak usah teriak-teriak. Malu". Bisik Jeka lembut, bukannya menurut Unaya justru melengos kearah lain.
"Emmm... maaf, begini saja presentasi kelompok lain kita lanjutkan nanti atau besok. Sementara saya menyetujui ide Juwi". Kata Jeka yang membuat Juwi bersorak girang.
"Jeka kan gue bilang gak suka Matcha kok lo malah setuju idenya Juwi sih?! Gue lebih setuju sama idenya Victor!". Unaya marah karena Jeka tidak peka. Maklum pikiran perempuan kan suka melantur kemana-mana, Jeka menyetujui ide Juwi artinya Jeka tertarik pada gadis itu. Padahal Jeka saja tidak ada pikiran sampai kesitu, dasar Unaya.
"Idenya Victor bagus cuma kurang greget aja, terlalu biasa Unaya". Jeka dan Unaya malah berdebat didepan para pegawai, Victor pun sampai dibuat tidak enak.
"Udah Bos, udah. Jangan pada ribut, gak enak jadi tontonan". Tegur Victor. Unaya mundur selangkah kemudian menatap Jeka sebal.
"Pokoknya gue gak suka Matcha! Gak suka!". Bentak Unaya sekali lagi sambil menatap Juwi dengan bengis. Matcha yang dimaksud Unaya merujuk pada Juwi. Dan setelah itu Unaya pergi begitu saja meninggalkan Jeka yang mendadak pusing. Juwi menatap Unaya dengan tatapan bingung, kenapa kok Unaya selalu menatapnya dengan tidak suka? Padahal Juwi ingin sekali dekat dan berteman dengan gadis itu.
"Kenapa sih itu cewek? PMS apa ya?". Gumam Jeka sembari memijit pelipisnya.
"Maaf sudah membuat keributan, nanti kita lanjutkan lagi presentasinya". Jeka langsung berlari untuk menyusul Unaya. Selepas kepergian Jeka, para pegawai mulai berbisik dan mengkritik sikap kekanakan Unaya.
"Gila, kembaran si Bos childish banget. Kembaran tapi berasa istri posesif gak sih?". Bisik-bisik mulai terdengar.
"Duh jadi gak tega gue mau ngambil permen dari anak kecil kek dia". Sahut pegawai yang lain sembari tertawa mengejek.
"Nge-gosip mulu! Kerja yang bener! Jangan makan gaji buta!". Tegur Juwi galak sambil mengibaskan tangannya.
--Ex-Bangsat Boys--
Unaya berjalan dengan cepat sebelum Jeka berhasil menyusulnya. Beruntung kedai Boba milik Jeka berjarak tidak jauh dari kampus, jalan kaki sekian meter juga sudah sampai. Unaya tahu ia kekanakan, tapi melihat senyum Jeka saat Juwi mempresentasikan inovasinya tadi saja sudah membuatnya sebal setengah mati. Ditambah tadi Jeka memuji-muji gadis itu, Unaya hanya ingin dirinya saja yang ada dimata Jeka.
"Gue egois banget gak sih? Udah punya tunangan tapi sok ngatur hidup Jeka. Itukan hak-nya Jeka mau suka atau enggak sama Juwi. Tapi gue gak rela Jeka sama Juwi, gimana dong?!". Gerutu Unaya pada dirinya sendiri.
Sementara itu Jeka terengah-engah karena berlari sekuat tenaga untuk menyusul Unaya. Pemuda itu berhenti sejenak demi mengatur nafas, wajahnya berkeringat dan menurunkan kadar ketampanannya. Jeka langsung merogoh saku celananya kemudian membuka aplikasi kamera.
"Gak, gak boleh jelek. Arjuna-nya kampus masa kucel". Dan Jeka langsung saja mengusap keringatnya dengan sapu tangan. Entah sejak kapan Jeka jadi narsis, pokoknya image-nya dikampus sudah terbentuk sempurna jadi tidak boleh tercoreng begitu saja.
"Duh ganteng banget emang gue, gak ada obat". Jeka malah mesam-mesem sambil melihat layar ponselnya, terus memuji ketampanannya sendiri sampai-sampai beberapa calon mahasiswi yang lewat dibuat menjerit.
"Kakak ganteng, godain kita dwong!". Teriak salah satu gadis hingga membuat Jeka tersadar dari kenarsisannya. Jeka mengusap tengkuknya karena malu ke-gap narsis. Pemuda yang tadinya senyum-senyum imut mendadak berubah jadi Hulk.
"Bukannya belajar biar bisa masuk kampus sini, malah godain orangtua. Masuk sana buruan! Saya calon ketua ospek loh, saya tandain muka kalian satu-satu terus saya hukum mau?!". Ancam Jeka galak yang membuat gadis-gadis itu ketakutan.
"Enggak Kak. Ka-kaburrrrrrr!!!". Gadis-gadis itu langsung kocar-kacir masuk kedalam gerbang kampus, namun Jeka masih bisa mendengar ocehan mereka;
"Itu si Kakak-nya siluman apa ya? Tadi imut banget terus tiba-tiba kek setan, hiiii serem". Jeka mengumpat tanpa suara. Mencoba mengabaikan perkataan gadis-gadis itu, sabar Jeka sudah bukan leader bar-bar saat SMA.
Jeka melangkah menuju ruang ujian Unaya, beruntung tadi sebelum ribut gadis itu sempat memberi tahu. Jeka khawatir Unaya jadi tidak fokus hanya karena pertengkaran gak penting mereka barusan. Untuk itulah sebisa mungkin Jeka berniat menjelaskan dan menyemangati gadis itu.
Tipis sekali sebenarnya, Unaya sudah mau masuk ruang ujian untung saja Jeka dengan sigap menarik lembut tangan gadis itu. Unaya tersentak dan hampir jantungan karena ditarik tiba-tiba.
"Jeka, gue pikir siapa?". Omel Unaya. Jeka menarik tangan Unaya dan membawa gadis itu menyingkir dari pintu ruang ujian.
"Marah ya?". Tanya Jeka hati-hati. Unaya mendengus kemudian bersedekap dada.
"Menurut lo?". Tanya Unaya balik. Duh bahaya nih! Cewek kalau nanya balik jawabnya apa ya? Jeka takut salah ngomong btw.
"Emmm... ya marah". Jeka menelisik wajah Unaya yang masih merengut.
"Duh, marah beneran nih". Tambah Jeka karena Unaya diam saja.
"Lo tahu gak alasan kenapa gue marah?". Tanya Unaya lagi. Jeka menjilat bibirnya dan benar-benar memikirkan jawaban yang akan ia berikan pada gadis itu.
"Karena lo gak suka rasa Matcha kan? Unaya gue tahu lo gak suka rasa Matcha, tapi kan itu cuma urusan bisnis...".
"Stop! Lo beneran gak paham kenapa gue marah?! Dasar gak peka". Potong Unaya kemudian melengos hendak pergi. Jeka mencekal tangan gadis itu kemudian ditarik hingga tubuhnya masuk kedalam pelukannya. Diusap-usapnya punggung gadis yang tengah ngambek itu.
"Maaf ya gue gak peka, gak paham kenapa lo marah. Gak apa-apa marah aja sama gue, cuma jangan sampai gak konsen. Lo harus masuk kampus ini, karena Mama Sonia pingin gue jagain lo. Unaya mau kan mempermudah tugas Mama Sonia?". Jeka menarik pelukannya dan menangkup pipi Unaya. Unaya mengangguk kecil dan mendadak rasa marahnya menguar begitu saja.
"Pinter. Kalau gitu jangan marah lagi, fokus ke ujian aja. Gue gak nakal kok, jadi jangan dipikirin". Lanjut Jeka sebelum mengecup dahi Unaya lembut. Keduanya saling bertatapan kemudian tersenyum lembut satu sama lain.
"Jadi pilih lemon atau Matcha?". Tanya Unaya tiba-tiba sembari mengangkat minuman lemon yang ia bawa.
"Hah?". Jeka meneguk ludahnya susah payah saat Unaya mengulurkan minuman lemon kearahnya.
"Lemon atau Matcha?". Tanya Unaya sekali lagi sedikit memaksa.
"Maksudnya? kalau disuruh milih ya gue pilih Mat..".
"Lemon itu gue dan Matcha Juwi, jadi?". Potong Unaya cepat hingga membuat Jeka menghembuskan nafas lelah. Kini Jeka paham kenapa Unaya ngambek-ngambek lucu hari ini. Ya jelas lah Jeka pilih Unaya, tapi kalau buat nyicip lemon. No!
"Jelas gue pilih lo Unaya, tapi gue gak suka lemon". Jawab Jeka tanpa ragu.
"Lemon atau Matcha?!". Unaya benar-benar menyebalkan sekali dimata Jeka. Karena gemas, gemas pingin bejek-bejek Unaya maksudnya. Jeka langsung saja merebut botol minum ditangan Unaya dan meneguk isinya hingga tandas.
"Gue pilih lemon Unaya, puas? Udah ya jangan marah lagi". Ujar Jeka dengan nafas memburu, sudah dipastikan Jeka bakal tumbang besok. Tapi tidak apa-apalah ini demi Unaya biar gak ngambek lagi. Kurang apa Jeka sebagai seorang kekasih sampai-sampai ditinggal tunangan begitu? Hiks... srooottt...
--Ex-Bangsat Boys--
Nanti atau besok special part birthday Unaya deh. Tergantung antusiasme :)