Dewa dan Amor terlihat sangat menikmati kencan mereka pada siang hari di sebuah kafe. Mereka sangat lahap menikmati makanan yang mereka pesan hari ini.
"Sayang, kamu mau ini?" tanya Dewa sembari menyodorkan chicken katsu dengan sendok kepada Amor. Tanpa ragu, gadis itu pun memakannya dan terlihat sangat menyukai makanan itu.
Siapapun yang melihat mereka saat ini, pastilah sangat iri. Mereka terlihat begitu romantis, dan juga bersikap manis satu sama lain. Dunia seperti milik mereka berdua, itulah perumpamaan yang sangat tepat untuk mereka saat ini.
Selesai makan, mereka bersantai sejenak sembari menghabiskan minuman, serta berbincang-bincang banyak hal.
"Udah lama ya, kita nggak makan berdua kayak gini," ucap Amor. Laki-laki di depannya itu hanya menjawab dengan anggukan serta senyuman khasnya. Lalu, laki-laki itu pun menatap Amor.
"Sayang, kemarilah," ajak Dewa. Gadis itu pun berdiri, dan duduk di samping Dewa.
"Ada apa?" tanya Amor. Namun, laki-laki itu masih bersikap sama seperti tadi.
"Lebih dekat," ujar Dewa. Gadis itu pun menggeser posisi duduknya agar bisa lebih dekat dengan Dewa. Tapi, lagi-lagi laki-laki itu berkata.
"Lebih dekat," pinta Dewa sembari tersenyum. Amor jadi semakin bingung. Tapi, dia hanya bisa menuruti perkataan Dewa. Tubuh gadis itu pun semakin dekat denga Dewa.
"Udah belum?" tanyanya. Amor pun dibuat terkejut oleh Dewa dengan sebuah ciuman yang mendarat di pipi gadis itu. Mata Amor terbelalak sangat lebar hingga beberapa detik. Lalu, Dewa melepaskan ciuman itu. Laki-laki itu menggaruk-garuk tengkuknya seperti orang bodoh yang baru saja membuat kesalahan.
"M-maaf, kamu nggak suka ya?" tanyanya. Amor pun menggelengkan kepalanya dengan pipinya yang terlihat sangat merah.
"O-oh, enggak. Aku cuma kaget aja," sahut Amor. Dia benar-benar tak menyangka dengan kejadian barusan yang dilakukan oleh Dewa. Namun jauh di dalam hatinya, Amor sangat bahagia mendapatkan itu.
Mereka terdiam untuk beberapa saat karena benar-benar gugup sekaligus malu. Lalu akhirnya, Amor membuka pembicaraan.
"Kemarin aku lihat, ayahmu serius banget ngobrol sama kamu. Ada apa?" tanya gadis itu. Dewa berpikir sejenak untuk memikirkan jawaban yang tepat.
"Oh, ayah cuma ngomongin kerjaan kok. Mulai minggu depan, aku bakal sibuk banget. Jadi, aku harus jaga kesehatan," sahut Dewa. Entah kenapa, dirinya saat ini tak bisa berterus terang kepada Amor. Seolah-olah, mulutnya itu terkunci.
"Oh gitu. Ayah kamu perhatian banget ya," ucap gadis itu sembari tersenyum. Dewa hanya bisa menjawab dengan senyuman tipis. Ia bersyukur bahwa Yahya sangat perhatian padanya. Namun, bukan perhatian seperti ini yang pada akhirnya membuat dirinya merasa terkekang.
Dewa pun menatap gadis itu agar dirinya bisa merasa tenang. Namun, ia justru melihat tubuh gadis itu memuncratkan banyak darah akibat sebuah tusukan dari orang yang sama sekali tak ia kenali.
"Dewa ... Sayang?" panggil gadis itu. Dewa pun tersedar dari lamunannya. Ia melihat bahwa gadis itu baik-baik saja. Dewa pun bernapas lega. Rupanya, yang barusan itu hanyalah bayangannya saja.
"Kamu kenapa sih?" tanya gadis itu. Dewa pun menggeleng-gelengkan kepalanya sembari tersenyum kecut.
"Nggak, nggak apa-apa kok," sahut Dewa. Suasana yang tadinya begitu romantis, kini berubah menjadi sangat mengerikan setelah melihat bayangan itu. Dewa berusaha untuk melupakan bayangan itu. Lalu Beberapa saat kemudian, laki-laki itu pun terperanjat.
"Astaga! Aku lupa. Hari ini, aku ada janji dengan Benny!" seru Dewa.
*****
Sesampai di kampus pilihan Benny, Dewa serta Benny pun berjalan mengelilingi kampus yang halaman depannya begitu hijau itu.
"Gimana? Enak nggak?" tanya Benny.
"Hm ... Yeah, halaman depannya sih oke. Tapi, kita kan belum sampai ke dalam," sahut Dewa. Beberapa saat kemudian, mereka berdua pun memasuki gedung fakultas seni, fakultas pilihan Benny.
Di gedung inilah, Dewa mulai merasakan udara yang tak menyenangkan. Namun, Dewa berusaha untuk menyembunyikan yang ia rasakan kepada Benny. Ia tak ingin bahwa sahabatnya yang penakut itu semakin ketakutan.
Dewa memasuki sebuah ruangan di mana alat musik tradisional tersimpan di sana. Dari semua tempat di gedung fakultas seni, tempat inilah yang paling mencekam. Ia mendengar seseorang menyanyikan sebuah lagu tembang jawa di ruangan itu. Dan rupanya benar, makhluk halus berwujud nenek-nenek yang bertubuh sangat kurus, serta rambut panjang terurai berantakan. Dan juga, makhluk itu menggunakan pakaian wanita adat jawa.
Melihat kedatangan Dewa, makhluk itu pun menatap Dewa dengan tatapannya yang mengerikan, serta kepalanya yang dengan kemiringan sekitar sembilan puluh derajat. Makhluk itu pun berjalan menghampiri Dewa dengan sangat pelan. Sedangkan Dewa, ia hanya bisa terpaku. Tubuhnya sulit digerakkan, mulutnya juga tak bisa mengucapkan apapun. Bahkan, untuk berteriak saja ia tidak bisa ...
***** TBC *****