webnovel

Bab 07

Surabaya, Indonesia 22.00

Setelah menempuh perjalanan panjang akhirnya mobil yang membawa keduanya telah sampai di kota Pahlawan. Kedatangan keduanya langsung di sambut Om Beni beserta istrinya, Mira.

"Kenapa tidak naik pesawat saja? Jauh loh Jakarta – Surabaya, pasti kalian capek kan?"

"Engga kok Om, justru kita senang. Jarang - jarang dapat moment seperti ini. Siapa tahu di perjalanan ketemu wanita cantik, kan lumayan Om bisa di bawa pulang. Bosen tiap hari lihat Calista mulu," gurau Calvino.

"Pengen yang fresh? Masukin tuh kepala kakak ke freezer."

"Ehm ada yang marah nih kayaknya Om."

"Sudah - sudah kalian ini tidak pernah berubah masih saja seperti anak kecil, berantem terus." Sela Tante Mira.

"Ayo kalian istirahat dulu, besok Om dan Tante akan ajak kalian keliling kota Surabaya."

"Besok sore Calvin langsung balik Jakarta loh Om soalnya banyak sekali pekerjaan yang harus segera di selesaikan."

"Paling tidak sehari lagi lah Vin temani Calista di sini. Ga usah terburu – buru, urusan pekerjaan serahkan saja sama orang kepercayaan kamu."

"Tidak bisa Om, Calvino ada meeting penting."

"Sama, Calista juga banyak kerjaan. Jadi, besok kita berangkat jam berapa kak?"

"Kamu tinggal di sini Calis sayang," ucap Mira. Sontak saja Calista terperenyak mendengarnya. Kemudian melayangkan tatapan pada Calvino menuntut penjelasan, segera. Tak ingin Calista salah paham segera membimbing Calista ke kamar, sementara Beni dan Mira hanya saling pandang.

"Semoga saja Calis tidak salah paham."

"Sudahlah Ma, ayo! Biarkan mereka selesaikan permasalahan mereka sendiri," sembari menarik pergelangan tangan istrinya menuju kamar.

"Mama jadi merasa bersalah Pa."

"Kamu juga Ma, gimana sih kok sampai keceplosan."

Sementara di dalam sebuah kamar yang jauh dari jangkauan Beni dan Mira. Calista tak henti – hentinya menghujani kakak tercinta dengan tatapan tajam.

"Apa maksud ucapan Tante Mira tadi?" Ada kemarahan dalam nada suaranya karena sejak awal Calista sudah menaruh curiga pada gerak gerik kakaknya yang mendadak mengajaknya ke Surabaya.

"Calista, tenanglah dulu."

"Aku butuh penjelasanmu kak!"

"Iya kakak tahu. Tapi please tenangkan dirimu dulu. Ini sudah malam, ga enak kalau kita sampai ribut – ribut di rumah Om Beni."

"Kakak, jelaskan sekarang! Apa yang sebenarnya sudah kamu rencanakan?" Tak tahu harus menjelaskan apa, berkali – kali menghembus nafas berat dan hal tersebut membuat Calista semakin hilang kesabaran.

"Okay, kalau kakak tetap memilih bungkam. Malam ini juga Calis akan kembali ke Jakarta!"

"Tunggu Calista!" Kemudian menggenggam tangan adiknya sesekali meremasnya lembut. Mengunci tatapan adiknya yang tak lagi menyilau hangat.

"Kakak ingin sementara waktu kamu tinggal di sini sayang."

"Apa maksudmu? Kau ingin membuangku, hah?"

"Tolong jangan salah paham Calista. Dengarkan penjelasan kakak dulu. Kakak tahu selama ini Jozh masih mengganggumu? Kesibukan kakak sangat padat dan kakak tak bisa memantaumu terus – terusan dan tempat ini-"

"Aman, begitukan yang ingin kamu ucapkan Calvino? Dengar! Aku bisa mengatasi masalahku sendiri tanpa harus bersembunyi seperti ini!"

"Apa kau tak tahu juga Calista. Bahaya mengancammu setiap saat. Jozh semakin berbuat nekat, tolong mengertilah!"

"Tapi aku tak mau mengerti! Aku tak peduli lagi dengan Jozh tapi yang ku pedulikan perusahaan Papa."

"Oh jadi kau takut kehilangan harta Papa, hah? Tak ku sangka Calista Earle Kafeel tamak harta."

"Kau yang tamak harta," bentak Calista. "Tega membuangku dari keluarga sendiri demi menguasai harta Papa kan? Jadi seperti inilah watak aslimu Calvino Luz Kafeel, pura – pura baik, sok peduli nyatanya semua itu palsu."

"Kau sudah salah menilaiku Calista. Semua yang ku lakukan untuk keselamatanmu, untuk kebahagiaanmu. Satu hal yang sangat ku pedulikan itu kamu, bukan kekayaan Kafeel. Apa kamu tahu penyesalan terdalam kakak, hah?" Jeda sejenak karena bibir Calvino tiba – tiba terasa kelu untuk berucap, sementara Calista terus – terusan melempar tatapan sinis.

"Penyesalan terdalam kakak harus melihatmu menderita karena kesalahan kakak di masa lalu yang sudah mempercayakanmu pada lelaki brengsek itu. Seandainya waktu bisa di putar kembali Calista." Tanpa terasa air mata jatuh mengaliri pipi kokoh. Melihat ketulusan sang kakak, Calista langsung disergap rasa bersalah. Jemarinya terulur mengusap setiap bulir air mata.

"Mulailah menata masa depanmu di sini. Hilangkan bayang – bayang masa lalumu sayang," sembari merangkum pipi Calista.

"Tapi kenapa harus di tempat ini kak?"

"Kakak yakin Jozh tidak akan bisa menemukanmu di kota ini sayang."

"Lalu bagaimana dengan kakak? Calis ga mau kakak memikul sendirian beban perusahaan." Tanpa dapat di bendung lagi air mata lolos begitu saja melewati pipi mulus.

"Berhentilah mengkhawatirkan kakak, dasar gadis bodoh. Pikirkan kebahagiaanmu, kau pantas bahagia Calista sayang."

Di belainya pipi Calvino bekas tamparan terlihat jelas di sana membentuk jari – jari Calista. "Maaf apakah sakit?" Ucapnya penuh penyesalan. Tanpa menjawab justru menarik tubuh Calista ke dalam pelukan. Menghujani puncak kepala dengan kecupan sayang. Rasa sayang Calvino pada adik tercintanya ini melebihi apapun di Dunia ini.

"Jaga diri baik - baik selama kakak tidak ada dan berjanjilah untuk tidak lagi meneteskan air mata. Kamu pantas bahagia," bisik Calvino. Sementara Calista semakin menenggelamkan kepalanya ke dalam dada bidang.

--

Sore ini dengan di temani Om Beni dan Tante Mira, Calista mengantarkan Calvino ke bandara. Rasanya berat sekali untuk meninggalkan sang adik, sekali lagi di peluknya gadis pemilik tubuh mungil itu.

"Ingat, jaga diri baik - baik selama kakak tidak ada," sembari merangkum pipi Calista.

"Pasti, kakak juga yah." Tanpa dapat di sembunyikan lagi kesedihan menyelimuti wajah cantik Calista karena harus berpisah dengan kakak tercinta. Kembali di peluk tubuh mungil dan sekali lagi di kecup puncak kepalanya dengan sayang lalu bergegas meninggalkan Calista setelah berpamitan dengan Om Beni dan Tante Mira.

"Udah yuk sayang, kita pulang," ajak Mira.

Terbiasa di sibukkan dengan berbagai urusan kantor tentu saja membuat Calista bosan hanya berdiam diri tanpa melakukan apapun. Sehingga di hubunginya beberapa sahabat yang mungkin bisa membantu.

"Coba kau hubungi nomor ini Calista. Namanya Yuvan, kemarin sih dia butuh manager marketing, kali aja masih ada lowongan. Oh iya lowongan pekerjaan ini buat siapa Calis? Bukan buat kamu kan? Masak iya kamu melamar pekerjaan, aku saja bekerja di perusahaan Papa kamu."

"Okay Dis, thanks ya infonya," tak ingin terus di cecar pertanyaan langsung memutus sambungan telepon. Di saat ingin menghubungi Yuvan pintu kamarnya di ketuk. Ternyata Mira yang datang dan mengajak Calista untuk makan malam.

Hari – hari berikutnya Calista tak di sibukkan dengan kegiatan apapun. Bosan, tentu saja, sehingga Calista kembali menghubungi teman – temannya yang lain dan berhasil karena salah satu perusahaan membutuhkan karyawan untuk menduduki posisi sebagai CFO.

Perkenalan itu bermula dari media sosial ketika salah seorang teman Calista memberikan kontaknya sebagai referensi ke salah satu rekan kerjanya sebut saja Leonard. Perkenalan yang singkat namun sangat berkesan bagi Calista hingga bisa membuat hati Calista menghangat setelah 2 tahun lamanya mengunci rapat dari sosok lelaki.

Leonard menyandang gelar pemburu berdarah dingin, permainannya sangat halus dan licin sehingga siapa pun gadis cantik yang di liriknya pasti bisa dengan mudah di taklukkan. Itulah sosok Leonard seorang hrd di salah satu hotel bintang 5 di kota Surabaya.

Memiliki wajah tampan, tatapan tegas, sikap dingin dan di tambah wajah angkuh membuatnya semakin memesona, auranya sangat kuat membuat siapa pun yang melihatnya pasti bertekuk lutut. Karakter yang berbeda jauh dengan Calista, wanita blasteran Indonesia - Spanyol, memiliki paras cantik seperti Dewi Yunani, sikap tenang namun tegas, santun perilakunya serta lembut tutur bahasanya membuat para lelaki saling berebut untuk memperistri seorang Calista Earle Kafeel.

下一章