webnovel

78. Akhirnya sadar

Matahari yang bersinar terang menemani keceriaan dari para remaja yang sedang dalam perjalanan menuju pulau dewata. Tempat yang di idam-idamkan banyak orang.

Bus berjalan terseok-seok mengikuti jalur perjalanan yang naik turun bagai ular karena sudah memasuki kawasan kaki gunung. Jalur berat itu membuat beberapa anak yang ada didalam bus memuntahkan isi perut karena perut yang terus dikocok dengan sangat hebat. Katrok memang.

Bus yang berjalan bagai semut yang berjalan beruntut dan rapi. Total semua ada delapan bus. Bisa dibilang beruntung karena kelas LIly mendapatkan satu bus utuh untuk satu kelas sedangkan yang lain bercampur dengan kelas lain.

Jika yang lain sedang asik berjoget dan bernyanyi lagu dangdut. Lily lebih memilih memainkan hpnya sembari menyambungkan headseat ketelinganya.

Katakan Lily tidak menikmatinya, nyatanya memang begitu. Ini semua dikarenakan Lily sangat merindukan Angkasa bagai orang gila. Tunggu, Lily memang gila.

Lebih lagi Lily sudah kehabisan obat dari dokter Mita dan Lily tidak bisa mendapatkan obat itu lagi karena Lily sudah berhenti menemui dokter Mita sejak Lily berbaikan dengan mamanya atau sejak Lily kembali kerumahnya setelah diusir selama sehari.

Semoga saja, Lily bisa baik-baik saja tanpa obat itu.

Baru saja Lily memikirkan dokter Mita, nama dokter itu sekarang muncul di layar hpnya. Untung saja sekarang Lily sedang menggunakan headseat, jadi pendengarannya tidak akan terganggu oleh suara berisik dari teman-temannya yang sedang berpesta itu.

"Halo dokter Mita."

"Halo Lily, apa kabar?"

"Baik banget dok."

"Baguslah kalau begitu."

"Dokter telfon cuma mau tanya kabar aja?"

"Sebenernya dokter mau tanya kenapa kamu jarang datang ke rumah sakit lagi? Keluarga kamu ada masalah ya?"

"Kurang lebih seperti itu dok."

"Kamu baik-baik aja Ly?" Lily terkekeh.

"Dokter mau tanya berapa kali biar yakin?"

"Sampai dokter lihat kamu sendiri mugkin."

"Ehm, gimana nanti Lily kirim foto Lily sama Angkasa pas di pantai?"

"Angkasa?"

"Aku lupa, Angkasa itu nama Sky Flower pas disekolah dok."

"Oh, boleh. Ide bagus. Sesak kamu ada kumat gak Ly?"

"Sekali aja sih dok. Sekarang udah gak apa-apa. Tapi masih takut kalau kumat lagi, soalnya obat yang dikasih dokter Mita udah habis."

"Udah habis?" Lily bisa mendengar suara tawa yang keras diseberang sana.

"Kalau dokter boleh jujur, obat itu sebenernya cuma vitamin. Obat itu hanya pemicu semangat kamu biar kamu berani hadapin trauma kamu. Dokter rasa itu akan berhasil." Lily tecenung, ada-ada saja tingkah dokter satu ini.

"Tahu begitu Lily mending beli di apotik aja biar lebih murah."

"Udah ah, dokter ada pasien nih. Kamu jangan terlalu memikirkan masalah ya? Sekarang seneng-seneng aja selama piknik."

"Siap bu dokter."

Sambungan terputus.

Yuli yang sudah lelah bernyanyi tiga kali untuk meramaikan, kini kembali duduk disamping Lily sembari terengah-engah.

"Gila Ly, ikut nyanyi sono!"

"Ogah gue."

"Telfon dari siapa barusan? Dari Angkasa ya? Ketawa-ketawa gitu."

"Bukan, Angkasa belum ngasih kabar sama sekali sejak hari pertama olimpiade kemarin."

Yuli meraih Lily dan memeluknya. "Malangnya temanku yang satu ini. Terus tadi telfon sama siapa?"

"Dokter Mita."

"Siapa tuh?"

"Dokter kenalan sellingkuhan papa."

"Lah, ngapain ngehubungin dia lagi. Lo lupa habis ribut sama mama lo gegara tuh orang?!"

"Slow Yul. Dia cuma nanyain kabar aja kok setelah gue putus terapi. Tadi juga dokter kasih tahu aku satu hal."

"Apa?" Tanya Yuli penasaran.

"Gak jadi deh." Yuli melempar Lily dengan bantal yang dibawanya untuk mengganjal kepalanya ketika tidur nanti. Tapi dengan cepat Lily bisa menangkap bantal itu dan memangkunya.

Akhirnya Yuli berpamitan kepada Lily untuk pergi ke bagian depan bus dan bernyanyi lagi.

*

Makanan prasmanan yang lumayan memuaskan menurut Lily, biasanya makanan diarea peristirahatan rasanya akan tidak enak dan hambar. Tapi masakan disini sangat enak dan gurih membuat Yuli dan Lily untuk makan ke ronde kedua.

Saat Lily dan Yuli baru memakan separuh dari piring kedua mereka dua orang terduduk dihadapan mereka.

Gita dan satu temannya yang Lily lupa namanya, membuat Lily kehilangan nafsu makan seketika.

Lily membanting sendok yang digenggamnya ke piring dengan sedikit lebih keras. Sontak beberapa dari anak-anak disekitar mereka menoleh kesumber suara.

"Ngapain lo disini?" Tanya Lily sinis sama sekali tidak berminat untuk berdamai dengan Gita dan temannya.

"Santai dong Ly, aku cuma mau tanya sesuatu aja kok sama kamu."

"Gue gak niat jawab."

"Ya udah kalau gak niat jawab. Aku pergi makan ke meja lain aja."

Lily mengelus-elus dadanya, dibantu Yuli yang juga mengelus-elus bahu Lily. Lily harus sabar, jangan sampai Lily membuat keributan di waktu seharusnya ia bersenang-senang.

"Ada apa sih tuh anak, bikin nafsu makan hilang aja." Gumam Yuli, yang sepertinya kali ini lebih tidak bisa menahan emosinya dibandingkan dengan Lily.

"Udah Yul. Iseng aja kali."

"Ih kan tetep ngeselin aja. Apa ya mereka gak kapok udah kamu kasih pelajaran?!"

"Jangan tanya gue. Itu cuma mereka yang tahu." Lily mengangkat dua bahunya acuh.

"Ih lo juga ngeselin Ly."

"Lah?"

"Kayaknya mereka itu udah gak suka lo dari lama deh."

"Iri sama kecantikan gue kali." Ujar Lily membanggakan dirinya sembari meletakkan sebelah tangannya ke wajahnya bak model. Lily sudah bejaga-jaga melatih pose foto selama ini.

Siapa tahukan, akan ada sesi interview hubungannya dan Angkasa yang sudah terungkap itu. Tapi nyatanya tidak satupun dari reporter ingin mewawancarainya.

Berita hubungannya dan Angkasa yang menguap itu hilang hanya dalam hitungan hari saja. Lily sedikit kecewa.

Ini akan menjadi hal yang lebih sia-sia lagi jika ia terus berlatih pose, sedangkan Lily tahu Angkasa berniat berhenti menjadi model.

Mari kita kuburkan harapan ingin diwawancari secara eksklusif ini.

Disaat Lily tersadar dari lamunannya, Lily mendapati ekspresi jijik dari Yuli.

"Bercanda kali Yul."

"Gak bukan itu maksud gue."

"Hah?"

"Akhirnya lo nyadar kalau lo itu cantik."

"Lah kan emang dari dulu."

Yuli menggeleng. "Lo itu gak pernah ngaku cantik tau. Apalagi dengan lo yang suka pakai apapun yang menurut lo nyaman tanpa peduli penampilan itu bagus apa enggak. Secara gak sadar itu nutupin kecantikan lo."

"Makanya gue suka sama Lily." Yuli dan Lily menoleh secara bersamaan kearah Doni yang tiba-tiba menyaut ucapan Yuli.

Kemudian Rena datang membawa satu piring makanan, duduk dihadapan Lily. "Mentang-mentang gak ada Angkasa kamu berani bilang gitu ke Lily ya Don. Aku aduin baru tahu rasa."

"Aduin aja, orangnya gak bisa dihubungin kok." Ujar Doni sembari mengambil tempat disamping Rena.

"Ah iya, dulu Doni emang ngejar-ngejar lo kan Ly." Ujar Yuli sadar, Lily yang terlihat sembrono-pun masih banyak dikagumi oleh kaum adam. Salah satunya Doni.

"Iya, selama gak ada Angkasa aja."

Lily melempar tisu yang sudah digulung kearah Doni dengan cepat.

"Gue gak sudi sama lo."

"Gue tahu kok Ly, jangan diperjelas aja." Yuli dan Rena mentertawai Doni dengan keras.

"Kasihan banget sepupuku." Lantas Doni meletakkan kepalanya dibahu Rena berlagak menjadi seorang anak kecil yang dijahili teman dan teman itu adalah Lily dan Yuli.

Power stone ya~

w-a-j-i-b

Chuuby_Sugarcreators' thoughts
下一章