webnovel

9. Past Memory

Tepian jalan yang tidak bisa kukatakan sepi. Terlihat beberapa orang berjalan ditrotoar yang berada di sisi kiriku. Aku sengaja meminta Jungkook untuk meminggirkan mobilnya yang awalnya jelas ditolak mentah-mentah oleh Jungkook. Aku tidak tahu karena alasan apa dia menolak permintaan saat aku meminta memberhentikan mobilnya, tapi akhirnya dia menurutiku. Walaupun terjadi sedikit perdebatan, akhirnya Jungkook meminggirkan mobilnya tepat didepan sebuah kedai corn dog. Entah apa yang Jungkook pikirkan sekarang, aku memintanya hanya meminggirkan mobilnya, tapi dia malah sengaja memberhentikan mobilnya didepan sebuah kedai makanan. Apa sekarang dia mengira aku sedang lapar?

Sempat tercipta keheningan yang begitu sunyi sesaat Jungkook menginjak pedal rem dan mobil telah berhenti sepenuhnya. Kupikir dia mungkin akan menuntut penjelasan atas apa yang aku lakukan. Tapi nampaknya dia sama sekali tidak melakukannya. Malahan dia hanya diam saja, jangankan menoleh, bahkan untuk menganggap presensiku masih ada dimobil yang sama pun sepertinya aku harus mengingatkannya lagi.

"Jung..."

Bukannya langsung menoleh padaku sesaat setelah aku memanggil namanya, hanya untuk meminta atensinya sebenarnya, tapi malah dia segera membuka pintu mobilnya dan keluar begitu saja. Kulihat dia sibuk memakai masker diwajahnya dan mengenakan topi baseballnya. Aku tentu saja bisa melihat dia berjalan melewati bagian depan mobil. Aku masih terus mengikuti kemanapun sosok Jungkook melangkahkan kakinya. Dan tepat sekali, dia menghentikan langkahnya didepan kedai yang tidak terlalu besar itu.

Obsidianku masih setia menatap dan merekam setiap pergerakan yang Jungkook lakukan disana. Kulihat dia mengangkat lengannya dan sesekali menunjukkan jemari telunjuk dan tengahnya sehingga aku mengerti sepertinya dia memesan sesuatu dengan jumlah dua. Kurasa sekarang Jungkook benar-benar menyangka aku kelaparan.

Aku menyemburkan nafas kasar ke udara seraya menyandarkan punggungku dengan nyaman di jok mobilku. Ini seperti aku kembali ke masa lalu, masa kecil yang menyenangkan saat aku membeli dua buah corndog dengan bocah laki-laki yang kebetulan sedang bermain dihalaman rumahnya. Dulu aku sangat humble, sangat cepat akrab dengan orang lain meskipun aku tidak mengenalnya sama sekali sebelumnya. Tentu Yerin yang dulu sangat jauh berbeda dengan Yerin yang sekarang. Aku bahkan sampai bingung sendiri sebenarnya pergi kemana Yerin yang penuh keberanian dan ambisi itu.

Rumah bocah itu letaknya tepat bersebelahan dengan rumah kakekku di Busan. Aku jelas sangat mengingat ini, sehari yang aku benar-benar dibebaskan oleh ayahku untuk bermain sendirian. Biasanya aku hanya boleh bermain saat ada pengasuh yang membuntutiku dibelakang, menyebalkan!

Hari itu adalah hari dimana kali pertama aku sungguhan dibolehkan bermain sendirian. Aku masih ingat kala aku membawa selembar uang 5 ribu won yang diberikan oleh kakekku dengan sangat gembira, seolah seperti aku telah mendapat surga dunia. Aku berjalan dengan riang, bersenandung sesekali sembari satu tanganku merengkuh sebuah boneka panda yang tidak terlalu besar. Menuruti apa kata ayah, katanya aku mirip seperti panda. Matanya yang sipit serta pipinya yang mengembung.

Tentu aku sudah lebih dulu memberitahu ayahku bahwa aku berniat membeli sebuah corn dog langganan ayahku saat berada di Busan. Ayahku adalah asli orang Busan, jadi aku sudah berkali-kali datang kemari, tapi tidak pernah lama, hanya paling sehari atau malah setengah hari. Ayah sangatlah sibuk dan tentu ibu juga tidak kalah sibuknya dengan bisnis brand fashionnya itu. Ah iya, dan ayah hanya mengangguk sambil tersenyum. Artinya, tidak masalah.

Jarak kedainya pun tidak terlalu jauh, hanya sekitar 400 meter, tentu saja ayah masih bisa mengawasiku dari rumah jika jaraknya hanya segitu. Aku mulai berjalan sembari melihat-lihat sekitar, aku bukan tipe anak yang selalu berjalan dengan pandangan lurus kedepan tanpa tengak tengok. Aku adalah tipe anak yang selalu penasaran akan sesuatu dan selalu ingin mengerti lebih jauh daripada yang lain. Hingga akhirnya aku melihat seorang bocah yang sedang berjongkok disebuah taman didalam halaman rumahnya. Awalnya aku tidak berniat menghampirinya, namun aku juga mendadak penasaran apa yang sedang diamati oleh bocah laki-laki itu. Sepertinya dia sangat serius.

"Hei. Kau sedang apa?" ucapku dengan nada berbisik didepan gerbangnya yang tertutup rapat. Aku sengaja berbisik karena takut mungkin saja orang tuanya adalah tipe orang yang garang dan posesif terhadap anaknya, yaya seperti ayahku maksudku.

Bocah itupun menoleh kearahku, aku bisa melihat wajahnya. Adik kecil itu manis sekali sih. Gumamku dalam diam. Aku lihat bocah itu mulai menghampiriku, menuju gerbang yang tertutup tanpa berniat membukanya. Gemboknya ada disamping kiri sedangkan dia berjalan kearahku yang berada di sisi kanan.

"Mau bermain?" Dia menggeleng. Sepertinya dia sedang kehilangan hasrat bermainnya. Biasanya bocah yang sama sepertinya akan sangat senang jika kuajak bermain, tapi dia berbeda. Apa dia sedang ada masalah? kulihat wajahnya murung sekali. Aku sama sekali tidak melihat senyumnya. Sempat menebak-nebak pula pasti jika dia tersenyum akan sangat manis seperti cotton candy.

"Mau temani aku membeli corn dog disana? Ayolah, aku sendirian." ucapku lagi, masih dalam sesi berusaha membujuk dengan nada berbisik. Dan setelah aku melihat dia seperti mempertimbangkan banyak hal, akhirnya dia berjalan ke sisi kiri dan mulai membuka gembok yang hanya mengait tanpa dikunci. Senyumku pun melebar, akhirnya aku memiliki seorang teman.

Tepat hanya sepersekian detik setelah dia berhasil membuka gerbangnya, dia menatapku dan kemudian mengangguk. Aku pun tersenyum lagi begitu saja. Dalam benakku, aku ingin memakan jajanku bersama seseorang, kurasa adik manis yang satu ini tidak terlalu buruk untuk berteman denganku.

"Noona. Kau tidur?"

Seketika aku membuka mataku yang tanpa sadar terpejam begitu syahdu. Ternyata mengingat masa kecil tidaklah terlalu buruk. Inilah alasanku aku tidak ingin kehilangan ingatanku, walau aku terkadang bersikeras ingin melupakan segala hal dimasa lalu, tapi kurasa kenangan pahit itu masih belum cukup sebagai alasan aku menghapus semua yang terjadi sebelum hari itu.

Aku menoleh kearah Jungkook sembari menegakkan punggungku, membenarkan lengan bajuku yang bahkan sudah sangat rapi. Sejenak aku menatap manik sehitam jelaganya yang secerah galaksi itu, aku bahkan tidak menyadari saat Jungkook membuka pintunya lalu menutupnya kembali. Ah, rupanya aku terlalu tenggelam dalam ingatanku.

"Tidak." sahutku seadanya sembari mengalihkan pandangan. Aku takut dia risih jika aku terus-terusan menatapnya. Atau malah aku yang takut kalau nanti aku yang salah tingkah sendiri karena terus memanjakan mataku ini.

"Tapi tadi kau memejamkan mata." sahutnya tak mau kalah.

Iya. Baiklah. Jungkook adalah tipe orang yang tidak pernah mau kalah dalam berdebat argumen meskipun dia itu salah. Baru saja aku sehari bersamanya, rasanya aku sudah mengetahui banyak hal tentang dirinya. Termasuk saat dia membawakan dua buah kotak corn dog dan banana milk shake yang masih berada didalam keresek putih yang di genggamnya.

"Aku hanya memejam, tapi tidak tidur." ucapku membenarkan. Kan aku memang benar, aku tidak tidur, dan aku hanya memejamkan mataku.

"Tapi, noona. Bagaimana kau tidak menyadari aku masuk tadi?"

Benar juga. Kenapa aku tidak menyadari Jungkook masuk kedalam mobil tadi. Padahal kan suara pintu mobil terbuka dan tertutup sangat kentara. Tapi, sungguhan aku tadi tidak tertidur.

"Mungkin aku sedikit terlelap. Obatnya masih bereaksi ditubuhku." ucapku seadanya. Aku hanya ingin mengakhiri perdebatan yang sama sekali tidak ada faedahnya ini. Kurasa, walaupun aku baru mengenalnya, aku akan segera tahu bahwa berdebat dengannya itu tidak ada gunanya.

"Apa yang kau bawa?" Aku menunjuk keresek putih yang dibawa Jungkook. Sepertinya aku sudah tahu apa isinya, tapi karena Jungkook tak kunjung memberikannya padaku, aku jadi melemparkan basa basi hanya untuk segera mengetahui dengan pasti apa isinya benar sesuai tebakanku atau tidak.

Jungkook terlihat segera menoleh kearah plastik yang digenggamnya, sedetik kemudian dia langsung menyodorkannya padaku. Bahkan tanpa aku minta, dia sudah memberikan semuanya.

"Untuk noona."

Aish! Yang benar saja?! Semuanya? Bisa-bisa nanti aku berubah jadi panda gempal jika terus bersama Jungkook genap satu minggu.

Sorot mataku bergantian menatap plastiknya dan sorot matanya. Sorot mata polos yang berbinar dengan puppy eyes yang menggemaskan sekali. Inginnya tadi aku akan menolaknya karena sungguhan aku tidak lapar, tapi aku jadi tidak tega setelah melihat kedalam matanya. Anak yang tulus sekali. Kelihatannya.

"Sungguh ini tidak perlu, Jung. Aku tidak lapar. Dan apa ini menggunakan uangmu, ah sebentar aku akan menggantinya."

Aku langsung merogoh tas selempangku, berniat mengambil beberapa lembar won untuk kuberikan kepada Jungkook sebagai uang pengganti dia membelikanku jajanan sebegini banyaknya. Namun belum sempat aku mengeluarkannya, segera tangan Jungkook menggapai lenganku, dan saat aku melihat wajahnya, Jungkook segera menggeleng. "Tidak usah noona." Dan itu sudah kuduga.

"Tapi itu uangmu." Aku tidak menyerah, aku kemudian mengeluarkan beberapa won dan menyodorkan langsung padanya. Namun lagi-lagi dia mendorongnya. "Sudah kubilang aku tidak mau." tolaknya halus. Tapi tetap saja ini jadi membuatku tidak enak hati padanya.

"Aku hanya ingin makan bersama."

Mendadak sesuatu didalam dadaku berdebar. Seperti dejavu. Apa kau tahu? Seperti kejadian berulang, tapi aku tidak tahu pasti kapan aku mengalaminya. Tapi sungguhan ini membuatku menjadi tidak tenang.

"Corn dog?" tanyaku berusaha setenang mungkin. Terlihat sepertinya ini pertanyaan yang tidak perlu ditanyakan, tapi aku harus memastikan dulu, karena aku tidak bisa memakan sosis, aku hanya suka corn dog berisi keju. Tidak lainnya.

"Corn dog full cheese." Tepat setelah Jungkook mengatakan itu, ingatanku seperti terlempar ke masa lalu. Kurasa aku pernah mengalaminya. Dulu sekali. Bersama bocah kecil yang sangat imut dengan dimple yang terlihat ketika sedang tersenyum. Tapi kutahu, Jungkook berbeda dari bocah itu. Jungkook hanya berhasil membuatku mengingat kembali masa itu. Dan itu menyenangkan.

"Aku hanya menebak saja, karena aku suka keju, kuharap kau juga menyukainya. Aku sungguhan tidak tahu, jadi jika noona tidak suka aku akan membelikannya lagi. Apa yang noona suka?" ucapnya dengan raut yang mungkin khawatir aku tidak menyukainya. Tapi jelas dugaannya salah, aku sangat mencintai keju. Sangat.

"Tidak. Aku menyukainya."

"Makan ya, noona. Maaf aku lupa tidak membeli makanan, dan kau kelaparan seperti ini. Jangan bilang nenek ya."

Sungguh rasa-rasanya aku ingin mencubit pipinya dan mengusak rambutnya kalau begini caranya. Melihatnya dengan raut bersalah seperti itu malah membuatku seperti memiliki adik yang begitu lucu dan manis, satu lagi, penurut. Dan jangan lupakan, dia menyebalkan.

"Tenang saja. Kau melakukan yang terbaik."

[]

下一章