Pada 5 Februari 1994, sebuah mortir 120 mm menghantam kerumunan padat di Pasar Markale, Sarajevo. Ledakan mortir tersebut membunuh 68 orang dan melukai 144 lainnya, dimana sebagian korban meninggal berada di luar radius bunuh mortir tersebut.
Alasan kenapa mortir tunggal tersebut bisa begitu mematikan adalah, ledakan terjadi di tempat terbuka yang dikelilingi bangunan tinggi dimana dinding bangunan kemudian memantulkan gelombang kejut yang dihasilkan mortir. Hasilnya, korban yang seharusnya menderita luka ringan menjadi menderita luka berat. Sedangkan korban yang seharusnya menderita luka berat langsung meninggal di tempat.
Serangan udara yang dilancarkan TF Amethyst kepada elemen Buriek Guard di Lagra City mengambil prinsip yang sama dengan serangan mortir di Pasar Markale. Elemen Buriek Guard di Lagra City pada dasarnya berada di tempat terbuka dengan tingkat kelembapan yang sangat rendah karena beberapa hari sebelumnya kota tersebut menerima serangan bumi hangus secara masif, di tambah lagi mereka berada diantara dua dinding yang sangat rapat, yaitu dinding kastil dan dinding terluar.
Selain itu, koordinat ledakan diatur agar membentuk pola lingkaran dan meledak di waktu yang hampir bersamaan. Dengan pola ledakan yang membentuk lingkaran, gelombang kejut dan gelombang panas yang dihasilkan akan bergerak dengna konsentrasi rapat ke tengah, menyapu apa saja yang dilewati sebelum terpantul oleh dinding kastil dan kembali melakukan sapuan ke area yang sebelumnya dilewati.
Sedangkan gelombang kejut dan gelombang panas yang bergerak keluar akan dipantulkan oleh tembok terluar Lagra City. Konsentrasi gelombang kejut dan gelombang panas yang mengarah keluar memang tidak seintens gelombang kejut dan gelombang panas yang mengarah ke dalam, tapi tetap saja potensi yang dibawanya lebih dari cukup untuk menyapu bersih area yang dilewatinya.
Sementara keempat Viper sedang sibuk membagi-bagikan amunisi gratis kepada elemen Buriek Guard, delapan F/A-18 Super Hornet tiba di atas Lagra City dan langsung mengambil posisi siap menyerang.
Setiap Super Hornet tersebut masing-masing membawa 10 GBU-32 JDAM dengan hulu ledak thermobaric yang biasa digunakan dalam GBU-16 Paveway II, bukan hulu ledak konvensional seperti TNT atau Tritonal.
Begitu Viper memberi peringatan kepada defender di Lagra City dan menyingkir dari zona berbahaya, airstrike pun segera dilancarkan.
Satu hal yang tidak diduga oleh para perancang airstrike dari TF Amethyst adalah, elemen Buriek Guard di Lagra City ternyata membawa minyak lampu untuk penerangan dalam jumlah masif, dimana untuk memudahkan distribusi persediaan minyak lampu tersebut disebar secara merata ke setiap sudut kota. Persediaan minyak lampu tersebut kemudian menjadi booster bagi serangan udara yang dilancarkan TF Amethyst.
Hasilnya, hanya elemen Buriek Guard yang berjaga di atas tembok kota yang berhasil selamat dari badai api yang sekonyong-konyong muncul tanpa peringatan.
- - - - -
Pada fase awal serbuan ke Lagra City, Kapten Isak menolak untuk mengeksekusi sekelompok anak yang disergap oleh unitnya saat mencoba melakukan pengunduran ke Kastil Lagra.
Saat bertempur di atas dinding terluar, Kapten Isak tidak ragu untuk memenggal kepala anak-anak yang telah merenggut nyawa anggota unitnya menggunakan lemparan batu. Namun ia tidak sudi mengeksekusi sekelompok anak-anak yang sudah tidak lagi menjadi ancaman, apalagi mereka sudah menyerah.
Kapten Isak sadar keputusannya tersebut akan membawa masalah baginya mengingat perang yang dilancarkan Kingdom Buriek ke Region Sandhur bukanlah perang biasa tapi perang genosida. Namun Sang Kapten sudah sepenuhnya siap dengan konsekuensi yang akan diterimanya.
Satu hal yang tidak diduga oleh Kapten Isak adalah, sanksi tidak hanya dijatuhkan kepadanya tapi juga kepada anak buahnya. Semua rampasan perang dan tanda jasa yang dikumpulkan unitnya langsung dihapus sementara ia mendapat tambahan hukuman penundaan kenaikan pangkat dua kali. Setelah itu Kapten Isak dan unitnya ditugaskan untuk bersiaga di tembok terluar.
Kapten Isak tidak keberatan dengan hukuman yang diterimanya, namun ia sungguh tidak tahan dengan tatapan kebencian yang dilontarkan beberapa anak buahnya. Ia sungguh berharap agar operasi di Lagra City segera selesai agar ia bisa secepatnya mengundurkan diri dari Buriek Guard dan kembali ke kota kelahirannya untuk menjadi petani.
Sementara Kapten Isak sedang termenung memikirkan rencananya, sekonyong-konyong ia mendengar bunyi 'Dum dum dum dum!' dari arah Kastil Lagra, bersamaan dengan semburat api layaknya kebakaran di tengah malam, dan saat ia dan anak buahnya sedang bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi, ledakan yang memekakkan telinga dan membentuk cincin api tiba-tiba terjadi di tengah Lagra City.
Dengan mata terbelalak dan mulut ternganga lebar Kapten Isak dan anggota unitnya memandang badai api yang menyebar ke segala arah dan mengubah Lagra City menjadi tungku raksasa, sementara rekan-rekan mereka berada di dalamnya.
Beberapa siluet tampak berjalan tertatih-tatih dengan tubuh menyala, sebelum akhirnya roboh dan tidak bergerak lagi. Melihat beberapa anak buahnya hendak pergi menolong rekan-rekannya, Kapten Isak secara reflek segera melarang mereka.
"Jangan masuk ke dalam kota."
Beberapa Centurion ingin membantah, namun setelah mereka melihat Kapten Isak menunjuk senjata dan baju besi personel yang gugur menyala merah dan mengeluarkan asap pekat hingga membentuk kabut tipis, mereka pun segera membatalkan niatnya.
Asap yang dikeluarkan logam yang terbakar pada dasarnya adalah racun, dan jika konsentrasinya terlalu tinggi maka dalam 2-3 tarikan nafas orang yang menghisapnya akan pingsan sebelum memasuki fase koma dan akhirnya meninggal.
"Kita akan mundur ke Levsait."
Entah kebetulan atau tidak, sesaat setelah Kapten Isak menyelesaikan kata-katanya, ledakan demi ledakan yang diiringi kilatan tiba-tiba terlihat di kejauhan, atau tepatnya di Levsait dan Raisait.
"Apa yang telah kita lakukan hingga dewa-dewa di langit menumpahkan murkanya kepada Kingdom Buriek."
Gumam Kapten Isak tanpa daya sementara ekspresi yang tidak bisa dilukiskan tergambar dengan jelas di wajah anggota unitnya.
- - - - -
Saat Vex dan Nate memutuskan untuk meringankan tekanan ke Lagra City, keduanya tidak hanya berniat meringankan tekanan yang sedang dihadapi kota tersebut, tapi juga tekanan yang mungkin akan dihadapi pada keesokan harinya.
Hal tersebut karena tidak ada jaminan Kingdom Buriek akan langsung bersedia diajak berunding meski mereka sudah melihat secara langsung bagaimana Buriek Royal City diluluh lantakan menjadi abu.
Perlu diingat bahwa pada Perang Dunia II petinggi militer Jepang tetap menolak menyerah meski dua kota sudah menjadi korban bom atom. Jika bukan karena Kaisar Hirohito memberi perintah secara langsung untuk meletakkan senjata, ada kemungkinan Jepang tetap akan terus bertempur hingga orang terakhir.
Vex dan Nate sadar kalau kemungkinan petinggi militer Kingdom Buriek akan mengambil sikap layaknya petinggi militer Jepang pada Perang Dunia II tetaplah ada.
Selain itu, meski Kingdom Buriek langsung bersedia diajak berunding atau bahkan menyatakan penyerahan diri, tidak ada jaminan para perwira lapangan dari kerajaan tersebut akan langsung menerimanya begitu saja.
Vex dan Nate sama sekali tidak mau mengambil resiko, karena itu mereka berpendapat kalau melenyapkan elemen Buriek Guard di Lagra City tidaklah cukup. Vex dan Nate ingin memastikan, agar jika ada perwira lapangan dari Kingdom Buriek yang mengabaikan gencatan senjata atau penyerahan diri, potensi yang bisa mereka gunakan untuk menyerang Lagra City ada di level yang minimal.
Dengan jarak antara Davy Jones MOB dan Lagra City yang hanya ada di kisaran 200 km, maka elemen Buriek Guard bukanlah hal yang perlu dikhawatirkan. Mengingat air interdiction bisa dilancarkan dalam hitungan menit begitu ada manuver ofensif dari elemen Buriek Guard.
Ancaman nyata yang harus dikhawatirkan adalah elemen Buriek Air Corps. Karena itu sementara delapan Super Hornet menyapu bersih elemen Buriek Guard di Lagra City, 4 P-8 Poseidon dan 12 MQ-9 Reaper secara simultan menghantam posisi elemen Buriek Air Corps yang ditempatkan di Levsait dan Raisat, mulai dari yang terdekat dengan garis pantai Region Sandhur hingga yang ada di perbatasan dengan Region Sviek dan Region Rivek.
Taktik yang digunakan adalah dengan menghantam kandang Cloud Hawk menggunakan GBU-16 Paveway II, satu per satu. Setiap kandang biasanya menampung 10 ekor Cloud Hawk, dengan lokasi yang berjauhan satu sama lain. Karena itu pemboman massal untuk melenyapkan Cloud Hawk tidaklah efisien.
Berbeda dengan GBU-32 JDAM yang dilepaskan secara masal menggunakan panduan GPS/INS, GBU-16 Paveway harus dipandu dengan laser penanda target dan ditembakan satu per satu. Inilah kenapa semua bom Mk.83 yang digunakan sebagai basis untuk keluarga Paveway diisi dengan hulu ledak thermobaric untuk memaksimalkan kerusakan.
Gambaran paling sederhana mengenai potensi GBU-16 Paveway II adalah, jika bom pintar tersebut meledak di lobi sebuah hotel bintang lima, maka seluruh langit-langit dan dinding di lobi hotel tersebut akan berubah menjadi abu dalam waktu kurang dari satu detik.
GBU-16 Paveway II memang tidak cocok untuk mengakibatkan kerusakan masal, namun dalam hal akurasi bom pintar tersebut tidak ada duanya. Sejauh laser penanda target terus mengarah pada target, maka Paveway II tidak akan meleset atau pindah ke lain hati di tengah jalan.
Sebuah P-8 Poseidon dapat membawa 18 unit GBU-16 Paveway II, sementara MQ-9 Reaper dapat membawa 2 unit.
Dengan mulus sebuah P-8 Poseidon mendarat setelah menyelesaikan sortie keempat. Pilot lalu mengarahkan Poseidon ke hanggar yang menjadi kandang pesawat tersebut sebelum keluar bersama kru tanpa mematikan mesin Poseidon terlebih dahulu.
Saat operasi hanya terdiri dari 2-3 sortie, pilot dan kru biasanya enggan keluar dari pesawat. Namun saat sortie harus dilakukan hingga lebih dari tiga kali, maka pilot dan kru akan turun dari pesawat untuk mencari udara segar dan menghilangkan kepenatan.
Kru Lonely Panda berkumpul di samping pintu hanggar, dimana kopi, teh dan camilan sudah disiapkan baik bagi pilot dan kru pesawat maupun untuk kru darat. Meski begitu, para pilot dan kru pesawat hanya menenggak satu mulut teh hangat sebelum merokok atau melakukan peregangan dengan bantuan rekan-rekannya dan mengabaikan camilan yang ada karena rasa mual di perut masing-masing.
Diantara pilot dan kru P-8 Poseidon yang dimiliki TF Amethyst, tidak ada satupun yang pernah bertugas di pesawat pembom seperti B-52 Strategic Bomber. Karena itu meski pada saat pembentukan TF Amethyst mereka sudah didoktrin ulang agar mampu mengemban tugas pengeboman, hanya sedikit saja yang bisa mengatasi rasa bersalah yang muncul saat akhirnya mereka mengeksekusi misi pengeboman multi-target secara maraton.
Sementara sebatang rokok tergantung di mulutnya, Mayor Jenkins menatap langit malam sambil bergumam.
"Setelah lima target terakhir di Levsait, maka kami bisa mulai memburu kapal induk, kapal pengangkut pasukan dan kapal perbekalan Buriek Navy Corps."
Mayor Jenkins mengepulkan asap rokok yang baru dihisapnya sebelum melanjutkan.
"Kuharap semua pembantaian ini bisa segera berakhir."
*****