webnovel

Chapter 10

Dampak perkelahian yang terjadi antara Kai dan Chanyeol memang cukup luas. Tak hanya dihukum dengan pencoretan nama mereka di semua pertandingan selama Campus Solidarity oleh Suho, termasuk basket, Dewan Guru SM Seoul University pun memberi mereka berdua hukuman disiplin yaitu mengharuskan mereka berdua mengikuti kelas tambahan setiap harinya selama sebulan dan mengirimkan surat kepada masing-masing orang tua. Hukuman yang tentu sebenarnya bisa dikatakan ringan, berkat Suho yang membantu bicara dengan dewan guru agar hukuman tidak terlalu berat.

Tak hanya itu, Sehun pun marah luar biasa. Tim basket kampus meski pertandingan lalu berhasil menang dengan hasil yang sangat tipis, tapi membuat Sehun dan yang lain kerja ekstra keras karena harus mencari pemain pengganti untuk Kai dan Chanyeol. Bahkan Sehun memberi hukuman dengan melarang keduanya mengikuti setiap pertandingan basket selama tiga bulan dan tidak mengizinkan mereka menggunakan lapangan basket untuk sekedar bermain-main.

Dengan apa yang terjadi ini, setidaknya Kyungsoo sedikit lega, karena Sehun tampak lupa dengan urusan yang menurutnya belum selesai dengan Kyungsoo.

Kyungsoo sendiri tidak bisa terus sepenuhnya memikirkan perseteruan antara kedua sahabat itu, karena semakin hari banyak sekali pekerjaan yang harus ia kerjakan selama menjadi panitia Campus Solidarity membuatnya terkadang lupa kalau mereka berdua sempat berkelahi tempo hari.

Ditambah setiap malam dia menjadi kurang tidur karena selalu pulang malam sekali diatas jam sepuluh. Jika tidak Kai yang menjemput pada saat dia akan pulang, terkadang Baekhyun yang mengantarnya pulang dan ikut menginap di apartemen, itupun jika Kai tak ada.

Tim sepakbola SM Seoul University berhasil masuk ke babak semifinal dan membuat Baekhyun pun semakin hari semakin sibuk dengan jadwal latihan. Dan lagi, grup dance-nya yang akan tampil di acara puncak Campus Solidarity pada hari terakhir acara, semakin membuatnya dua kali lebih sibuk dari Kyungsoo. Lingkaran hitam sedikit terlihat dibawah kantung mata bulat Kyungsoo dan mata sipit Baekhyun karena sama-sama memiliki porsi waktu tidur sedikit pada malam hari.

Tiga hari berlalu sejak pertemuan terakhir dengan Sehun, Kyungsoo memang belum pernah bertemu langsung lagi dengannya. Karena sibuk sebagai kapten tim basket, Sehun juga disibukkan dengan kegiatannya sebagai wakil presiden Yeonhab yang mengerjakan pekerjaan administrasi, sementara Suho yang turun langsung ke lapangan untuk mengawasi jalannya setiap pertandingan.

Namun demikian, Sehun sering mengirimkan beberapa pesan Whatsapp (hanya Sehun yang selalu berkirim pesan melalui media sosial ini), pada Kyungsoo setiap malam. Tapi terkadang karena sudah lelah sekali, Kyungsoo hanya membalas pesan tersebut seadanya. Belum ada percakapan serius membahas apa yang pernah mereka bicarakan di pertemuan terakhir.

Di sisi lain, setiap berhadapan dengan Sehun meski hanya melalui media sosial, terbesit dalam benak Kyungsoo nama Kim Jongin alias Kai. Entah mengapa setiap Kyungsoo menerima pesan dari Sehun dan hendak untuk membalasnya, ada wajah Kai muncul dalam pikirannya.

Tanpa sepengetahuan Kai, diam-diam Kyungsoo mencoba menghubungi Chanyeol. Tak bisa dipungkiri, Kyungsoo khawatir dengan keadaan Chanyeol setelah apa yang terjadi padanya dengan Kai. Namun ponselnya tidak pernah bisa dihubungi. Semua pesan pun tak ada yang dibalas, membuat Kyungsoo semakin cemas terjadi sesuatu pada Chanyeol. Walau sibuk, tapi Kyungsoo tak bisa melupakan kekhawatirannya pada kondisi Chanyeol juga. Suatu waktu Kai pernah berkata pada dirinya jika Chanyeol kembali mengungsi di tempat Jongdae, dan Kai yakin kalau dia baik-baik saja. Hal itu setidaknya sedikit membuat Kyungsoo merasa lega.

Campus Solidarity sudah berlangsung selama seminggu. Beberapa cabang olahraga sudah memasuki babak semi final dan final. Tensi pertandingan pun semakin bertambah diantara semua pendukung masing-masing peserta. Sebagai panitia pun Kyungsoo ikut sibuk menyiapkan segala persiapan dan membereskan pekerjaan yang belum selesai, seperti yang terjadi malam ini saat ia sedang merapikan beberapa dokumen di ruang Yeonhab bersama dengan Hyeorin.

"Banyak sekali pekerjaan hari ini ya, cukup melelahkan," kata Hyeorin yang sedang menulis sesuatu di sebuah buku berukuran besar. Ia memakai masker yang menutupi hidung dan mulutnya karena sedang sakit flu.

"Pulanglah, sunbae, biar aku yang membereskan nanti," kata Kyungsoo.

"Tidak, tidak, ini harus aku yang membereskan. Dan kalau ini tidak beres besok, Suho pasti akan sangat marah."

"Aku tak yakin Suho sunbae akan bisa marah padamu," kata Kyungsoo terkikik. Suho dan Hyeorin memang dekat sekali, dalam arti dekat seperti kakak dengan adiknya.

"Kau pikir dia tak pernah marah padaku? Kau salah. Jika Suho sedang marah, dia bisa seperti ini padamu..." lalu Hyeorin memeragakan gerakan seperti harimau yang hendak menerkam mangsanya, membuat Kyungsoo tertawa pelan.

"Dia memang jarang marah padaku, tapi bukan berarti aku juga tak pernah dimarahinya. Nanti juga mungkin jika beruntung kau akan bisa melihat Suho marah," lanjut Hyeorin.

"Aku sudah pernah melihatnya," kata Kyungsoo, yang mengingat kembali kejadian beberapa hari lalu saat Suho dengan wajah marah datang ke tempat Kai dan Chanyeol berkelahi.

"Oh ya? Kapan?" tanya Hyeorin.

"Saat Jongin dan Chanyeol berkelahi di halaman belakang," kata Kyungsoo. Topik tentang perkelahian ini memang bukan rahasia umum lagi karena seantero SM Seoul University mengetahui yang terjadi.

"Kau ada disana saat mereka berdua berkelahi?" tanya Hyeorin lagi, yang dijawab Kyungsoo dengan anggukan, "ada-ada saja mereka padahal keduanya adalah sahabat karib. Aku tak percaya mereka bisa berkelahi begitu. Aku memang tak begitu dekat secara pribadi dengan mereka, tapi aku tahu mereka berdua bersahabat. Aku penasaran dengan apa yang mereka ributkan hingga berkelahi," sambung Hyeorin.

Kyungsoo memilih bungkam tak menjawab. Ia seperti mendapatkan tamparan kecil mendengar yang baru saja dikatakan Hyeorin.

Kai pernah mengatakan kalau kemungkinan dirinya-lah yang menjadi faktor penyebab ia dan Chanyeol berkelahi. Jika memang benar, berarti Kyungsoo yang bersalah telah membuat hubungan kedua sahabat karib itu menjadi tak baik.

Merasakan keadaan mendadak menjadi hening, Hyeorin mendongak dari bukunya dan mengerling pada Kyungsoo yang sedang berdiri memegangi sebuah buku sambil menunduk melamun.

"Err, kau baik-baik saja?" tanya Hyeorin.

"Ahh," Kyungsoo mengerjap sedikit, "tidak. Maksudku, ya aku tak apa-apa," dia tersenyum meyakinkan.

"Kau sudah lelah ya? Kita lanjutkan saja besok pagi," kata Hyeorin menutup bukunya. Tak lama setelah itu tiba-tiba dia bersin beberapa kali.

"Kau pulanglah sunbae, masih ada sedikit lagi yang harus aku bereskan. Kau harus banyak istirahat malam ini," kata Kyungsoo yang tak tega melihat keadaan Hyeorin yang mukanya memerah.

"Baiklah, maaf aku tak bisa menemanimu hingga selesai. Mungkin kau benar, aku harus segera istirahat agar besok lebih baik. Kau tak apa aku tinggal?"

"Tak apa. Lagipula pekerjaanku sedikit lagi. Sekalian aku mau menunggu Baekhyun selesai latihan di aula."

"Baiklah," Hyeorin bangkit dari kursinya dan menyampirkan tasnya, "kau juga segeralah pulang dan beristirahat, oke?"

"Oke. Gomawo, sunbae."

"Sampai jumpa"

Hyeorin lalu berjalan ke ruang samping. Terdengar suara pintu terbuka lalu tak lama suara pintu tertutup kembali tanda Hyeorin sudah keluar.

Masih merapikan beberapa map diatas meja, Kyungsoo mau tak mau memikirkan apa yang baru saja ia dan Hyeorin bicarakan. Dia kini paham betapa luasnya pemberitaan mengenai perkelahian antara Kai dan Chanyeol tersebar, yang memang sudah sangat dikenal adalah dua sahabat yang sangat dekat.

Kyungsoo juga tiba-tiba teringat apa yang pernah diceritakan oleh Kai tempo hari di Namsan Tower dimana saat itu Kai menceritakan bagaimana Chanyeol sudah seperti saudara kandung baginya. Jika memang benar karena Kyungsoo-lah kedua sahabat itu berkelahi, artinya orang yang paling bertanggung jawab atas keretakan hubungan persahabatan itu adalah dirinya.

Dan memang Kyungsoo merasa bersalah sekali. Selama ini dia menganggap Chanyeol tak lebih seperti kakak untuk nya, dengan berbagai pengalaman menyanyi yang sudah dibaginya dengan Kyungsoo. Dia tak pernah berharap lebih dari Chanyeol apalagi mengharapkan sesuatu yang istimewa, seperti yang selama ini selalu dia harapkan dari Sehun. Benar kata Kai, Kyungsoo memang bukan orang yang peka. Terbukti dia tidak tahu kalau selama ini Chanyeol juga ternyata ada rasa padanya.

Sementara pada Kai, orang yang sejak pertemuan pertama tak pernah ia pikirkan sama sekali, mendadak selalu menyeruak di pikirannya setiap saat Kyungsoo mengingat tentang Sehun. Kali ini dia berpikir jika Kai mungkin sudah perlahan menggeser dominasi Sehun yang selalu membayangi. Terlebih lagi, belakangan ini Kai sudah sangat memperlakukan Kyungsoo seperti kekasihnya.

Namun, jika kembali mengingat antara Kai dan Chanyeol membuat Kyungsoo mendadak sakit kepala. Karena dia tak bisa menyembunyikan rasa bersalahnya mengingat kalau dia-lah penyebab kedua sahabat itu berselisih.

Terdengar suara pegangan pintu dikejauhan yang diputar, membuyarkan pikiran Kyungsoo. Dia menoleh ke ruangan samping. Tapi tak ada orang yang muncul masuk. Karena yakin kalau tadi suara pintu membuka, Kyungsoo melangkah ke pintu penghubung ruangan utama dengan ruangan samping dan berdiri di ambangnya. Disebelah kanan adalah pintu dimana beberapa saat lalu Hyeorin keluar.

Tak ada siapapun disana dan pintu masih menutup. Kyungsoo mengamati ke seluruh ruangan yang lebih sempit dari ruang utama, dimana hanya ada beberapa meja kerja, rak susun tempat buku-buku dan tropi, dan sofa disana. Mungkin hanya perasaan saja, pikir Kyungsoo dalam hati. Dia sudah terlalu lelah.

Kyungsoo berbalik lagi dan berjalan ke mejanya untuk menyelesaikan sedikit lagi pekerjaannya. Sambil memasukkan beberapa kertas kedalam map, dia mengecek jam tangannya. Sudah pukul sembilan lewat empat puluh menit. Biasanya Baekhyun sudah beres jam sepuluh malam dan akan mendatanginya kesini.

Saat duduk di kursi untuk melepas lelah karena sudah selesai, Kyungsoo kembali mendengar suara pintu terbuka, kali ini lebih jelas dari sebelumnya.

"Halo, siapa disana?" tanyanya, karena setelah itu tak ada orang muncul di pintu penghubung ruangan.

Sesungguhnya dia sama sekali tidak takut dengan hantu, karena sering sendirian di ruang Yeonhab hingga malam hari dan tak merasa ada yang aneh selama ini.

Kyungsoo lalu beranjak dari kursi dan berjalan lagi ke arah pintu penghubung ruangan. Baru melangkah tiga langkah, tiba-tiba lampu ruangan mati membuat Kyungsoo terkejut.

"Hey ini tidak lucu," katanya, yang mendadak merasa jantungnya berdebar-debar, dan nafas yang sedikit putus-putus. Matanya masih menatap ke arah pintu penghubung ruangan.

"Baekhyun?" Kyungsoo memanggil, namun tak ada seorang pun muncul disana.

Mencoba memberanikan diri, dengan perlahan Kyungsoo berjalan ke arah pintu. Jantungnya masih berdegup kencang dan bulir keringat mengucur saat ia mengumpulkan kesiapan jika ternyata Baekhyun muncul untuk mengagetkannya.

Saat sudah sampai di ambang pintu, Kyungsoo menyapu lagi pandangannya ke seluruh ruangan yang gelap dengan nafas sedikit terengah karena tak bisa dipungkiri dia sedikit takut.

Kyungsoo meraba-raba ke samping pintu tempat dimana tombol lampu berada. Dia berhasil menemukannya dan saat menekan lampu pun kembali menyala di ruangan kedua. Sekali lagi Kyungsoo menelusuri seluruh ruangan dan tak ada siapapun disana. Pintu keluar pun masih menutup.

Saat akan menekan tombol lampu ruangan utama, sepasang tangan tiba-tiba muncul dari belakang dan membekap mulut Kyungsoo, yang panik, mencoba berontak saat pemilik tangan itu menutup pintu penghubung, dan menyeretnya masuk ke dalam ruang utama yang masih gelap. Meski bekapannya begitu kuat, namun Kyungsoo masih berusaha untuk melepaskan diri dengan terus memberontak.

Kemudian setelah itu, saat sampai di ujung ruangan, Kyungsoo dihempaskan dan jatuh ke lantai. Dengan nafas tersengal, Kyungsoo memandang sosok seseorang yang tampaknya laki-laki itu berdiri sekitar satu meter di depannya. Kyungsoo tak bisa mengenali siapa karena kegelapan menyelimuti, tapi ia yakin itu adalah seorang laki-laki.

"Kau siapa? Apa maumu?" tanyanya, yang masih merasa trauma dengan keadaan gelap tersudut seperti ini.

Orang itu tidak menjawab, dan melangkah perlahan mendekati Kyungsoo yang merangkak mundur menjauh. Dia harus mengumpulkan tenaga, setidaknya untuk melawan orang ini karena nampaknya orang ini tidak membawa senjata apapun. Ketika jarak sudah semakin dekat, dengan cepat Kyungsoo berdiri dan mencoba melayangkan pukulan ke arah orang itu, yang berhasil menghindar. Tangan Kyungsoo ditarik lalu dipiting ke belakang membuat Kyungsoo memekik kesakitan, lalu didorong ke dinding sehingga ia terhimpit oleh badan orang itu di belakangnya. Kyungsoo bisa merasakan nafas orang itu di samping telinganya saat ia menahan sakit.

"Siapa....siapa kau? Apa maumu?" bisik Kyungsoo lirih. Sekali lagi orang tersebut tidak menjawab, dan semakin mendekatkan mulutnya ke samping telinganya sehingga Kyungsoo bisa merasakan udara yang berhembus dari sana.

Tangan kiri Kyungsoo yang masih terbebas meraba-raba ke meja disamping, mencari apapun yang bisa dijadikan senjata ketika orang tersebut malah mengencangkan pegangannya dan menempelkan hidungnya di telinga kanan Kyungsoo.

Kyungsoo berhasil menemukan sesuatu berbentuk kotak seperti sebuah buku tebal. Dia meraihnya dengan susah payah dan dengan sekuat tenaga memukulkan ke kepala orang yang memitingnya. Setelah itu, pegangan tangannya terlepas karena orang itu memegangi kepalanya yang kesakitan memberikan kesempatan pada Kyungsoo untuk berbalik kemudian dengan sisa tenaga tersisa meninju wajah orang itu sehingga meski dalam keadaan gelap, Kyungsoo bisa tahu orang itu terjerembab ke lantai.

Tak ingin menyianyiakan kesempatan yang ada, Kyungsoo segera berlari ke arah pintu penghubung dengan ruang samping. Dia menabrak beberapa meja dan kursi saat berlari dengan susah payah di suasana gelap. Saat berhasil meraih pegangan pintu, dengan cepat Kyungsoo membukanya dan cahaya lampu dari ruangan kedua berhasil masuk menyeruak ke kegelapan ruang utama. Dia lalu berlari ke pintu keluar, membukanya dan langsung merasa menabrak seseorang yang ternyata sedang berdiri di depan pintu.

Keduanya jatuh terjerembab di depan pintu ruangan. Kyungsoo memegangi bahunya, sementara Baekhyun, orang yang ternyata dia tabrak, memegangi pantatnya.

"Kau ini kenapa?" tanya Baekhyun meringis, "berlari tergesa-gesa seperti itu."

"Baek! Baekhyun!" Kyungsoo bangkit segera dan membantu Baekhyun berdiri, "ayo kita segera pergi, ada orang jahat di dalam," kata Kyungsoo cepat-cepat.

"Orang jahat siapa maksudmu?" tanya Baekhyun tak mengerti.

"Ada orang lain didalam tadi... Saat aku sendirian di dalam...orang jahat..." kata Kyungsoo dengan nafas tersengal, mencoba menarik Baekhyun menjauh.

"Hey tunggu sebentar," Baekhyun melepaskan tangannya dari cengkraman Kyungsoo, yang terlihat panik. Dia bisa merasa tangannya kebas.

"Ada apa? Kita harus segera..."

"Tenangkan dirimu," kata Baekhyun, "coba ceritakan apa yang terjadi?"

"Nanti saja, kita harus segera pergi, Baek, disana ada..."

Baekhyun tiba-tiba berbalik dan berjalan ke arah ruang Yeonhab lagi, membuat Kyungsoo terkejut dan berlari mengejarnya, "kau ini bodoh, aku sudah bilang ada orang jahat disana." katanya panik mencoba menghentikan langkah Baekhyun.

"Aku tak percaya, aku ingin membuktikannya," kata Baekhyun, yang sudah masuk ke dalam ruang Yeonhab yang pertama. Kyungsoo hanya mengamati sahabatnya itu di ambang pintu dengan dada naik turun terengah-engah.

Baekhyun meraih tombol lampu ke ruangan utama, dan cahaya pun menerangi ruangan. Kemudian ia menengok ke dalam, berdiri di ambang pintu, menyusuri setiap bagian di ruangan dengan matanya.

"Baekhyun?" bisik Kyungsoo.

"Tak ada siapapun disini, Kyung," kata Baekhyun menoleh.

"Apa?" tanya Kyungsoo tak percaya.

"Kemarilah," Baekhyun memberi isyarat agar Kyungsoo mendekatinya.

Sambil menelan ludah, Kyungsoo berjalan perlahan mendekati Baekhyun. Setelah berdiri tepat disampingnya, Kyungsoo ikut mengamati seluruh ruangan dimana beberapa meja kerja berjajar. Dan memang benar, tak ada siapapun disana.

"Aku yakin tadi ada orang disini," kata Kyungsoo, dengan nada putus asa, mencoba meyakinkan Baekhyun yang mengamatinya dengan bingung.

"Kau mungkin kelelahan sehingga berhalusinasi," kata Baekhyun.

"Tidak, aku tidak salah. Lihat," Kyungsoo berjalan ke sebuah buku tebal di lantai yang tadi digunakannya untuk memukul, "aku tadi memukulkan buku ini pada orang itu."

Baekhyun melihat buku di tangan Kyungsoo, kemudian beralih menatap pada Kyungsoo lagi.

"Kumohon, percayalah padaku, tadi aku diserang oleh seseorang disini," pinta Kyungsoo dengan tatapan memelas.

"Baiklah, anggap aku percaya jika memang tadi ada orang jahat disini. Sekarang bagaimana orang itu tiba-tiba tak ada, sementara akses keluar dari sini hanya lewat sana," ujar Baekhyun, mengangguk ke arah pintu penghubung ruangan, "bukankah sejak tadi kita ada disana, kan?"

"Dia, mungkin..." Kyungsoo celingak-celinguk mencari tempat yang mungkin bisa jadi tempat persembunyian orang. Tapi ruangan itu memang tak memiliki tempat dimana orang dewasa bisa bersembunyi, seperti lemari atau kolong meja. Ruangan itu nyaris kosong kecuali ada Kyungsoo dan Baekhyun disana.

"Percaya padaku, Baekhyun, aku tak mengada-ada, tadi ada orang disini," kata Kyungsoo yang terdengar seperti memohon.

Meskipun terlihat terpaksa, tapi Baekhyun akhirnya mengangguk, "ya sudah, ayo kita pulang."

"Kau masih tak percaya, tapi aku tak bohong, tadi..."

"Ya sudah, sekarang orang itu sudah tak ada, ayo sudah malam, kita harus pulang."

Kyungsoo tahu kalau Baekhyun masih tidak percaya dan mungkin menganggapnya gila karena berhalusinasi ada orang jahat disana. Tapi Kyungsoo tak ingin terlalu memaksa Baekhyun untuk percaya, dan lebih memilih mengambil ranselnya di mejanya, kemudian mereka berdua bersamaan berjalan meninggalkan ruangan utama, berjalan ke ruangan kedua. Saat berdiri di ambang pintu penghubung ruangan, Kyungsoo sekilas mengerling kembali ke belakang. Dia yakin, tadi ada orang lain disana yang kemungkinan berniat jahat padanya.

*

"Bagaimana sekolahmu? Kalau tak salah sedang acara tahunan, kan?" tanya Bibi Ann, yang sedang mengaduk sesuatu di dalam wadah.

"Ne, imo. Acara yang melelahkan. Aku bersyukur hari ini libur sehingga aku punya banyak waktu untuk istirahat," kata Kyungsoo sambil memotong kentang menjadi potongan persegi kecil.

"Aku senang kau mau menyempatkan diri kemari saat libur. Jika ku ingat, ini kali kedua mu kemari kan."

Kyungsoo tersenyum salah tingkah. Dia sudah hampir tiga bulan tinggal di Seoul sejak pertama kali datang, dan memang baru sempat dua kali mengunjungi rumah Bibi Ann. Pada kunjungan pertama dia hanya menghabiskan waktu sebentar untuk mengetahui rumah Bibi Ann sehingga tak sempat bertemu dengan anaknya yang juga sepupu Kyungsoo. Kali ini, diantar oleh Baekhyun, Kyungsoo sengaja datang lebih pagi pada hari sabtu dimana kebetulan hari libur kampus.

"Kemarin aku menerima telepon dari ibumu," kata Bibi Ann, turun dari sebuah kotak kayu persegi tempat dia berdiri untuk menjangkau meja, membawa wadah ke meja lain dimana Kyungsoo masih memotong kentang, "dia menanyakan kabarmu."

"Lalu? Kenapa ibuku tidak menanyakan langsung padaku?"

"Mungkin sudah terlalu sering jika menanyakan langsung padamu," Bibi Ann duduk di kursi, "dan apakah kau sudah cerita pada ibumu tentang kejadian di hutan saat itu?"

"Belum. Maksudku, aku tak ingin menceritakannya. Nanti dia malah khawatir."

"Memang kau tak berniat menceritakan pada ibumu?"

"Aku ingin hidup mandiri, Ann imo. Aku ingin mencoba menghadapi apapun dengan sendiri. Ini adalah kesempatan pertamaku setelah tujuh belas tahun aku selalu hidup berada dibawah kungkungan kedua orang tuaku."

"Bukan berarti apapun yang terjadi padamu tidak kau ceritakan, Kyungsoo."

Kyungsoo menghentikan aktifitasnya dan terdiam.

"Baik atau buruk yang kau alami, orang tuamu berhak untuk tahu. Jika kabar itu baik, mereka tentu akan memanjatkan syukur dan berharap kau jauh dan jauh lebih baik. Dan jika kabar itu buruk, mereka pun tentu akan mendoakanmu agar kau bisa melewatinya," jelas Bibi Ann bijaksana.

"Kau benar, Imo. Memang seharusnya aku memberi tahu orang tuaku. Hanya saja, aku tak ingin membuat mereka khawatir. Selama ini aku merasa selalu bergantung pada orang tua. Memang sampai saat ini juga aku masih bergantung hidup dari mereka, tentu saja. Tapi jauh dari mereka, terpisah ribuan kilometer, membuat aku benar-benar harus kuat dan kini aku tahu bahwa dunia itu luas. Dan aku juga tahu, dunia luar itu tak selalu baik," Kyungsoo seperti melamun, membayangkan kedua orang tuanya yang ada di Los Angeles.

Setiap hari Kyungsoo tak pernah absen untuk memberi kabar kepada kedua orang tuanya, melalui telepon atau sekedar melalui media sosial. Dia tak bisa berbohong kalau sangat merindukan keduanya. Sejak lahir hingga sampai tiga bulan lalu sebelum Kyungsoo berangkat ke Seoul, setiap hari dia bertemu dengan orang tuanya, menghabiskan hari libur bersama, dan tak pernah berpisah jarak sejauh saat ini. Terkadang, saking rindunya dia, hanya bisa menangis saat melihat foto keduanya di meja kamar. Datang ke Seoul memang bukan keinginannya. Namun demikian, dia bersyukur memiliki kesempatan bisa kemari.

"Apakah sudah selesai?" tanya Baekhyun, yang mendadak muncul dari pintu, membuat Kyungsoo sedikit terkejut dari lamunannya.

"Kau tidak membantu malah mengharapkan makanan ini segera beres," cela Kyungsoo.

"Lagipula aku tak bisa membantu apapun disini. Nanti malah membuat repot," kata Baekhyun.

"Sudah, sudah, kalian tunggulah di ruang tengah, selanjutnya biar aku bereskan," kata Bibi Ann, yang tertawa saat Kyungsoo dan Baekhyun mulai saling cela dan sindir.

"Tak apa, Imo, aku bisa membantumu."

"Aniyo, lagipula ini tinggal sebentar lagi, tunggulah disana."

Kyungsoo tak ingin membantah. Dia lalu meletakkan pisau dan berdiri dari kursi.

"Ayo," katanya menarik Baekhyun, yang menunjukkan minat pada semangkuk besar berisi potongan ayam.

"Suasana disini menyenangkan ya, sejuk sekali," kata Baekhyun, meregangkan tangannya sambil memandang keluar jendela yang terbuka. Rumah Bibi Ann berada di daerah pedesaan yang terletak di sisi kota Seoul. Banyak pepohonan disini membuat setiap pagi terasa sejuk sekali udaranya.

"Apa nanti kau ada latihan lagi?" tanya Kyungsoo, menjatuhkan diri di sofa mungil yang empuk.

"Tentu saja tidak ada," Baekhyun mengambil posisi berbaring di karpet tebal di bawah Kyungsoo, dan menyandarkan kepalanya ke bantal besar, "senang rasanya bisa libur dari kegiatan kampus dan datang ke tempat seperti ini."

"Yeah, kau benar, Campus Solidarity rupanya membuat gila," runtuk Kyungsoo, yang diikuti tawa renyah Baekhyun.

"Salahmu sendiri, kenapa kau menerima bergabung dengan organisasi itu," kata Baekhyun masih tertawa puas.

"Kukira keren saja bisa bergabung dengan Yeonhab. Tapi, aku tak sepenuhnya menyesal telah bergabung. Ini adalah pengalaman berharga tentu saja. Aku hanya sedikit kelelahan, tak pernah mengerjakan hal sebanyak ini sebelumnya."

"Dan banyak hal memang telah kau alami. Mulai dari hal yang baik dan buruk, benar kan?"

"Kau berkata seperti itu seolah aku selalu tertimpa kesialan," cibir Kyungsoo.

"Aku tak berkata demikian, tapi coba pikirkan," Baekhyun bangun dan memposisikan duduk, "yang kau alami sejak pertama kemari adalah hal luar biasa."

"Kalau bagian dimana aku dipukuli dan hampir terbunuh kau bilang luar biasa, mungkin otakmu tak beres," kata Kyungsoo mencela.

"Coba pikirkan, berapa banyak orang yang mengalami hal seperti yang sudah kau lalui? Aku rasa jarang orang mengalami hal sepertimu. Memang, segala hal yang dianggap luar biasa berbanding tipis dengan sebuah kegilaan," kata Baekhyun meracau.

"Sejujurnya aku tak mengerti apa maksudmu. Entah apa memang aku yang terlalu bodoh mencerna ucapanmu barusan," kata Kyungsoo membuat kali ini giliran Baekhyun tersenyum mencela.

"Jadi, kau memilih Kai?" tanya Baekhyun, beberapa saat kemudian.

Kali ini Kyungsoo tak bisa membantah dengan mengatakan tak mengerti dengan yang ditanyakan Baekhyun. Sementara Baekhyun disampingnya mengamati dan terlihat menunggu, Kyungsoo masih memutar mata seperti mencari jawaban.

"Aku tak tahu. Maksudku, memang apa aku terlihat seperti memilih Kai?" Mata Kyungsoo membulat bingung.

"Kau berubah seratus delapan puluh derajat dengannya. Dulu kan kau yang mengatakan kalau kau tak bisa akur dengan Kai. Sekarang kau yang begitu dekat dengannya," ujar Baekhyun.

"Aku tak mengerti apa yang terjadi. Aku sendiri masih penasaran," Kyungsoo bangkit dari pembaringan dan duduk, "kau tahu, aku tak pernah mengira kalau dia bisa suka padaku. Padahal, aku jarang menghabiskan waktu banyak dengannya."

"Kau terlalu banyak menghabiskan waktu dengan memikirkan Sehun, sehingga tak sadar dengan perasaannya padamu."

"Yeah, mungkin begitu. Tak bisa disangkal, aku memang mengharapkan Sehun, pada saat itu. Entahlah, kenapa sekarang seperti ini. Aku tak bisa sedekat dulu dengan Sehun," kata Kyungsoo dengan mata menerawang keluar jendela.

"Coba aku tanya, jika harus memilih, kau lebih memilih siapa? Kai? Atau Sehun?"

Pertanyaan yang sulit, bisik Kyungsoo dalam hati. Pertanyaan yang paling ia takuti, yang selama ini coba ia sembunyikan, ditanyakan sendiri oleh Baekhyun rupanya. Walaupun dia dengan Kai sekarang jauh lebih dekat dari dulu, Kyungsoo tak bisa berbohong pada diri sendiri jika dia juga masih memikirkan Sehun.

Seperti apa yang baru saja tadi dikatakan olehnya, kini ia dan Sehun jarang bersama atau bahkan bertegur sapa.

Pertemuan terakhir mereka adalah saat Sehun akan melangsungkan pertandingan basket bersama tim kampus. Sejak saat itu, mereka berdua hanya berkomunikasi melalui media sosial dan tak banyak yang dibicarakan.

Apa dia merindukan Sehun? Kyungsoo sendiri tak berani menjawabnya. Karena disaat dia memikirkan Sehun, bayangan Kai juga muncul dalam benaknya. Sekali lagi Kyungsoo tak bisa berbohong pada diri sendiri, kalau dia mulai menyukai Kai juga.

"Aku... Itu pertanyaan yang sulit.." bisik Kyungsoo, "aku belum mempersiapkan jawaban apapun."

"Kenapa kau butuh persiapan hanya untuk menjawab seperti itu? Memang kau mau mengikuti sebuah kompetisi? Hey, aku tahu kau belum pernah berpacaran, sehingga pengalamanmu minim sekali. Tapi tak perlu bingung begitu," kata Baekhyun, yang ditatap Kyungsoo dengan nyinyir.

"Coba jelaskan padaku, Mr Cupid," cibir Kyungsoo.

"Kau kan sendiri bilang, kalau kau punya sesuatu yang istimewa. Gunakan keistimewaanmu itu untuk mendapatkan jawaban."

"Aku tak mengerti maksudmu," kata Kyungsoo mengangkat sebelah alisnya.

"Iya, keistimewaanmu."

"Apa?"

Baekhyun menggeleng pelan, lalu berbisik, "Kyung's magic," desisnya.

Kyungsoo masih menatap tak mengerti. Melihat wajah kebingungan Kyungsoo, Baekhyun lebih memilih membaringkan kembali tubuhnya di karpet, mengeluarkan ponselnya dan mulai memainkan sesuatu disana.

Keistimewaan? Kyung' Magic? Tanya Kyungsoo dalam hati. Sungguh dia tak mengerti maksud Baekhyun barusan.

"Atau mungkin kau ingin memilih Chanyeol?" Tanya Baekhyun, tanpa mengalihkan matanya dari ponselnya.

"Kenapa Chanyeol?" Bisik Kyungsoo. Dengan dua nama, Sehun dan Kai saja, membuat dirinya kesulitan dengan pertanyaan dimana mengharuskan ia memilih. Kali ini Baekhyun menambah nama lain dalam pertanyaan memusingkan itu.

"Kau bercerita kalau Kai dan Chanyeol kemungkinan berkelahi karenamu. Tepatnya memperebutkanmu," Baekhyun menoleh lagi.

"Hey, jangan berkata seakan aku adalah manusia paling sempurna dan berhak untuk diperebutkan seperti katamu. Aku bukan apa-apa," kata Kyungsoo sengit.

"Bagi orang yang punya rasa mencintai, bukan apa-apa itu bisa menjadi yang paling istimewa. Kai yang bukan apa-apa pada awalnya juga ternyata mampu menggoyahkan perasaanmu pada Sehun, kan? Dan dirimu yang kau sebut tadi bukan apa-apa juga akan menjadi berbeda jika yang membicarakanmu itu adalah orang-orang yang memiliki rasa suka padamu," tukas Baekhyun.

Kyungsoo bungkam. Sejak kapan Baekhyun seolah menjadi orang yang ahli dalam hal percintaan begini, bisik Kyungsoo dalam hati. Baekhyun yang selalu jago berdebat dalam hal apapun, tak mampu dikalahkan oleh Kyungsoo pastinya meski ia sendiri sebenarnya adalah orang yang keras kepala. Dan percuma saja saat ini ia mendebat, karena pasti akan kalah lagi oleh sahabatnya itu.

Chanyeol? Entahlah, tapi Kyungsoo tak mampu memikirkan lebih jauh bagaimana perasaannya pada laki-laki jangkung bersuara emas itu. Selama ini memang ia tidak -atau belum- memiliki perasaan khusus pada Chanyeol, dan hanya berhubungan secara bisnis biasa, dalam arti ketika ia diajak manggung bersama. Membayangkan ternyata sebenarnya Chanyeol juga ada perasaan padanya selama ini, jika memang benar demikian, membuat Kyungsoo termenung memikirkan hal itu.

Ada sebuah pemikiran tentang Chanyeol, dan juga Sehun, yang tiba-tiba terlintas di pikirannya.

Saat masih bergelut dengan tanda tanya besar berputar di kepalanya, dan Baekhyun memilih untuk kembali fokus pada ponselnya, sayup-sayup Kyungsoo mendengar suara bel berbunyi dari pintu depan.

"Sebentar," suara cicitan Bibi Ann terdengar dari dapur.

"Biar aku yang buka pintu, Ann imo," kata Kyungsoo, beranjak dari sofa dan dengan cepat berjalan ke arah pintu depan. Kyungsoo membuka pintu, dan saat melihat orang yang menunggu di depan pintu, membuatnya sedikit terkejut.

"Kau?" bisiknya.

[TBC...]

*

下一章