"Ini Callista kan?"
"Iya...saya sendiri...siapa ya?"
"Gua Friska. Gua tunggu lo di kafe deket apartemen lo. Penting."
Telfon nya mati.
Calista menatap hape nya dengan dahi mengerut.
"Penting?" tanya Callista pada diri nya sendiri.
***
Di sebuah kafe barista, Callista mendorong pintu nya, masuk ke dalam kafe tersebut, menampakkan Diri nya dengan celana jeans dan baju putih, dengan rambut di gelung.
Beberapa orang tertarik memandangnya.
Callista menebarkan pandangannya ke seluruh sudut kafe. Mencari orang yang mengadakan janji dengan nya.
Sebuah pop up muncul di layar hape Callista.
Friska:
Gua duduk di deket meja kasir.
Callista menatap ke meja kasir. Lalu berjalan menuju perempuan dengan gaun hitam dan rambut yang terurai ke samping bahu kiri nya, sedang duduk di sebuah kursi tinggi.
"Friska?" Callista berdiri di belakang Friska yang sedang minum sesuatu seperti alkohol.
"Hai, Callista...duduk aja dulu..." Friska tersenyum menatap Callista.
Callista duduk di samping Friska di sebuah kursi tinggi.
"Ke intinya langsung aja..." Callista tanpa basa-basi langsung menatap ke Friska.
Bau alkohol mulai tercium.
"Minum dulu dong, haus kan lo..." Friska tersenyum lebar memperlihatkan gigi bagian atas nya.
Lalu Friska mengangkat tangannya—memanggil pelayan.
"Gua gak minum" Callista menatap datar ke Friska.
Friska menarik salah satu sudut bibirnya.
"interesting, yet damn..." Friska terkekeh.
Callista hanya diam.
"Santai dong muka nya...gak akan gua bunuh lo kok..." Friska masih tersenyum.
"Lo pasti nungguin inti pembicaraannya ya?" Friska menatap remeh Callista.
"Gua cuma mau minta sesuatu ke lo kok...gua minta dengan baik-baik" senyum Friska memudar, suasana mulai serius.
"Lo tau kan, gua selama ini bego karena suka sama orang yang gak suka sama gua..." Friska tertawa renyah.
Mata nya berlinang.
Callista menatap sorot mata Friska—sendu.
"Asal lo tau...bukan gua yang bego, Ta...tapi dia...dia yang bego...ada gua yang ngejar-ngejar dia di sini...dari dulu, dari saat dia jadi pacarnya Sherly. Gua suka dia karena sikap nya, karena hati nya, karena dia lembut, dia setia, dia baik, dia...dia..." Friska menarik nafas panjang, dan meng hembuskannya.
"...dia istimewa. Dia yang selama ini gua cari, Ta...dia yang selama ini gua minta. Lo ngertiin gua kan?" Friska tersenyum. Air matanya menetes.
"Ta...gua cuma mau mohon sama lo...tolak perjodohan lo sama dia, jauhin Deren, Ta...rasa sayang gua ke dia lebih besar daripada rasa lo...gua bisa bahagia in dia...bukan kaya lo yang selalu bikin beban pikiran dia bertambah. Lo ngerti posisi lo ga sih, Ta? Lo itu nyusahin! Deren butuh yang bisa bahagia in dia, bukan yang selalu bebanin pikiran dia! Lo sadar dong!" Friska mengguncang kedua bahu Callista.
Callista hanya diam, dia menatap Friska tanpa ekspresi.
"Ta, Plis...grant my wish just this one. Demi Deren, Ta...gua juga tau kalo lo gak mau dijodohin sama Deren kan? Lo bisa pergi, kabur entah ke mana. Jauh dari Deren, dan jangan balik lagi. Biar gua yang bahagia in dia, Ta..." Friska menunduk dengan tangis nya.
Kedua tangannya masih ada di kedua pundak Callista.
"Lo bukan cinta, Fris...lo cuma obsesi..." Ucap Callista pelan.
"Gua bukan obsesi! Gua cinta mati sama Deren!" bentak Friska pada Callista.
Callista mengerut kan kening.
"Kalo gitu, cinta lo berarti ga tulus. Cinta lo terlalu berharap, Fris..." ucap Callista lembut.
Friska terkekeh, mengusap air mata nya dan mengangkat kepalanya menatap ke Callista.
"Gua terlalu berharap ya?" Friska tersenyum.
Friska meminum segelas alkohol.
Lalu mengangkat salah satu tangan nya. Memanggil pelayan.
Seorang pelayan datang dengan buku kecil di tangannya.
Friska mengacungkan jari telunjuk nya—memesan satu minuman.
Pelayan itu mengangguk dan kembali ke dapur.
"Makasih ya, Ta...gua ga tau lagi...ternyata selama ini gua terlalu banyak berharap...sama orang yang salah. Gua gak tau kalo seumpama malam ini gua gak minta ketemuan sama lo...mungkin gua gak akan pernah sadar...makasih banyak, Ta..." Friska tersenyum pahit.
Callista mengangguk samar.
"Udah, Fris...gua maklumin..." Callista tersenyum mengusap pundak kanan Friska.
Seorang pelayan datang membawa nampan berisi satu gelas minuman sirup berwarna merah.
"Ini pesanannya..." pelayan itu menaruh minumannya di atas meja, lalu pergi.
"Ta...minum ya...temenin gua sebentar aja...plis ya, Ta...lo minum ini satu kali aja...ini cuma sirup kok..." Friska menyodorkan sirup itu ke Callista.
Callista menatap nya ragu.
"Ta..." Friska masih menatap Callista.
Callista menelan ludah, dan mengangguk.
Callista mengambil minumannya, menengguk nya sampai setengah gelas.
Friska menarik salah satu sudut bibir nya.
"Tulus? Di dunia yang sekarang ini ada yang tulus?!" Friska menggelengkan kepala terkekeh.
"Tolol" Desis Friska. Lalu meninggal kan Callista sendirian dengan langkah yang tak seimbang.
Callista memegang kepalanya.
"Enggak...ini alkohol..." ucap Callista dalam hati.
Callista masih memegangi kepala nya yang pusing.
Mata nya mulai buram dan berat.
Rasanya ingin tidur.
"Ta...Ta...Callista..." Sebuah suara samar-samar terdengar. Namun Callista sudah di selimuti rasa kantuk.
Callista memejamkan matanya.
***
Deren membopong Callista ke kamar.
Menaruh nya di sebuah kasur.
Nafas Deren tersenggal-senggal.
Keringat membasahi kepalanya.
Deren melepas sepatu Callista.
Lalu Deren membenarkan posisi tidur Callista.
"Panas..." rintih Callista dengan mata sedikit terbuka. Masih belom sadar dari mabuk nya.
Deren mencari remot AC kamar itu.
Lalu mengubah suhu AC nya menjadi dingin.
Deren menatap ke Callista.
Lalu berjongkok di dekat Callista.
"Ta...maaf aku ga jagain kamu...tapi tenang aja...aku bakal urus orang yang udah buat kamu mabok..." Deren mengusap pipi Callista dengan salah satu tangannya.
Deren hampir bangkit.
Tapi tangan nya di genggam erat oleh Callista.
"Kamu tau ga sih? Dia gak ikhlas aku jadi punya kamu..." suara Callista pelan.
Deren memendekkan tubuhnya lagi.
Mendekat ke Callista.
"Ta?" suara berat khas Deren.
Tiba-tiba tangan Callista melingkar i leher Deren sampai ke tengkuk.
Menarik kepala Deren semakin dekat dengan Callista.
Deren terdiam, menatap ke Callista dengan nafas tak teratur.
Wajah mereka sangat dekat.
Callista mengecup bibir Deren sekilas.
"Jangan tinggal in aku ya..." Callista senyum kecil.
"Aku udah terlanjur cinta ke kamu..."
***
"Apa maksud lo biarin Callista mabuk-mabukan kemaren?!" teriak Deren ke Nathan.
Sekarang mereka lagi di ruang pribadi Nathan.
Deren menarik kerah baju Nathan.
"Kenapa lo diem? Bener hah? Lo yang kemarin ngajak Callista ke kafe itu dan biarin dia mabok?! Jawab! Lo cowok atau banci?! Kenapa lo ga jawab gua?!"
"Brukk!" sebuah pukulan keras mendarat di pipi kanan Nathan.
Membuat Nathan terpental ke bawah.
Ia menyentuh sudut bibir nya yang berdarah.
"Bukan gua, Der! Berapa kali gua harus ngomong?! Gua cuma ga sengaja ketemu Callista di sana kemarin! Lagian seharusnya lo jagain dia! Kenapa lo ga ada di sana kemarin?! Hah? Sibuk sama kerjaan lo lagi?! Sibuk aja terus lo...sampe nanti lo kehilangan dia lagi kaya dulu! Lo kira gua gak tau, kalo lo nganggap Callista bukan bener-bener sebagai Callista...tapi sebagai orang lain kan?" Nathan menarik salah satu sudut bibirnya.
"Gua tau, Der...maka dari itu gua jagain dia, karena dia ga pantes dapetin itu!"
Deren mengangkat Nathan untuk berdiri.
Lalu memukul nya lagi dengan keras.
"Jaga omongan lo! Jangan harap bakal semudah itu!" Deren menatap ke Nathan emosi.
Lalu meninggalkannya sendiri di ruangan itu dengan luka babak belur akibat di pukuli Deren.
Penciptaan itu sulit, dukung aku ~ Voting untuk aku!
Adakah pemikiran tentang kisah saya? Tinggalkan komentar dan saya akan membaca dengan serius
Apakah kamu menyukainya? Tambahkan ke koleksi!