webnovel

Gavriel Posesif Kamvret

Selamat membaca

¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶

Sore harinya …

Apartemen Sky Elty

Di meja ruang tamu apartemen Gavriel, terdapat kotak dengan isi handphone milik seseorang.

Handphone milik Queeneira, yang sebenarnya sudah diperbaiki dan beres dari kemarin. Namun, ia masih belum berniat untuk mengembalikannya kepada si pemilik, ia ingin melakukan sesuatu terlebih dahulu dengan handphone

yang saat ini ada di tangannya.

Kata seseorang yang ia perintahkan untuk memperbaiki handphone milik Queeneira, dia tidak membuka aplikasi lain, selain membenarkan dan menyatukan kembali komponen yang rusak dan ia percaya itu, karena memang

seseorang itu sudah lama bekerja dengannya.

Ia mengusap dan melihat foto di layar handphone Queene dengan senyum kecil di bibirnya. Ia tidak percaya dengan apa yang dilihat netranya, saat foto dengan gambar matahari pagi menjadi layar utama sebagai wallpaper.

Sebenarnya bukan karena mataharinya, tapi karena pemilik handphone inilah yang membuatnya tidak percaya. Karena, jika saja orang lain yang memasangnya ia juga tidak akan peduli. Tapi berbeda karena ini adalah Queeneira, sahabatnya yang tahu dari dulu kalau ia sangat menyukai matahari pagi.

Di dalam hati yang terdalam, ia sungguh berharap jika alasan sahabatnya menggunakan gambar matahari di handphone itu semata-mata karena dirinya, karena Queeneira selalu mengingatnya, bukan karena alasan lainnya.

"Aku harap memang seperti itu, Queene," lirih Gavriel dengan senyum kecil.

Kemudian, karena semakin penasaran dengan apa yang ada di dalam gallery handphone Queeneira. Gavriel pun mencoba membuka aplikasi lainnya dan tidak perlu bersusah payah, akhirnya gallery foto pun terbuka dengan bebas.

Tidak ada sandi keamanan, karena handphone yang dipegangnya habis diperbaiki dan ini membuat kesempatan terbuka lebar untuknya.

Tidak ada yang hilang, sepertinya begitu, karena ia masih bisa melihat barisan foto dengan jumlah banyak di hadapannya saat ini.

"Hum … Dia masih suka berfoto, dari dulu tidak berubah," gumam Gavriel saat melihat foto dengan latar sebuah kampus, juga seorang wanita yang ia ketahui bernama Andine tertera di layar.

Bukan hanya di kampus dengan Andine turut serta, namun juga seorang laki-laki yang tidak asing di netra tajamnya. Seorang laki-laki yang dulu menjadi kakak kelasnya dan sempat menjadi orang yang ia minta untuk menjaga Queeneiranya.

"Rajendra Glen Saputra," desisnya kesal, saat melihat bagaimana dekat keduanya. Dari pencahayaannya, ia yakin jika ini di ambil waktu malam hari dan di jalan bukan kampus.

"Apa mereka berkencan? Tapi kenapa tidak ada di laporannya," gumam Gavriel dengan nada tidak suka.

Kemudian karena ia semakin penasaran dengan apa yang di foto oleh Queeneira, Gavriel pun menggulirkan lagi layar turun ke bawah dan seketika terkekeh aneh, saat melihat foto Queeneira yang memakai gaun merah.

Gaun merah yang memperlihatkan bagian atas tubuh Queeneiranya, mengekspos bahu mulus nan putih yang seharusnya ia seorang saja yang boleh melihatnya.

"Sialan," batin Gavriel disela-sela kekehannya.

Kekehannya lama-lama berubah menjadi umpatan kesal, saat ia merasa 'ingin' ketika melihat bahu Queeneira yang terbuka maksudnya kelewat terbuka, foto dengan tatapan mata menantang di penglihatannya.

"Astaga! Anaknya Wardhana, sepertinya senang sekali membuat jiwa liarku melayang kemana-mana," umpat Gavriel kesal luar biasa.

"Kurang ke bawah oy! Itu baju apa kemben, bangke. Sialan, lebih baik aku ambil laptop dan memindahkan isinya, aku hanya perlu bilang jika fotonya hilang ,beres. Sialan," gerutu Gavriel, sambil melotot dan menunjuk-nunjuk foto tidak bersalah itu kesal. Kemudian, ia dengan segera berpindah ke ruang kerjanya dan memindahkan isi foto di handphone Queeneira ke dalam laptopnya.

Ia juga memformat kartu SD di handhpone Queeneira dengan virus, agar tidak ada lagi foto kenangan Queeneira yang isinya tidak ada dirinya serta. Ia hanya ingin ribuan foto di gallery handphone Queeneira berisi fotonya dengan Queeneira, tidak ada yang lainnya, titik.

Biar saja ia di bilang posesif kamvret, yang penting ia harus menyingkirkan foto lucknut namun indah ini terlebih dahulu, agar hanya dirinya sendiri yang bisa melihatnya.

Puas memindahkan semua foto dari handphone Queeneira ke dalam laptopnya, ia juga menginstal hidden softwere yang memudahkannya melacak keberadaan Queeneira, tanpa harus takut ketahuan Queeneira sebagai pemilik handphone.

"Hum, selesai," gumam Gavriel.

Kemudian ia juga mengambil sesuatu di laci kerjanya, menghidupkan lampu meja dan menyorotnya di satu sisi, tepatnya di kotak kecil juga perhiasan kalung dengan liontin matahari.

Ia mencabut berlian di bagian tengah kalung itu, kemudian menggantinya dengan berlian yang sudah di tanam dengan microchip pelacak buatan Amerika,

Ia hanya berharap semoga Queeneira bisa segera memakai kalung yang ia rancang khusus ini, bukan hanya karena ia bisa melacak keberadaan Queeneira, tapi juga agar ia bisa melihat bagaimana cantiknya leher jenjang itu memakai sesuatu darinya.

"Ck, aku sangat penasaran, melihat bagaimana nanti wajah garang itu merona saat menyebut namaku," gumam Gavriel kemudian melanjutkan pekerjaannya, yaitu memasang penyangga agar berlian berisi chip di kalung buatannya tidak mudah terlepas.

Skip

Beberapa hari kemudian …

W&M Boutique And Photo Studio

Di dalam ruangannya, Queeniera yang sedang duduk tenang dengan jari lentik bergerak lincah tiba-tiba berjenggit kaget, saat mendengar suara pintu yang terbuka dengan gebrakan kuat disusul dengan Andine yang menerobos masuk.

"Yah! Andine, mau di PHK dengan tidak terhormat, heh!" sembur Queeneira marah sejadinya.

Jantung cantiknya hampir copot, karena tindakan bar-bar nan anarkis asisten kurang di hajar yang sialnya temannya sendiri.

"Terserah, Quene, terserah," sahut Andine sama sewotnya, membuat Queeneira batal untuk lebih lanjut memarahi asistennya yang kini menampilkan wajah berbeda.

Biasanya Andine akan bercanda dengan tampang konyol setelahnya, namun saat ini tidak membuatnya merasa ada yang aneh dengan apa yang terjadi kepada Andine, asistennya.

"Oke, kali ini aku maafin," putus Queeneira kemudian kembali memasang wajah biasa, setelah tadi melotot ganas ke arah Andine.

"Isk, Queene," kata Andine sambil mengakat kedua tangannya seperti menyerah, membuat Queeneira mengangkat sebelah alisnya, bingung.

"Apa sih, And. Bikin penasaran aja," sahut Queeneira, berusaha tidak ambil pusing dan kembali mengerjakan laporannya.

"Ya ampun Quee, kamu tahu tidak, kita itu sudah di tanya sama Pak Bara, beliau bertanya kapan kita mau mulai pemotretannya. Ini sudah satu minggu loh dari terakhir kita tanda tangan kerja sama," jelas Andine dengan gemas.

Ia di teror dengan pesan dan telepone dari asisten pak Bara, yang menanyai kapan produk mereka di ambil gambar dan di promosikan.

Tapi bagiamna ia mau menjawab, jika Bosnya saja tidak memberitahu apakah Gavriel bisa atau tidak menjadi model mereka.

"Aku bisa gila," batin Andine berlebihan.

Jari-jari tangan Queeneira berhenti dari acara mengetiknya. Diikuti detak jantung yang tiba-tiba saja berdetak cepat, belum lagi netranya yang membulat sempurna saat Andine menyebut lamanya waktu dari terakhir mereka mengadakan kerja sama.

"Apa! Satu minggu? Yang benar saja," batin Queeniera kaget.

Dengan segera Queeneira melihat tanggalan yang ada di meja kerjanya, kemudian melihat dengan netra membulat saat tanggal di kalender menunjukan angka tanggal yang 6 hari tidak ia bulati.

Astaga!

Melihat ke arah Andine yang juga sedang melihat ke arahnya, Queeneira membenturkan dahinya ke permukaan meja seraya bergumam lirih.

"Hiks … Aku merasa baru kemarin aku menelpon Ezra untuk di minta bantuan, namun aku bilang nanti dan nanti yang aku ucapkan ternyata sudah berjalan selama enam hari. Hiks … Kenapa akhir-akhirnya nasibku sungguh sial," batin Queeneira nalangsa.

Andine yang melihat Bos sekaligus temannya ini seakan tersiksa pun ikut prihatin, ia pun berjalan menghampiri dan berdiri di belakang punggung Queeneira. Kemudian mengusap punggung Bosnya dengan pelan, berniat memberikan dukungan.

"Sabar Queene, terkadang sesuatu yang menurut kita mustahil itu malah ternyata tidak sesusah kelihatannya. Maafin aku dengan keputusan sepihak aku ini, aku tidak tahu ternyata segitu tidak inginnya kamu bertemu dengan oppa. Kalau begitu biar aku yang menemui Pak Bara, lalu menjelaskan jika kita tidak bisa memakai model seperti keinginannya," tutur Andine panjang-lebar dengan nada menyesal.

Queeneira terdiam saat mendengar perkataan Andine, seketika ia sadar jika apa yang sedang dilakukannya ini adalah keegosian dirinya. Seharusnya tidak perlu menghindar dan hanya perlu maju untuk menantang Gavriel, membuktikan jika ia adalah Queeneira yang berbeda tidak pengecut seperti dulu.

Seharusnya ia juga professional untuk pekerjaannya, seharusnya ia berjuang untuk perusahaannya bukannya malah menuruti sisi egonya, tanpa memikirkan anak buahnya yang berusaha untuk mendapatkan kesempatan kerjasama yang tidak datang 2 kali.

"Ya Tuhan, kali ini saja, tolong bantu aku untuk menyingkirkan rasa egois ini demi memenuhi tanggung jawabku terhadap karyawan juga perusahaanku," batin Queeneira meminta dengan sungguh-sungguh.

Sedangkan Andine yang masih mengusap punggung Queeneira pun kembali melanjutkan ucapnnya, kemudian terdiam saat Queeneira mengangkat kepalanya dan menatapnya dengan ekspresi berbeda.

"Baiklah, Queene. Aku akan meminta waktu Pak-

"Tidak perlu," sela Queeneira cepat, menuai pekikan kaget dari Andine.

"Ehh!!"

"Tidak perlu kamu cancel. Susun saja property juga minta beliau untuk mengirim sampel jamnmya. Aku pastikan, jika Gavriel Wijaya mau menjadi modelnya, besok atau lusa. Paham?" lanjut Queeneira dengan nada yakin, menatap Andine dengan sorot mata berbeda.

"Pa-paham," jawab Andine masih tidak percaya dengan perubahan Queeneira.

"Bagus! Kalau begitu segera lakukan yang aku katakana tadi, Andine," perintah Queeneira yang segera di angguki kepala mengerti oleh Andine.

"Roger, captain!" seru Andine dan meninggalkan ruangan Queeneira dengan langkah semangat.

Setelah kepergian Andine dari ruangannya, wajah Queeneira yang tadi menampilkan ekspresi yakin berangsur-angsur berubah menjadi lesu lagi dan kemudian dengan frustasi meletakan keningnya di atas meja.

Dug!

"Hiks … Sombong banget, bilangnya besok atau lusa. Aku mana tahu dia sibuk atau tidak, huweee … Queeneira bodoh," desahnya sedih meratapi nasib badan sendiri.

Bersambung.

下一章