webnovel

Tuan John Yang Heran, Evan Yang Menghindar

Dokumen itu sudah diganti oleh Tuan John, tanpa sepengetahuan Luci sebelumnya.

Saat Tuan John mencetak lembar yang baru itu pun Luci tidak menyadarinya karena gadis itu terlalu fokus mempelajari surat pengikat itu.

Luci diharuskan menikah dengan Evan jika saja nanti nenek Evan masih belum percaya tentang hubungan pura-pura yang dijalankan oleh Evan dan Luci saat ini.

'Aneh sekali. Kenapa Tuan harus repot-repot menikahi gadis ini?

'Apalagi pernikahan itu dilakukan secara resmi dan tanpa ikatan kontrak.

'Apa Tuan sudah mulai bisa mengatasi trauma yang dimilikinya?' batin Tuan John.

Lalu Tuan John pun memberikan dokumen yang asli kepada Luci. Karena jika Luci diberikan dokumen fotokopi maka Luci akan bisa menuduh kalau Evan menipunya suatu saat nanti.

Tuduhan itu berupa penipuan pembuatan poin baru yang sudah diganti. Tapi jika Luci diberi dokumen asli maka gadis itu tidak akan berkutik lagi karena dokumen yang asli sudah dibaca oleh Luci selama satu jam tadi.

"Terimakasih sudah berkenan melangsungkan kerja sama dengan kami.

"Ini adalah uang muka untuk perjanjian ini. Silakan menunggu instruksi selanjutanya," terang Tuan John dengan wajah datar dan suara disiplin dan membosankan seperti robot miliknya itu.

Tuan John pun menyerahkan selembar kertas kecil kepada Luci.

Tuan John memberikan Luci sebuah cek. Luci pun menerimanya.

Selama ini Luci lebih memilih untuk menerima uang cash. Tapi jika dengan Evan, itu bisa jadi pengecualian. Luci tidak masalah sepanjang Evan tidak macam-macam ke depannya.

Luci pun melihat nominal yang ada pada cek tersebut. Dan betapa terkejutnya Luci, uang yang dituliskan pada cek tersebut bernilai dua ratus juta rupiah. Padahal ini hanya uang muka saja?

Luci pun membelalak lalu melihat ke arah Tuan John.

Luci berpikir bahwa Tuan John salah menuliskan angka, atau paling tidak Tuan John mungkin kelebihan menulis angka nol, jadi nominalnya bisa membengkak begini.

Tapi di bawah angka nominal tertulis huruf abjad, dan huruf itu tertulis dua ratus juta rupiah.

"Maaf, Tuan John, bu – bukankah ini terlalu banyak untuk sekedar uang muka saja?" gagap Luci.

Bahkan tangan gadis itu gemetaran dengan sangat hebat. Wajahnya yang ayu sudah tak bisa dideskripsikan lagi ekspresinya.

Antara terkejut, tidak percaya, bersyukur, tapi juga merasa takut. Karena bayaran Evan terlihat sangat mahal. Biasanya bayaran yang mahal itu diikuti dengan resiko yang lebih berat juga.

'Tuan Evan tidak benar-benar ingin 'menyentuh'ku kan?' Pikiran Luci mulai was-was.

Tapi jika sekarang dia ingin mundur pun tidak akan bisa. Surat pengikat sudah ditanda tangani. Itu artinya Luci sudah sangat sulit untuk mundur.

Belum lagi jika Evan tiba-tiba muncul dari kamarnya untuk menyeret Luci ke ranjang lagi hanya karena Luci yang mau membatalkan perjanjian kembali. Itu lebih mengerikan dari pada mendekam di penjara.

"Itu adalah jumlah yang disebutkan oleh Tuan. Saya hanya menjalankan perintah. Sekarang jika Anda tidak keberatan mari saya antar keluar." Tuan John bangkit berdiri kemudian berjalan.

Luci pun segera menyusul lelaki itu. Ketika dua langkah kaki milik Luci sudah diambil tiba-tiba saja pintu dinding kamar milik Evan pun terbuka. Luci hanya reflek kemudian menoleh pada dinding yang terbuka itu.

Beradalah Evan yang sudah berdiri mengenakan kemeja putihnya yang sudah disingsingkan hingga ke siku.

Dengan penampilan pakaian formalnya Evan sama sekali tidak terlihat kekar. Bahkan jiak diperhatikan Evan itu cukup kurus.

Tapi siapa yang menyangka ternyata di dalam pakaiannya yang rapi itu Evan menyimpan tubuh berototnya yang indah.

Saat Evan melihat Luci, CEO itu pun melompat saking kagetnya. Wajahnya yang dingin dan mengintimidasi tiba-tiba saja berubah menjadi sangat lucu dan kocak.

"Haaaah, kenapa kau masih berada di sini?" kaget Evan dengan tubuh sudah melompat.

Mata Evan tak kuasa untuk bergerak jelalatan dan memandangi tubuh Luci. Lagi-lagi 'sesuatu' milik Evan hampir tersadar kembali, padahal selama satu jam tadi Evan sudah bermeditasi agar 'sesuatu' itu bisa dikendalikan.

"John, kenapa anak ini masih di sini?" teriak Evan kepada Tuan John. Wajah seram milik Evan sudah musnah. Sekarang Evan benar-benar kaget sekaligus panik.

Tuan John yang mendengar Evan berteriak pun seketika membalikkan tubuh. Tuan John yang sudah hampir mencapai pintu mau tidak mau harus berjalan kembali untuk mendekat kepada Evan.

Tidak sopan bagi para kawayan berbicara dengan suara keras kepada atasannya. Oleh karenanya Tuan John memilih untuk berjalan mendekat.

"Kami baru saja selesai membahas tentang surat pengikat, Tuan. Uang mukanya sudah saya bayarkan, sebagai informasi saja." Tuan John membungkuk kembali.

Jika dilihat-lihat setiap dia berbicara dengan Evan maka dia (Tuan John) akan selalu membungkuk. Apa dia tidak lelah? Apa dia tidak memiliki encok?

"Tunggu apa lagi kalau begitu? Bawa dia keluar! Hush! Pergi!" usir Evan dengan mengibaskan kedua tangannya kepada Luci.

Lalu Evan kembali ke dalam kamarnya. CEO itu menekan kembali tombol agar dinding pada kamar itu tertutup kembali. Kemudian Evan melompat di atas ranjang dan bersila. Evan pun kembali bermeditasi.

"Lupakan dia! Lupakan tubuh dan bibirnya! Ayo, Evan, tarik napasmu," racau Evan kepada dirinya sendiri dengan posisi tubuh sudah bersila dan siap bermeditasi.

Sementara itu di luar kamar Luci bingung sendiri. Luci bingung kenapa Evan menjadi aneh begitu. Tapi setelah Tuan John memanggil Luci untuk segera mengikuti lelaki itu, Luci pun menurut dan pergi.

Luci akhirnya keluar dari kantor Evan. Sama seperti ketika Luci masuk, Luci pun dikawal oleh beberapa pengawal kembali.

Ada juga Katty yang memimpin Luci untuk keluar dari dalam gedung. Sekretaris direktur itu ternyata menunggui di luar pintu dari tadi.

Gerumbulan orang-orang yang tak lain adalah pengawal itu seperti tengah mengarak Luci. Bisa juga diibaratkan Luci itu adalah makanan yang diusung oleh para semut.

Mereka menaiki lift kembali, dalam kebisuan dan juga tanpa tegur sapa. Hanya bunyi pintu lift yang terbuka dan tertutup yang bisa Luci dengar di sepanjang perjalanan untuk keluar dari gedung.

Mungkin Luci juga bisa mendengar deru napasnya sendiri, juga kelotak sepatu Katty yang mengantarkannya untuk keluar dan kelotak sepatu pantofel Tuan John yang kembali ke kantor milik Evan.

Hanya butuh beberapa menit saja sampai akhirnya Luci bisa dibawa keluar dari gedung.

Awalnya Luci berpikir bahwa Luci akan diantarkan sampai ke flat miliknya, atau setidaknya sampai ke taman kota karena sepeda Luci masih berada di sana.

Tapi ternyata Luci salah.

Gadis itu hanya diantar keluar dari gedung, tidak lebih. Bahkan Luci tidak diantar hingga ke depan gerbang.

Jalan yang dilewati Luci tadi memiliki rute yang berbeda.

Jika tadi saat masuk Luci melewati perkantoran, maka saat ini Luci dipandu melewati rute seperti bangunan-bangunan untuk tempat hiburan seperti gym, supermarket, dan juga restoran kecil.

Mungkin ini alasannya Luci tidak diantar hingga ke luar gerbang apalagi hingga ke flat miliknya karena posisi Luci sudah diatur sedemikian rupa, seolah Luci hanyalah pengunjung biasa di gedung itu.

Jadi Luci bisa keluar dari tempat itu tanpa menimbulkan kecurigaan dari orang lain. Tapi tetap saja bukankah itu keterlaluan?

***

下一章