Melihat pemandangan tidak senonoh itu, Karina langsung mendobrak pintu ruang presdir dan masuk dengan seenaknya. Dilihatnya Lisa sedang berada di atas pangkuan Oscar.
"Lisa! Jadi lo ternyata?!" Karina memandang keduanya dengan tatapan tidak percaya sekaligus jijik. "Sudah kuduga Lis, pantes aja Aditya mutusin lo, ternyata lo selingkuh sama bule!"
"Kar! Ini nggak kayak yang lo liat Pak Oscar memang-" Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Oscar mengambil alih pembicaraan Lisa. "Saya memang yang menyentuh Lisa. Kamu sebaiknya tidak membuat gosip tidak jelas di kantor ini!"
"Pak yang benar saja, Bapak sudah menyalahi aturan perusahaan, itu yang pertama." Karina mengacungkan jari telunjuknya ke wajah Peter. "Kedua, mengapa Bapak mau mau saja dengan wanita jalang seperti Lisa?!"
Oscar menyuruh Lisa untuk beranjak dari pangkuannya. Pria itu kemudian berdiri di hadapan Karina yang masih dengan sikap mengancam. Aura dingin dan mengintimidasi dari Pria itu mulai terpancar lagi.
"Kamu Karina dari departemen pemasaran bukan? Jabatanmu adalah manajer, sama seperti Lisa. Tetapi saya perhatikan kamu memang gemar membuat gosip di kantor ya Karina?" tanya Oscar sinis. Nada suaranya mulai dingin mengerikan. "Kamu seharusnya malu pada dirimu! Sayang kinerjamu cukup bagus di sini, saya jadi tidak punya alasan untuk memecat kamu!"
"Bapak ini siapa berani - beraninya berkata demikian? Saya laporkan ke presdir Peter tentang ini!" kata Karina percaya diri. Matanya menatap Oscar dengan sengit.
"Kar, lo sebaiknya mundur. Pak Oscar ini CEO baru kita!" seru Lisa yang berdiri di belakang Oscar. Tangannya disilangkan.
"Kalian bercanda kan? Kenapa Pak Peter tidak berkata apa - apa kemarin? Seharusnya yang menggantikan Pak Peter adalah Pak Bisma!" bentak Karina.
"Saya barusan menggantikan posisi ayah saya hari ini!" Oscar mengerenyitkan dahi serta memasang tatapan tajam kepada Karina.
"Pak Peter itu ayahmu!?!" Karina mengangkat alis tidak percaya. Ia tidak menyangka pria tampan namun menakutkan ini ternyata pewaris sah perusahaan telekomunikasi ternama itu.
"Karina! Bahasa!" sergah Lisa dengan lantang.
"Maksud saya, Pak Peter itu ayah anda!?" tanya Karina yang masih berdiri di depan Oscar.
"Benar Karina. Masih mau melawan lagi?"
Oscar paling tidak suka berhadapan dengan wanita macam Karina. Wanita cantik namun hatinya busuk dan tingkah lakunya sangat tidak beradab. Seandainya saja Karina bukan salah satu dari manajer muda berprestasi di perusahaan itu, sudah pasti meja kerja Karina akan kosong keesokan harinya.
"Lisa adalah sekretaris pribadi saya sekarang! Soal apa yang terjadi di balik pintu ruangan ini sudah bukan urusanmu. Jadi Karina, saya minta anda kembali saja ke ruanganmu. Sana urus anak buahmu itu!"
"Lisa? Turun jabatan dari manajer menjadi sekretaris? Ahahahahaha! Sungguh wanita tidak punya harga diri! Lo emang rendahan Lisa! Persis kayak ibumu yang tua dan jelek itu!
"Nggak usah bawa - bawa nama Ibu ke masalah ini!" Lisa mulai naik pitam, siap meninju saudara tiri dan rekan kerjanya itu namun Oscar menghadangnya.
Oscar menggeleng kepada Lisa.
Karina menoleh ke arah Lisa sambil berkacak pinggang. "Heheh, lo gila Lis! Mau mau aja diturunkan dari manajer menjadi sekretaris biar bisa enak - enak bersama dengan presdir bule! Murahan banget lo Lisa, dan dengarkan ini Pak presdir yang baru," seru Karina seraya mengacungkan telunjuk ke dirinya sendiri. "Saya akan buktikan kalau saya wanita yang lebih pantas untuk anda banggakan daripada Lisa! Saya tidak akan kalah dari wanita rendahan dan kampungan seperti sekretaris baru Bapak!"
"Oh dan… Liat aja ntar Lisa, sebentar lagi satu kantor akan tau kalo lo menggoda Pak Oscar!" Karina melangkah keluar dari ruang presdir dengan langkah cepat. Sebentar lagi, berita akan Lisa melakukan perbuatan mesum di kantor bersama dengan presdir baru akan tersebar dengan cepat. Lisa yakin akan hal itu.
"Karina brengsek!!!"
Meskipun Lisa sering dibuat kesal dan sulit oleh sikap tidak menyenangkan Karina, ia masih harus menjaga hubungan profesional dengan makhluk bedebah bersepatu bling - bling dan riasan mencolok itu. Memang, sangat sulit untuk tidak kebakaran jenggot acapkali Lisa berhadapan dengan saudara tirinya itu. Namun sampai detik ini Lisa masih belum menemukan cara agar Karina jera dan berhenti mengusik hidup Lisa.
Sementara Lisa tidak pernah menjelekkan saudara tirinya yang brengsek itu, Karina selalu mencemarkan nama baik Lisa dengan gosip - gosip tidak sedap tentangnya. Lisa tidak ingin membuat citranya semakin buruk di kalangan karyawan sekantor dengan membalas perbuatan Karina dengan balasan yang setimpal. Baginya, urusanmu ya urusanmu dan sebaliknya.
Lisa kemudian terperosok dari tempat ia berdiri, air mata mulai mengalir deras di pipinya yang merona. Lisa mengatupkan kedua telapak tangannya untuk menutupi ekspresi sedih dari Oscar. Baginya, menangis adalah bentuk kerentanan seorang wanita karir yang gigih dan kuat. Tidak disangka, Lisa akan menangis tersedu - sedu di kantor presdir.
Oscar merangkul wanita yang sedang meringkuk di pojok ruangan. Oscar mendaratkan kecupan di kening Lisa seraya menenangkan Lisa yang masih menangis sesenggukan.
"Hidup gue semakin hancur sejak insiden mabuk di Sky Lounge! Ini semua gara - gara si brengsek Aditya! Si bangsat Karina! Bedebah semuanya!" isak Lisa di pelukan Oscar.
"Sudahlah, saya akan terus pantau segala gerak - gerik Karina." Oscar merangkul Lisa dan mengelus kepalanya dengan lembut. "Kalau dia sampai macam - macam denganmu, saya yang akan ambil tindakan. Kau tenang saja, temani saya di kantor ini setiap hari." Oscar mengerlingkan salah satu matanya dengan genit.
"Kamu boleh kembali dan selesaikan pekerjaanmu sebagai manajer yang terakhir kalinya."
"Baik Pak, saya izin kembali ke ruangan saya."
Lisa kembali berurusan dengan laporan yang tak kunjung selesai. Di ruang departemen keuangan, seluruh karyawan nampak sibuk dengan pekerjaannya masing - masing. Beberapa dari mereka ada yang lesu lepas lembur sehari sebelumnya, membolak balik arsip keuangan yang tak ada habisnya. Sisanya mengerjakan sesuai dengan perintah, namun tidak ada gairah untuk menyelesaikan pekerjaannya sama sekali. Satu - satunya karyawan di ruangan itu yang masih tampak segar dan bersemangat adalah Andien.
Hari yang panjang dan melelahkan pikir Lisa.
"Lis, lo nggak apa - apa? Kok mata lo sembab gitu?" tanya Andien penasaran.
"Oh biasa, terlalu lama liat layar komputer Ndien"
"Ah lo jangan bohong ah Lis! Pasti Karina lagi kan?" Andien mencolek bahu Lisa dengan genit.
"Gosipnya udah nyebar?!"
"Eh gosip yang mana? Soal Aditya dan lo jomblo? Itu sih udah nyebar Lis. Masa lupa tadi pagi lo diusik Karina?"
"Oh, ya udah baguslah. Gue kira yang itu udah nyebar."
"Ada apa lagi?!" tanya Andien penasaran.
"Lo ingat soal bule yang nanti gue ceritain?"
"Iya kenapa itu Lis?"
"Nanti ke Sky Lounge yuk? Ntar gue ceritain di sana"
"Idih Lisa! Ngomong aja lo pingin minum! Kelarin dulu lah kerjaan kita Lis!"
Lisa tertawa renyah melihat reaksi sahabatnya yang lugu itu. "Mumpung weekend Ndien!"