webnovel

Aku akan Bertanggung Jawab Sepenuhnya

Kereta kuda berayun menyusuri jalanan kota menuju kediaman Luca. Victor yang bertugas menjaga dan mengendarai kereta kuda membawa kereta dengan kecepatan yang baik sehingga tidak begitu mengguncang. Di dalam kereta kuda yang awalnya hanya membawa tiga orang bertambah menjadi enam orang, yaitu Liviu, Mihai, dan Toma.

Toma hampir tidak paham mengapa ia ada di sini dan otaknya tidak bisa bekerja dengan baik karena dihadapkan oleh Luca – musuh terbesar half-beast dan targetnya sekarang.

Mihai juga penasaran dengan serigala yang tiba-tiba dibawa Vasile itu dan tentunya ia terang-terangan bertanya. "Siapa dia?"

Luca yang belum mendapatkan penjelasan apa pun dari Vasile juga menajamkan tatapan matanya pada pria itu.

"Ehm...." Vasile ragu harus bagaimana menjelaskannya. Setelah menimbang-nimbang untuk beberapa saat, akhirnya ia memilih sebuah kata untuk menjelaskannya. "'Kekasihku."

"Heh...."

"Daa...."

"..."

Ketiganya itu menatap Vasile dan Toma dengan perasaan yang berbeda-beda.

Mihai tidak menyangka akan menemukan half-beast selain dia yang terikat dengan incubus jadi ia penasaran apa yang sebenarnya terjadi pada pria serigala itu.

Luca memberikan tatapan 'jelaskan nanti ketika kita sampai' yang langsung mendapatkan anggukan lemah dari Vasile.

Sementara Liviu, ia menatap tajam Toma hingga mengeluarkan aura yang tidak menyenangkan.

Toma menelan ludahnya dengan susah payah. 'Anak ini ... apa dia memiliki masalah denganku?'

"Daadaa," gumam Liviu yang semakin tajam menatap Toma. Ia menyadari bahwa Toma adalah orang yang membunuh papanya sehari yang lalu dan sekarang, ia mengirimkan kebenciannya kepada Toma.

"Daaa...." Berlindung di balik punggung papanya, ia menggeram pada Toma.

"Hm? Ada apa Livi? Kau ingin menyapa Toma?" Mihai benar-benar salah paham.

"Da!!" Liviu buru-buru menggeleng dan mulai ber-dadada lagi, berusaha menjelaskan tapi hasilnya, Mihai hanya menatap Liviu tanpa memahami apapun.

"Livi, maaf, tapi aku benar-benar tidak paham."

Liviu menggembungkan pipinya dengan tidak senang. Ia mengubah arah tatapannya kepada Luca dan ber-dadada kepada Luca sambil menunjuk-nunjuknya seperti memerintahkan sesuatu.

Luca melirik Liviu sebentar. "..." Lalu memalingkan wajahnya.

Liviu langsung marah besar. "DADADA! DAAAA!"

"Eh? Livi? Tu—Livi, kau kenapa?"

"DAA!!" Liviu terbang sedikit tanpa melepaskan tangannya dari pakaian Mihai lalu menendangkan kaki mungilnya pada lengan Luca.

"..." Luca bergeser sedikit hingga Liviu tidak bisa menjangkaunya.

Wajah Liviu semakin ganas. "DAAAA!!" teriaknya sambil berusaha menjangkau lengan ayahnya itu tapi nihil karena Luca sudah di luar jangkauannya dan Liviu tidak berani melepaskan Mihai karena takut kehilangan papanya lagi.

Hal itu membuat Liviu semakin kesal. "DAAA!!"

Dengan gerakan kecil, Luca menutup indra pendengarannya dan tetap cuek.

Sementara Mihai berusaha menenangkan Liviu tanpa bisa paham apa yang membuat putranya ini begitu marah sekarang.

*****

Ketika sampai di kediaman, Liviu benar-benar sakit hati karena diabaikan sepenuhnya oleh sang ayah. Dengan mata berkaca-kaca dan ingus yang meler hingga mengotori kaus Mihai, ia menangis di dalam pelukan Mihai.

"Woi muka suram! Kau lihat apa yang telah kau lakukan?!" Mihai juga ikut marah. Ia paham alasan Liviu menangis dan benar-benar kesal dengan perilaku Luca.

Namun, Luca hanya mengabaikannya dan berjalan masuk ke dalam kediamannya.

"Sialan!" umpat Mihai yang ingin menyusul Luca dan memberinya tonjokan tapi Ecatarina tiba-tiba muncul di depannya, menghalangi jalan.

"Minggir!"

"Mihai, aku akan mengantarmu ke kamarmu," ujar Ecatarina, mengabaikan kata-kata Mihai. Sebelum mereka sampai ke kediaman, ia sudah mendapatkan pesan melalui telepati dari Luca untuk mengurus kebutuhan Mihai di kediaman mulai dari sekarang.

'Fufufu ... ini semakin menarik...,' batinnya menikmati semua ini.

"Eh? Kamarku?" Mihai yang terdistraksi langsung memikirkan perkataan wanita itu dan sedetik kemudian teringat mengenai perjanjiannya dengan Luca. Kemarahannya segera lenyap digantikan dengan kebahagiaan.

"Livi! Akhirnya kita punya kamar!" serunya bahagia sambil mengangkat Liviu yang masih setengah menangis.

"Da?" Liviu sedikit tidak paham tapi melihat wajah bahagia papanya, rasa sedihnya sedikit meluap.

'Fufufu ... mudah sekali,' batin Ecatarina benar-benar tertarik degan cara kerja otak sederhananya Mihai.

"Ayo, ikuti aku."

Mihai pun segera mengikuti Ecatarina sambil berjingkrak-jingkrak bahagia.

Di sisi lain, Toma yang menginjakkan kakinya untuk kedua kali di kediaman itu tidak bisa untuk tidak merasa gugup.

Walaupun sedikit melenceng dari rencana awalnya, tapi keinginannya terpenuhi, yaitu kembali ke kediaman ini. Ia sudah tidak bisa kembali ke organisasi karena tuduhan pengkhianatannya, maka ia menggunakan cara lain untuk membantu mereka, yaitu dengan berada di tempat yang bisa menjangkau Luca Mocanu dengan mudah.

'Aku tidak boleh gagal lagi!' Ia akan membunuh Luca Mocanu kali ini demi kejayaan kaum half-beast!

Ia mencari sosok Vasile yang entah sejak kapan sudah menghilang. Sebagai gantinya, dua sosok anak kecil berwajah sama muncul di depannya.

"Shikida Toma?" tanya yang perempuan.

"I—iya...," jawab Toma sedikit was-was. Walaupun di depannya adalah anak kecil, tatapan mereka membuat ia merasakan hawa dingin.

Kedua kembar itu tersenyum lebar seraya menjulurkan tangan mereka ke arah pintu kediaman. "Kami akan membawamu ke kamar Vasile," ujar keduanya dengan ritme yang seragam dan langsung mendorong tubuh Toma, mendesaknya untuk memasuki rumah.

*****

Luca memasuki ruang kerjanya dan langsung sakit kepala ketika melihat jendelanya roboh dan puing-puingnya tersebar di lantai sekitar meja. Ia sudah bisa menebak siapa yang membuat kekacauan ini.

"Tuan, a—hm?! Siapa yang menyebabkan kekacauan ini?!" Vasile syok melihat kondisi ruang kerja tersebut.

"Harimau itu...," gumam Luca sambil menggerakkan tangannya, mengeluarkan sihir untuk memperbaiki jendela itu. Dalam sekejap, jendela itu kembali menjadi bagus. Ia lalu menghempaskan bokongnya pada kursi kerja.

Vasile masih syok dengan kebarbaran Mihai dan hampir melupakan tujuannya mengejar Luca.

"Paman bisa menjelaskan sekarang," ujar Luca menyentak Vasile kembali.

Kegugupan memenuhi Vasile. "Aku...."

Keheningan memenuhi ruangan itu cukup lama.

Luca menopang dagunya dengan kedua tangan, tetap diam dan menunggu.

"Maaf Luca, aku tidak bisa menahan perasaanku. Entah mengapa, aku jadi tertarik kepada half-beast itu. A—aku tahu kau tidak menyukainya dan aku tahu dia sedang merencanakan sesuatu yang berbahaya untukmu. Tapi, aku tidak akan mendekatkannya padamu, aku juga akan berusaha membuatnya berubah pikiran dan tidak akan membahayakanmu lagi. Jika dia melukaimu segores saja, aku akan bertanggung jawab dengan keluar dari rumah ini. Jadi, biarkan dia tinggal di sini." Vasile sudah membulatkan tekadnya.

Luca menatap Vasile lurus-lurus, berusaha menemukan keraguan di dalam diri pamannya itu, tapi ekspresi Vasile penuh dengan keseriusan dan tekad yang bulat. Helaan napas akhirnya kabur dari mulutnya.

"Baiklah. Aku tahu Paman tidak pernah membenci half-beast. Lakukan apa yang Paman inginkan. Hanya, pastikan dia jauh dariku."

"Pasti! Aku akan menepatinya!"

Luca mengangguk kecil. "Baiklah. Paman sudah boleh pergi dan beristirahat."

Vasile akhirnya bisa merasa lega. Semua orang takut akan kesadisan Luca. Namun, Vasile tahu betapa baik dan lembutnya hati keponakannya ini. Bahkan, dengan keadaan 'kekurangan' seperti ini pun, Luca masih bisa mempertimbangkan perasaan Vasile. Itulah mengapa ia tidak pernah menyesal merawat Luca sejak orang tuanya meninggal hingga sekarang.

"Terima kasih, Tuan." Vasile membungkuk kecil lalu mengundurkan diri.

Sepeninggal Vasile, Luca menghempaskan punggungnya pada sandaran kursi yang empuk. Matanya terpejam erat dan helaan napas kembali meluncur keluar.

'Melelahkan....'

Semua yang terjadi hari ini benar-benar menguras seluruh energinya. Ia menggunakan otaknya terlalu keras untuk menganalisa hal-hal yang tidak hanya bekerja melalui otak saja.

"Hah...."

Sejak kehilangan perasaannya, mungkin ini pertama kalinya ia merasakan kesulitan tanpa benda itu. Namun, ia tetap tidak menyesal mengambil keputusan tersebut. Perasaannya adalah pengorbanan yang terlalu murah untuk kedamaian jangka panjang ini.. itulah mengapa, ia harus mempertahankannya.

'Aku tidak akan membiarkan apa pun membahayakan kaumku lagi....'

Terima kasih sudah membaca cerita ini :)

Mohon dukungannya

AoiShana8creators' thoughts
下一章