"Ini, ambil satu." Seru Gabby sambil menyodorkan stik kembang api, "Aku masih belum menyangka kamu, cowok kaya 7 turunan, tapi nggak tau apa itu kembang api,"
Michael mengerutkan keningnya dan mengambil stik kembang api, "Cara nyalainnya gimana?"
"Kamu beneran nggak tahu?" Gabby menaruh sisa stik kembang api di atas meja dan mengambil korek api, "Aduh, sayangku kampungan sekali."
"Nggak." Michael menggelengkan kepalanya, "Duh, berhenti mengejekku! Masa kecilku dipenuhi sama latihan piano!"
Gabby tertawa kecil lalu menarik tangan Michael ke tengah halaman rumah. Perempuan itu mengambil korek api di sakunya, mengarahkannya ke ujung stik kembang api. Percikan warna emas muncul dan menerangi sekitar mereka.
"Kamu bisa buat cahaya seperti bintang," Gabby menggerakkan stiknya di dekat Michael, "Atau hati."
Gabby mengarahkan stiknya ke atas lalu membuat hati yang besar. Percikan api terus bermunculan, menyebar sedikit demi sedikit. Tidak lama kemudian stik kembang api yang dipegang Gabby habis. Perempuan itu mengambil stik baru lalu menyalakannya lagi.
"Kamu suka nggak?" Gabby menoleh dan melihat Michael sedang melihat kembang api di tangannya.
Michael mengalihkan pandangannya dan melihat percikan api di dekat Gabby, "Iya, suka."
"Kalau gitu sini," Gabby menarik baju Michael, "Kita nyalain stik kembang apimu."
Michael mengarahkan stik kembang apinya ke stik kembang api milih Gabby. Tidak lama kemudian percikan api muncul dari stik kembang api milik Michael. Mata laki-laki itu terbelalak kaget lalu menjauhkan stiknya dari badannya.
"Oh," Gabby tertawa, "Jangan takut, kamu nggak bakal kena apa-apa kok."
Setelah mengatakan itu Gabby berjalan menjauh, menggerakkan stiknya di langit-langit. Entah perempuan itu bermaksud untuk menggambar apa karena gambarnya tidak terlihat jelas.
"Gabby..." Michael berjalan mendekat, masih takut dengan percikan api yang keluar dari stiknya.
Tidak lama kemudian terdengar bunyi mercon di dekat mereka. Gabby menghentikan langkahnya lalu menengadahkan wajahnya, yang kemudian diikuti oleh Michael. Saat mercon-mercon itu terbang ke langit, mereka terlihat seperti bunga yang indah. Tapi saat percikan mercon itu mekar di langit, mereka terlihat seperti bintang.
"Cantiknya..." Mata Gabby berbinar-binar, dipenuhi oleh cahaya dari mercon di atas mereka.
Michael mengalihkan pandangannya lalu melihat Gabby, laki-laki itu tersenyum lalu menganggukan kepalanya, "Iya, cantik."
Kebersamaan mereka di malam ini telah terlukis di dalam ingatan Michael. Bahkan sepuluh atau dua puluh tahun kemudian laki-laki itu akan tetap ingat kejadian malam ini. Mungkin suatu saat nanti, dia akan menceritakan kejadian romantis ini kepada anak-anaknya.
Dua remaja yang berdiri di halaman rumah Gabby, kedinginan, dan melihat mercon bersama. Tanpa sepengetahuan mereka, Ibu Gabby mengeluarkan handphonenya dan mengambil foto mereka dari belakang.
"Ah, indahnya cinta anak muda." Gumam Agnes sambil tersenyum tipis.
--
Waktu berjalan dengan cepat, tiba-tiba besok Michael akan merayakan ulang tahunnya. Sebagai teman dekat (calon istri) dan teman sebangku otomatis Gabby adalah orang pertama yang dia undang.
"Aku merasa spesial." Gabby menutup matanya lalu menggelengkan kepalanya dengan pelan.
Gabby melihat kartu undangan yang ada di tangannya. Dia sudah tahu kalau biaya untuk membuat kartu undangan itu tidak murah. Bagaimana tidak, jika kartu itu dimiringkan, wajah Michael dan tulisan alamat rumahnya akan muncul.
"Norak." Balas Michael singkat.
--
Besok sore di hari ulang tahun Michael, Agnes terlihat kalang kabut. Gabby yang sedang membaca komik di sofa ruang keluarga terkena imbasnya. Wajah wanita itu sudah dirias sedemikian rupa, membuatnya terlihat anggun.
"Gabby!" Agnes berjalan mendekat, "Cepat siap-siap! Pestanya akan dimulai jam enam kan?"
"Dan ini masih jam," Gabby melihat jam dinding, "Setengah lima?"
"Masih?! Cepat siap-siap!" Agnes berdecak kesal.
Dengan berat hati Gabby menyeret kakinya ke tangga lalu masuk ke kamarnya. Karena tadi jam tiga dia sudah mandi, perempuan itu memutuskan untuk cuci muka saja. Saat Gabby di kamar mandi dia dapat mendengar ibunya masuk ke dalam kamarnya.
Mata Gabby terbelalak kaget saat melihat ibunya sudah selesai berdandan. Wanita itu memakai gaun panjang berwarna putih, rambutnya dibiarkan terurai. Bagaimana bisa ibunya sudah selesai dandan?
Ibunya mengambil rok berwarna putih di atas tempat tidur lalu menyodorkannya di hadapan Gabby, "Pakai ini, tadi siang ibu beli di mall."
"Kalau atasannya terserah kamu." Ibunya melanjutkan.
Gabby mengambil roknya, melihat dari atas sampai bawah lalu memprotes, "Rok? Apa ibu nggak salah?"
"Sudah jangan banyak protes," Ibunya melihat dirinya di kaca lemari Gabby, "Cepat pakai lalu kita berangkat."
Gabby menghembuskan nafasnya lalu masuk kembali ke kamar mandi. Meskipun dia tidak menyukai rok, perempuan itu menyadari kalau ibunya tidak bisa dibujuk. Dengan berat hati dia melepas celananya dan mengenakan rok.
Setelah Gabby selesai, dia dan ibunya turun menemui ayahnya di ruang keluarga. Seperti yang Gabby duga, ayah nya terlihat tidak bahagia. Seakan-akan pria itu tidak mau menghadiri pesta ulang tahun Michael.
"Ayo cepat!" Perintah ibunya yang membuat suaminya berdiri dari sofa.
Karena rumah Michael dan Gabby bersebelahan, Daniel memutuskan untuk jalan kaki saja. Di malam hari yang gelap itu, rumah Michael terlihat terang sekali. Pintu masuknya terbuka dengan lebar dan banyak mobil-mobil mewah yang parkir.
Di taman rumah Michael terdapat beberapa meja yang dipenuhi oleh kue-kue kecil, air mancur, dan band yang memainkan musik-musik yang menenangkan. Banyak orang yang hadir di acara ulang tahun Michael. Para pria memakai jas yang terlihat mahal, sedangkan para wanita memakai gaun yang terlihat elegan dan mewah.
Di sana terlihat beberapa pramusaji yang membawa minuman di nampan. Bahkan ada juga pramusaji yang mendorong kereta berisi makanan kecil. Pesta ulang tahun Michael benar-benar terlihat mewah.
Sebelum pesta dimulai, terdengar banyak suara tertawa di taman itu. Hampir semua memegang gelas dan berdiri mengobrol satu dengan yang lain. Ada beberapa anak kecil yang berlarian, mereka juga terlihat seperti orang kaya.
"Hah," Agnes menghela nafasnya, "Untuk acara ulang tahun ini terlihat sangat mewah."
Daniel mendengus kesal, dia tidak peduli dengan kekayaan keluarga Michael. Menurutnya keluarga yang kaya dan memiliki segalanya itu tidak sebanding dengan keluarga yang selalu bersama dan makan di bawah atap yang sama.
Gabby melihat sekelilingnya, berusaha mencari Michael. Tapi dari tadi perempuan itu hanya melihat wajah orang-orang asing. Setelah beberapa lama dia ada disana, Gabby baru menyadari kalau tidak ada teman sekolahnya yang diundang Michael.
"Dasar pelit, masa dia nggak ngundang teman yang lainnya." Bisik Gabby dalam hati.
"Calon besan kita ada disana. Ayo kita sapa mereka, jangan hanya berdiri disini saja." Ajak Agnes sambil menyenggol lengan suaminya.
Dengan berat hati Daniel mengikuti langkah istrinya. Dia melihat istrinya berjalan sambil merapikan rambutnya. Daniel hanya menganggukan kepalanya saat Agnes bertanya apakah lipstik yang dipakainya masih terlihat bagus.
Di meja dekat pintu masuk Brenda terlihat sedang berbicara dengan beberapa temannya. Wanita itu memakai gaun warna hitam yang menunjukkan bahunya. Tangan kanan Brenda membawa gelas yang berisi anggur merah.
"Brenda, aku dengar katanya ada bank Amerika yang memberikan investasi di orkestramu ya?" Tanya salah satu teman Brenda.
"Kamu tahu darimana?" Brenda tersenyum manis, "Apa beritanya masuk koran?"
"Aduh aku benar-benar cemburu!" Sahut temannya yang lain, "Kamu harus mempertahankan bank itu!"
"Iya! Katanya bank itu memiliki keuntungan tahunan yang mencapai ratusan miliar!" Balas teman yang lainnya.
Brenda meminum anggur merahnya sambil tersenyum malu.
"Permisi..." Terdengar suara pelan dari belakangnya.
Saat Brenda menoleh dia dapat melihat wanita yang terlihat elegan dengan gaun warna putihnya. Di samping wanita itu berdiri ada pria yang memasang wajah tidak enak dan remaja perempuan yang manis.
Benar-benar perpaduan yang mengejutkan, pikir Brenda.
Setelah beberapa detik kemudian Brenda membuka mulutnya dan bertanya, "Kamu siapa ya?"
Wajah mereka terlihat familiar hanya saja Brenda lupa dimana dia pernah melihat mereka sebelumnya.
"Ah, ini Gabby teman sebangkunya Michael. Saya ibunya dan ini suami saya. Kami..." Agnes menjelaskan dengan gugup.
Belum selesai menjawab, Brenda memotong ucapan Agnes dengan girang, "Silahkan masuk! Di dalam pasti ada kursi kosong. Saat pesta dimulai kalian dapat mengambil makan."
Brenda lalu mengalihkan pandangannya dan kembali berbicara dengan teman-temannya. Wanita itu bergaya seakan-akan tidak mau berbicara dengan mereka. Teman-teman Brenda melihat Agnes sebentar lalu kembali berbicara satu sama lain dan tertawa.
Baru kali ini Agnes tahu yang rasanya diabaikan di tempat umum. Dan lebih parahnya dia diabaikan di depan keluarganya! Wajah Agnes memerah karena menahan malu lalu membalik badannya.
Bagaimana ini bisa terjadi? Pikir Agnes dalam hati.
Harapan Agnes datang ke pesta ulang tahun Michael adalah agar dia bisa berbicara dengan ibunya Michael. Berbicara mengenai rencana pernikahan anak mereka atau mengenai apapun. Tapi sesampainya disini ibunya Michael bahkan tidak berbicara lebih dari dua puluh kata dengannya.
Melihat ekspresi sedih istrinya membuat Daniel emosi. Pria itu membalik badannya, melangkahkan kakinya, matanya melotot, dan berteriak, "Hey! Istriku belum selesai..."
"Jangan bikin malu!" Agnes menarik lengan suaminya dan berjalan menjauh.
Ini adalah rumah ibu Michael, jangan sampai Daniel membuat malu dirinya! Kalau sampai Daniel melakukan sesuatu yang membuatnya malu, bagaimana bisa nanti Michael menjadi menantunya?
Gabby mengerutkan keningnya saat melihat Ibu Michael. Dia terlihat bahagia saat berbicara dengan teman-temannya. Tapi karena wanita itu tadi memotong pembicaraan ibunya, Gabby rasanya ingin merusak kebahagian ibu Michael.
Gabby menggelengkan kepalanya lalu berjalan mengikuti ibunya. Mereka masuk ke dalam dan mencari tempat duduk. Wajah ayahnya terlihat murka, Gabby berharap semoga tidak ada yang menyenggol ayahnya selama pesta berlangsung.
Daniel mengerutkan keningnya, bagaimana bisa keluarga macam ini akan menjadi keluarga Gabby di masa depan? Ibunya Michael saja tidak terlihat peduli dengan mereka. Tangan Daniel terkepal tanpa sepengetahuannya.
"Hey, sudah lah," Agnes melepas kepalan tangan Daniel, "Jangan bikin aku malu."
"Mungkin ibunya Michael sedang asyik berbicara dengan teman-temannya." Lanjut Agnes.
Daniel menoleh dan disambut oleh senyuman yang menakutkan dari istrinya. Seakan-akan istrinya sedang memberinya peringatan agar tidak berbuat apa-apa. Pria itu menundukkan kepalanya dan menarik nafas dalam-dalam. Apa istrinya sudah kehilangan akal sehatnya? Bagaimana bisa dia tetap membela keluarga Michael disaat seperti ini?
Sesampainya di dalam Gabby tidak memberi perhatian pada orangtuanya. Matanya sibuk mengelilingi dalam rumah Michael, berusaha mencari laki-laki itu. Tapi seperti tadi, Gabby hanya melihat wajah orang-orang asing. Hampir semua wajah mereka terlihat tidak ramah.
"Gabby!" Tiba-tiba terdengar suara yang bersemangat dari belakangnya.
Gabby menoleh dan melihat Michael yang sedang turun dari tangga rumahnya.