"Terima kasih. Tapi aku tidak mau meladeni mereka. Aku hanya ingin menjalani masa sekolah ku tanpa banyak keributan."
"Dan kenyataannya, kamu tidak dapat menghindari dari mengundang masalah." Timpal Cristine memutar matanya malas. "Selama kamu masih dekat dengan Andre, fans-fansnya akan tetap mencari masalah terhadapmu."
Di masa sekolah menengah pertama, Selena juga disalahpahami karena kedekatannya dengan Andre. Untungnya saat itu, gadis-gadis itu tidak liar dalam memusuhi Selena. Paling-paling mereka akan bertanya secara blak-blakan pada Selena apakah dia benar berpacaran dengan Andre.
Selama Selena menyangkal gosip itu dan menyatakan kalau dia dan Andre merupakan teman dan ibu mereka saling bersahabat dekat, gadis-gadis itu tidak lagi memusuhinya. Malah, para gadis tersebut meminta bantuan pada Selena demi menyatakan perasaan mereka melalui surat.
Mengingat masa-masa sekolah menengahnya menyebabkan Selena tak kuasa menahan senyum.
Kenyataannya, yang senantiasa membuat ulah pada Selena tak lain adalah teman-teman Cristine. Tapi Cristine tidak tahu hal itu karena Selena juga tidak memberitahukan pada sahabatnya masalah tersebut. Itulah mengapa, dia memiliki trauma tersendiri jika menyangkut dengan teman-teman dari sahabatnya.
"Tidak seburuk itu kan. Terakhir kali mereka berinisiatif meminta maaf padaku. Aku juga sudah menjelaskan pada mereka kalau aku dan Andre merupakan teman dekat, tidak lebih. Dan mereka menerima penjelasanku dengan baik." Selena mencari-cari alasan agar dapat meredam kekesalan Cristine di depannya.
"Yah, terserah kamu saja. Bela saja Andre-mu tersayang itu." Ucap Cristian jengkel.
Selena tergelak dengan tingkah Cristine yang seperti orang cemburu. "Dia kan teman kita, Ris."
"Hanya temanmu saja, Selena, bukan temanku." Balas Cristine dingin. Dia belum bertanya mengenai kejadian kemarin sore tentang sahabatnya ini yang pergi berkencan bersama Andre. Dia akan bertanya nanti setelah pulang dari sekolah.
Selena menatap tak berdaya pada Cristine yang masih tak suka pada Andre. "Dia tidak seburuk kelihatannya, Ris."
Cristine tidak bicara, jika sejauh menyangkut Andre, dia memang enggan untuk membicarakannya. Meskipun Andre juga salah satu teman yang besar bersamanya. Namun dia tidak menyukai pria itu dikarenakan ada sesuatu hal yang disembunyikan oleh pria itu pada mereka.
Awalnya dia pun menerima Andre sebagai temannya. Tapi lambat laun, setelah mereka sangat akrab dan menjadi dekat, Andre berubah. Dia sudah menyadarinya sejak awal. Namun Selena tidak menganggap perubahan sikap Andre yang tidak biasa sesuatu yang aneh.
Padahal sangat jelas sekali kalau pria itu tidak menutupi rasa sukanya pada Selena. Dan untuk hal itu pula lah, dia tidak menyukainya. Andre sangat protective jika itu menyangkut Selena. Segala hal pribadi tentang Selena, Andre tahu luar dan dalam melebihi yang dia ketahui.
"Aku akan berkunjung ke rumahmu nanti malam. Kalau kamu sudah pulang dari bekerja, hubungi aku, Selena." Ucap Cristine mengalihkan pembicaraan.
Selena mendesah, tahu bahwa sahabatnya sedang tidak berminat untuk melanjutkan percakapan. "Nanti biar kusuruh Rina untuk mengirim pesan padamu."
Cristine selesai dengan makannya, gadis itu pun mendorong mangkuk bekas mie ayam ke samping, "Kamu yakin tidak mau pegang ponsel?"
Selena terdiam, tangannya yang baru saja hendak mengambil minum terhenti, "Aku sedang berusaha untuk tidak takut memegang ponsel lagi."
Sejak kejadian pemukulan oleh ibunya karena masalah ponsel, Selena enggan untuk berhubungan dengan ponsel yang membuat bayang-bayang ketakutan di benaknya. Dia tidak pernah memegang ponsel bahkan jika saat ini ponsel merupakan alat komunikasi yang dibutuhkan dan berguna.
Mungkin, selain dirinya, setiap siswa di sekolah ini memiliki ponsel sendiri.
"Aku mengerti..." kata Cristine dengan nada lesu yang sangat kentara. Untuk ulang tahun Selena di bulan Agustus, dia berniat akan memberi sahabatnya itu ponsel. Tapi karena Selena masih takut, sepertinya dia harus mencari kado lain untuk dihadiahkan.
"Sebentar lagi bel berbunyi, kita kembali ke kelas, Ris." Ajak Selena pada Cristine.
Kedua gadis itu kemudian pergi dari kantin menuju ke kelas masing-masing.
***
"Terima kasih, selamat datang kembali." Selena berucap pada pelanggan dengan senyuman manisnya.
Waktu menunjukkan pukul delapan malam saat dia selesai dengan pekerjaannya. Siap untuk tutup toko. Selena menyelesaikan akun untuk satu hari itu sebelum kemudian menyapu mini market tersebut hingga bersih. Dibantu oleh adik perempuan Adam; Putri, Selena selesai mengunci toko.
Seorang wanita berusia sekitar empat puluhan muncul dari dalam ruangan mini market lainnya. Bos Selena, bernama Ibu Aan.
"Bibi..." Panggil Selena lembut. Wanita itu kemudian menyuruh Selena untuk duduk.
"Sudah akhir bulan, Selena." beritahunya sambil mengeluarkan sebuah buku absen kerja karyawan. Bibi Aan lalu menghitung hari kerja Selena.
Selena menunggu wanita paruh baya itu selesai menghitung gajinya bulan ini dengan gugup. Di dalam kepalanya beberapa rencana sudah tersusun rapi tentang gajinya untuk apa akan dia habiskan.
Beberapa menit kemudian menunggu dengan gugup, Bibi Aan mengangkat kepalanya lalu menatap lekat Selena dengan senyuman.
"Selena, ini sudah tahun ke-tiga kamu bekerja disini. Meskipun Bibi tidak bisa menggajimu sebagaimana seharusnya. Dikarenakan tahun ini pendapatan toko meningkat, Bibi memberimu sedikit bonus. Semoga kedepannya, kamu semakin rajin kerjanya. Ini, terimalah." Bibi Aan menyerahkan sebuah amplot yang berisi penghasilan Selena.
Selena mengambil amplop itu dengan mata berkaca-kaca penuh haru, "Terima kasih, Bibi. Terima kasih banyak."
***
Don't forget support for this novel. Please vote, review and comment if you like this story. Thank you, guys.