2 weeks later
Akhir-akhir ini, Dewa begitu sibuk menghadiri berbagai acara, mulai dari acara radio, sampai acara TV untuk peluncuran albumnya. Hari ini, Dewa mendatangi stasiun radio untuk interview mengenai albumnya. Laki-laki itu tidak sendiri, ia ditemani oleh Amor, Mr. Yo, Yahya, dan juga Benny yang sekarang telah menjadi manager Dewa. Pada akhirnya, Benny membatalkan niatnya untuk kuliah semenjak kejadian Dewa kerasukan beberapa hari yang lalu. Dan juga, Benny adalah satu-satunya orang yang Dewa percayai untuk posisi itu.
Di sana juga ada beberapa orang lain yang memenuhi stasiun radio itu. Orang-orang itu adalah para penggemar Dewa yang sudah menunggu kedatangan laki-laki itu. Melihat semua orang di sana, Dewa benar-benar tak menyangka. Dirinya yang bukan siapa-siapa, sekarang mulai mendapatkan perhatian dari banyak orang. Ia pun tersenyum tulus kepada para penggemar dan melambaikan tangan kepada mereka hingga mereka makin kagum kepada Dewa.
Sebelum memulai siaran, Dewa masih sempat berbicara berdua dengan Amor untuk sejenak.
"Do'akan aku," pinta Dewa. Amor pun menganggukkan kepala.
"Iya, Sayang. Semangat!" seru Amor. Dewa pun tersenyum dan melambaikan tangan kepada semua orang, terutama pada Amor.
Dewa memasuki ruang siaran dengan perasaan yang bercampur aduk. Ada rasa senang, bangga, takut, dan jug sedikit gugup. Beberapa saat kemudian, sang DJ radio pun memulai acaranya.
"Yo! What's up, Guy's? Hari ini, gue kedatangan tamu. Dia ini penyanyi pendatang baru yang baru aja meluncurkan album perdananya. Tapi, penggemarnya udah banyak banget di sini. Siapa lagi kalau bukan Dewa!" seru sang DJ. Dewa pun tersenyum malu mendengar ucapan sang penyiar itu.
"Wah, dilihat dari segi mana aja, lo emang ganteng. Gue yang cowok aja kagum, apa kabar cewek-cewek yang lihat elo langsung ya?" puji sang penyiar. Dewa hanya bisa tertawa sembari menahan rasa malu. Ia merasakan bahwa pujian itu tulus terlontar dari hati yang paling dalam, maka dari itu, dirinya merasa malu. Karena, ia tak pernah mendapatkan pujian dari orang lain seperti ini. Kalaupun ada yang memujinya, itu hanyalah orang munafik yang melakukannya.
Sesi tanya jawab pun dimulai. Para penggemar itu bisa bertanya langsung kepada Dewa melalui telepon dan juga pesan singkat. Beberapa pertanyaan itu telah dijawab oleh Dewa yang sudah mulai tenang dan menguasai rasa gugup yang sedaritadi menghampirinya.
"Nah ini nih, ada yang tanya, lo udah punya pacar belum?" tanya penyiar itu. Dewa pun terdiam sejenak. Ia sedang memikirkan jawaban yang tepat. Ia tak ingin melukai hati Amor. Namun, ia juga tak ingin mengecewakan para penggemar itu. Amor yang menyaksikan itu pun tersenyum. Ia sudah sangat siap jika Dewa tak mengakuinya sebagai kekasih.
"Pacar? Pacar gue itu orang yang udah dukung gue. Tebak aja pacar gue yang mana," sahut Dewa sembari tersenyum.
"Wah, itu artinya ada dua kemungkinannya. Lo anggap para penggemar lo itu pacar, atau lo emang udah punya pacar," ujar sang DJ. Dewa pun hanya menjawab dengan senyuman.
"Terus kriteria cewek idaman lo itu kayak gimana?" tanya penyiar itu.
"Yang jelas, gue nggak memandang fisik. Karena, cantik atau ganteng itu relatif. Yang penting, dia harus bisa terima gue apa adanya," sahut Dewa. "Dan kalau gue udah suka sama cewek, itu artinya, dia adalah orang paling cantik yang pernah gue lihat, meskipun orang lain mungkin nggak setuju sama pendapat gue,"
Amor yang mendengar ucapan itu dari luar langsung tersipu malu. Sementara itu, Benny sibuk sekali menggodanya.
"Cieee ... yang malu-malu," goda Benny dengan lirih.
"Apa'an sih lo, Ben?" ujar Amor sembari mencubit lengan Benny hingga membuat laki-laki itu kesakitan.
Beberapa saat kemudian, Dewa melihat sosok makhluk halus berwujud kakek-kakek yang memandanginya di dalam ruangan itu. Tentu saja makhluk itu bukan manusia. Wajah kakek-kakek itu tidak menyeramkan, namun tetap saja dirinya tidak nyaman ditatap seperti itu. Dewa yang tadinya mulai menikmati kegiatannya, kini merasa terganggu. Terlebih lagi, ayahnya tengah menyaksikannya secara langsung.
"Ada apa dengan anak itu?" tanya Mr. Yo kepada Yahya. Pria itu pun mengembuskan napas panjang.
"Pasti ia melihat hantu lagi," sahut Yahya. Sementara itu, penyiar itu menyuruh Dewa untuk menyanyikan lagunya. Dewa pun menyetujui permintaan itu meskipun ia sedikit tidak yakin dengan keadaannya sekarang.
*****
Selesai siaran, Dewa masih di stasiun radio itu bersama dengan orang-orang terdekatnya. Ia berjalan sendirian ke toilet, dan membasuh wajahnya berkali-kali. Ia menatap pantulan wajahnya di cermin untuk beberapa saat. Ia bersyukur karena dirinya bisa bernyanyi dengan baik, meskipun perasaannya sangat buruk. Ia merasa senang dengan posisinya yang sekarang. Namun di sisi lain, ia juga merasa tertekan. Ia tertekan karena harus berpura-pura tak melihat sesuatu yang ia lihat meskipun itu tak terlihat oleh orang lain.
Dewa pernah menyembunyikan jati dirinya. Tapi, itu justru membuatnya merasa sakit ketika semua itu terbongkar. Maka dari itu, sangat sulit baginya untuk mengabaikan semua yang ia lihat.
Saat Dewa hendak keluar dari toilet, ia mendengar suara seorang kakek-kakek yang begitu lirih.
"Nak, tolong kakek, Nak ..." ujar suara itu. Dewa terdiam sejenak, suara itu terdengar sangat dekat. Ialantas menoleh ke belakang dengan perlahan-lahan.
Benar saja, kakek-kakek yang ia lihat di dalam ruang siaran itu kini berada di belakangnya.
"Nak, tolong kakek, Nak,"
***** TBC *****