webnovel

TEMAN SEKOLAH BARU (1)

Sekarang adalah hari pertama Van menjadi siswa SMA. Ia yang sudah rapi dengan seragam lengkapnya pun langsung menuruni tangga untuk bergabung sarapan bersama. Dapat ia lihat jika kedua orang tuanya sudah duduk dengan tenang, juga adiknya yang sedang memakan roti selai.

Van menyapa mereka, lalu ikut duduk bersama. Mereka semua tampak merasa aneh dengan Van, karena saat ini raut wajah Van begitu berseri-seri, sangat berbeda dengan kemarin, pulang dengan wajah kusut. Baik  kedua orang tuanya ataupun adiknya tak ada yang berani bertanya, namun sepertinya Van menyadari tatapannya yang membuat Van bertanya.

"Kalian..." Jeda Van sembari menatap Ayah, Bunda dan Vin secara bergantian, "Kenapa liatin Van kaya gitu?" Tanya nya sembari mengambil roti selai yang telah  disediakan oleh Bundanya.

Ayah Van berdeham, lalu kembali melanjutkan sarapannya. Bundanya pun hanya tersenyum, tak berniat menjawab pertanyaannya. Kini tatapannya beralih pada adiknya yang sedari tadi sedang mengunyah sarapannya dengan wajah tengilnya.

"Lo sadar gak sih, Bang?" Tanya Vin yang membuat Van mengerutkan keningnya. "Maksudnya?" Tanya Van balik. 

"Lo kemaren kaya gak semangat hidup, tahu gak? Terus sekarang ceria banget wajah lo." Ujar Vin sedikit menyebalkan.

"Oh... kirain apaan." Ujar Van yang membuat mereka yang berada dimeja makan pun melongo mendengarnya. Vin menggelengkan kepalanya, lalu satu tangannya menyentuh dahi Van dengan menggunakan punggung tanganya itu, "Sakit, lo." Ujar Vin.

Van yang mendengarnya langsung menatap adiknya sinis, "Heh, mulutnya!" Ujar Van yang langsung dihadiahi cengiran lebar dari adiknya, sementara itu Ayah dan Bunda mereka hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah kedua putranya itu.

Van merasa bosan karena sampai saat ini ia belum menemukan satu orang pun teman yang cocok dengannya, untungnya ada teman sekelasnya dulu saat SMP yang kini satu Sekolahan dengannya, hanya saja Van dan temannya itu berbeda kelas. Namun bagi Van itu tak masalah sama sekali.

"Van, kantin yuk!" Ajak seseorang  yang membuat Van yang sedang melamun pun terkejut. Ia menatap temanny itu dengan raut wajah yang kesal, "Bisa gak sih gak ngagetin gue mulu, dari dulu gak berubah, lo!" Ketus Van, lalu beranjak dari kursinya.

"Hehe, sorry. Lo ngelamun mulu, lagi mikirin apa sih, lo?" Tanya nya.

Saat ini Van dan temannya itu sedang menuju kantin Sekolah mereka, ternyata suasana kantin sudah padat dan ramai, ia pun kebingungan untuk mencari tempat duduk yang kosong.

"Ald, penuh, gimana dong? Mana gue laper lagi." Keluh Van sembari mengusap perutnya yang sudah meronta-ronta minta diisi. Aldera Wirasya, seorang laki-laki yang merupakan salah satu teman terdekat Van saat masih bersekolah di SMP.

"Iya juga, ya, hm..." Jeda Aldera sembari matanya menelisik sebuah tempat yang hanya diisi oleh dua orang laki-laki. Seketika mata Aldera berbinar, "Eh, Van, kita gabung sama dua orang itu aja, yuk! Sekalian nambah temen lah, ayok!" Ajak Aldera sembari menarik tangan Van menuju kearah dua orang laki-laki itu.

"Bro, boleh gak kita gabung disini? Soalnya kita kehabisan tempat." Ujar Aldera pada dua orang laki-laki yang kini saling menatap satu sama lain meminta persetujuan, sampai salah satu dari mereka akhirnya pun menjawab, "Boleh, santai aja." Jawab salah satunya.

Aldera pun mengangguk, lalu menoleh pada Van yang sedari tadi hanya diam dengan raut wajah datarnya itu. Sungguh, Aldera yang melihatnya saja benar-benar kesal dengan raut wajah temannya yang satu ini, tak pernah berubah. Hingga saat ini belum pernah ada satu pun gadis yang berhasil mencairkan sifat dinginnya dari seorang Van Andreo  Gerald.

"Wajah lo, kontrol dikit bisa, kan? Mereka udah baik ngasih tempat sama kita, senyum dikit, kek." Bisik Aldera pada Van.

Kemudian Aldera pun menarik lengan Van agar ikut duduk disampingnya, kemudian menatap dua orang laki-laki itu dengan senyum canggung. Sedangkan dua orang laki-laki itu yang melihatnya balas tersenyum memaklumi sifat Van yang seperti itu.

Aldera menyikut lengan Van berkali-kali, tetapi Van diam saja dan memainkan ponselnya. Aldera yang melihatnya dibuat geram, lagi-lagi harus dirinya yang mencairkan suasana.

"By the way, kita belum kenalan. Gue Aldera, ini temen gue, namanya Van." Ujarnya kemudian menoleh menatap Van tajam, "Iya, kan, Van?" Tanya nya sembari mencubit lengan Van sedikit keras.

Van yang sedang memainkan ponselnya pun langsung menjerit, "Akh! Sakit bego, apa-apaan sih, lo!" Protesnya yang langsung  diam karena menyadari jika sedari tadi dua orang laki-laki itu sedang memperhatikannya, membuat Van terpaksa tersenyum canggung, "Eh, iya."

"Nama gue, Sharon dan ini temen sekaligus sodara kandung gue, namanya, San." Aldera yang mendengarnya langsung tersenyum, "Salam kenal, ya. Berarti bisa dong, mulai hari ini kita temenan?" Tanya nya sembari menaik-turunkan kedua alisnya.

"Tunggu, kalian kembar ya?" Tanya Aldera. Sharon dan San saling menatap satu sama lain, menjawab, "Iya, kita sodara kembar. Ya kan, San?" Tanya nya yang langsung diangguki oleh San.

Aldera yang mendengarnya langsung berteriak heboh, kemudian menoleh menatap Van, berkata, "Woah, Van, kita punya temen kembar!" Ujarnya antusias.

Van yang melihatnya langsung memutar bola matanya, kesal. Kemudian tatapannya beralih pada dua orang laki-laki itu, "Gue mau pesen makanan, kalian mau pada nitip, gak?" Tanya Van dengan wajah datarnya.

Aldera yang mendengarnya langsung melongo tak percaya, "Tumben lo, Van. Kesambet apaan, lo?" Cibirnya membuat Van yang menatapnya langsung menaikkan sebelah alisnya.

"Gue udah baik dari lahir kali." Ujar Van sedikit sombong. Aldera menepuk pundaknya dua kali, "Wih, temen kita yang satu ini udah berani sombong, guys." Ujarnya sembari mencebikkan wajahtnya. Sementara itu, Sharon dan San terkekeh melihat interaksi kedua orang laki-laki itu.

"Gue mau mie bakso aja deh, Van. Lo pada mau apa, nih? Mumpung dia lagi baik, tuh. Kapan lagi bisa dipesenin sama es batu berjalan."

Mendengarya Van langsung menoleh dengan tatapan tajamnya, "Pulang jalan kaki, sana!" Aldera yang mendengarnya langsung menciut, "Yah, baperan amat, lo." Ujarnya dengan wajah yang ditekuk.

Sharon dan San terkikik geli melihat wajah Aldera yang menurut mereka begitu lucu. Aldera yang menyadarinya langsung melotot tajam pada mereka, alhasil mereka menjadi berhenti tertawa dan memilih memainkan ponsel mereka masing-masing.

"Sana lo yang pesen, ogah banget gue." Ujar Van dengan sinisnya.

Aldera yang mendengarnya hanya mencebik, seketika ia menyesal sudah memuji temannya yang satu ini. Dengan terpaksa, Aldera pun beranjak dari tempatnya dan langsung menghampiri beberapa penjual yang dipesankan oleh teman-temannya.

Tinggalah Van bersama dua teman barunya. Sharon sebenarnya ingin mengajak laki-laki pemilik wajah datar itu berbicara, akan tetapi entah kenapa berhadapan dengan laki-laki itu begitu sungkan. Tanpa dijelaskan pun, semua orang yang melihatnya akan langsung tahu jika Van adalah sosok yang memiliki aura dingin dan tegas.

San yang melihat Sharon terus menatap Van yang sedang sibuk dengan ponselnya pun berbisik, "Kenapa lo liatin dia segitunya?" Tanya San begitu penasaran.

Sharon yang mendengarnya langsung menoleh, "Pengen akrab, tapi kenapa rasanya sungkan banget, ya?" Jawab Sharon dengan wajah lesu. San yang mendengarnya pun langsung mengangguk mengerti, lalu menatap Van yang kini ditatap Sharon kembali.

Benar, San pun mengakuinya sendiri, jika ia juga sedikit sungkan pada laki-laki pemilik wajah datar itu. Tetapi San juga mengakui jika Van memiliki wajah yang sangat tampan, ia yakin dalam hitungan hari pasti laki-laki itu akan langsung terkenal di Sekolahan ini.

Sharon menoleh pada San yang juga tengah menatap Van. Ia melambaikan kedua tangannya didepan mata San, "Kenapa lo liatin dia juga?" Tanya nya sedikit penasaran.

San menoleh menatap Sharon yang kini tengah menatapnya, "Gue juga gak tahu, Ron." Jawabnya polos yang membuat Sharon menepuk dahinya sekali, benar-benar harus extra sabar menghadapi sifat absurd San yang membuatnya selalu ingin memaki tetapi ia tahan.

Halo, Readers. Jangan lupa tinggalin psnya yaaa^^

giantystorycreators' thoughts
下一章