Sepulang dari rumah Ki Agung, Dewa merebahkan tubuhnya di kursi panjang yang sudah lapuk itu. Dewa kembali memikirkan rencana Ki Agung. Rasanya berat sekali menjalankannya. Tetapi memang harus seperti ini.
Dewa terpikir untuk memberitahu Elen tentang Emi yang sesungguhnya. Tapi, apa mungkin gadis itu akan mempercayainya? Tidak akan. Sebab, gadis itu memang tak mempercayai hal-hal ghaib seperti ini. Bagi Elen, hal-hal ghaib itu hanyalah mitos yang tak terbukti kebenarannya.
Tapi jika Dewa tak memberitahunya, gadis itu akan terbunuh. Dewa akan sangat berdosa jika membiarkannya begitu saja. Namun, bagaimana cara memberitahunya?
"Kenapa kamu melamun?" pertanyaan Belle membuyarkan lamunan Dewa begitu saja. Laki-laki itupun duduk di sana.
"Nggak apa-apa," sahut Dewa sembari tersenyum tipis.
"Makanlah, belakangan ini aku jarang melihatmu makan. Dan juga, ini sudah larut malam. Jangan sampai sakit hanya karena terlambat makan," pinta Belle. Laki-laki itu pun berdiri dan memandangi Belle dari jarak dekat.
"Iya, iya, gue bakalan makan," sahut Dewa. Ya, lebih baik menuruti perintah Belle daripada dicereweti oleh arwah yang lemah itu. Ia melangkahkan kakinya menuju kamar untuk mengganti pakaiannya.
Belle tersenyum melihat perubahan sikap Dewa yang perlahan-lahan. Ia tak menyangka, anak kecil laki-laki yang dulunya tingginya hanya sampai dada Belle, sekarang telah tumbuh menjadi seorang pria dewasa yang lebih tinggi sekitar dua puluh sentimeter dari tubuh Belle. Bahkan, laki-laki itu sanggup membuatnya jatuh cinta, meskipun rasanya sangat sakit karena ia tak bisa memiliki laki-laki itu selamanya ...
*****
Bu Nina, wali kelas di kelas Dewa memasuki kelas yang penuh dengan kebisingan. Rupanya, beliau ingin mengumumkan sesuatu.
"Anak-anak, ibu ingin mengumumkan sesuatu," ucap Bu Nina. "Beberapa hari setelah ujian nasional, sekolah akan mengadakan study tour ke Bali, tepatnya pada tanggal 1 Mei,"
Semua murid tampak begitu antusias, apalagi setelah mendengar Bali sebagai tempat tujuan.
Tampaknya dari sekian banyak anak, hanya Dewa yang tak begitu antusias. Dia pernah mengikuti study tour pada saat setelah ujian nasional waktu masih kelas 6 SD. Namun Dewa sangat ingat, bahwa ia pernah pingsan karena melihat roh jahat. Maka dari itu, ia tak tertarik untuk mengikuti study tour.
Tapi, hal itu justru berbanding terbalik dengan Benny dan Amor, mereka berdua sangat antusias dan tidak sabar untuk mengikuti perjalanan itu.
"Aw, gue udah nggak sabar. Buruan tanggal 1 Mei gitu kek," ujar Benny dengan antusias. "Tapi, sekarang aja masih tanggal 15 Maret, lama amat dah,"
"Sabar aja, ntar juga lama-lama nggak terasa kok," sahut Amor sembari tersenyum. Hanya Dewa yang wajahnya terlihat datar.
"Lo harus ikut, Wa! Ya kali cuma gue sama Amor yang ikut," pinta Benny. Dewa menatap Benny dengan datar. Jika saja bukan karena Amor, tentu ia tidak akan ikut. Sebab, Dewa sadar jika ia memiliki sifat cemburuan. Ia tidak mungkin membiarkan Amor pergi bersama dengan laki-laki lain, termasuk dengan Benny.
"Okay, gue bakalan ikut," sahut Dewa.
"Nah, gitu dong! Kan ntar kalau Amor tiba-tiba naksir sama gue, ntar gue jadi nggak enak sama elo," goda Benny. Dewa langsung menatap Benny dengan kesal, sedangkan laki-laki tambun itu tertawa terbahak-bahak, sedangkan Amor hanya geleng-geleng kepala melihat dua orang yang berlawanan itu.
*****
Dewa bernyanyi di hadapan para pengunjung yang sedang menikmati makanan mereka. Amor juga hadir di sana untuk mendengarkan Dewa bernyanyi. Rasanya, ia sudah lama sekali tak mendengar suara Dewa yang menenangkan hati itu.
Selesai bernyanyi, Dewa turun dari panggung dan langsung menghampiri Amor sembari tersenyum.
"Bentar lagi dia bakalan datang, nanti aku bakalan kenalin kamu sama dia," ujar Dewa.
"Memang siapa yang bakalan datang?" tanya Amor.
"Elen, anak Bu Emi yang waktu itu hampir nabrak kita sampai-sampai mobil Benny yang jadi korban," sahut Dewa. Tampaknya Amor baru memahaminya. Tapi, entah kenapa ia tak begitu suka dengan gadis itu. Dewa pun tersenyum sembari mengusap rambut Amor dengan lembut.
"Nggak usah cemburu, aku nggak ada hubungan apa-apa kok sama dia," ucap laki-laki itu, ia sangat memahami bahwa gadis itu cemburu dengan Elen. Wajah Amor pun langsung berubah menjadi merah.
"Nggak kok! Siapa yang cemburu?" bantah Amor. Dewa pun tersenyum tipis sembari menggeleng-geleng kepala. Tak lama kemudian, Elen pun datang.
"Sorry, aku telat," ucap Elen. Dewa pun berdiri dan mengenalkan Amor kepada Elen.
"Kenalin , namanya Amor. Dia pacarku," ucap Dewa dengan gampangnya. Elen merasa sangat terkejut, hingga semangat untuk menemui laki-laki itu perlahan-lahan menurun. Sebab, ia menyukai Dewa meskipun ia baru saja mengenalnya. Tetapi, gadis itu menyembunyikan perasaannya, ia berpura-pura baik-baik saja.
"Oh, hai," Elen mengulurkan tangannya terlebih dahulu. Amor pun membalas uluran tangan Elen sembari memperkenalkan diri.
"Aku Amor, kamu pasti Elen kan?" tanya Amor sembari tersenyum. Elen pun tersenyum sembari menganggukkan kepala.
Akhirnya, mereka pun duduk bersama-sama. Namun, Dewa bingung harus memulainya dari mana.
"Lo ... lo harus hati-hati sama ibu tiri lo," ucap Dewa dengan raut wajahnya yang serius. Tentu saja Elen sangat terkejut mendengar ucapan Dewa.
"Kamu tahu darimana kalau dia ibu tiriku?" tanya Elen. Ia merasa tak pernah menceritakan apapun mengenai Emi.
"Itu nggak penting," sahut Dewa. "Asal lo tahu, dia mau bunuh elo,"
Elen tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Dewa yang tak masuk akal itu.
"Please, kalau bercanda jangan keterlaluan gitu dong," ucap Elen yang masih terpingkal-pingkal.
"Gue nggak becanda," sahut Dewa. Elen pun menghentikan tawanya dan bertanya kepada laki-laki itu.
"Okay, apa yang bisa bikin aku percaya sama ucapan kamu?" tanya Elen. Tanpa ragu, Dewa pun menjawab pertanyaan itu.
"Saat lo masih kecil, ibu kandung lo masih hidup. Dan lo pernah diam-diam nyobain lipstiknya sampai-sampai lo dimarahin abis-abisan sama ibu lo," ucap Dewa. "Dan ibu kandung lo meninggal akibat tabrak lari saat lo baru aja masuk SMA. Gue benar kan?"
Elen sangat shock mendengar semua ucapan Dewa, bagaimana mungkin laki-laki itu bisa mengetahui hal itu?
"Dan lo harus tahu, ibu lo meninggal karena ditabrak oleh ibu tiri lo sendiri, beliau nggak sengaja menabrak ibu lo. Karena nggak mau tanggung jawab, beliau justru melindas badan ibu lo," Dewa menjelaskan semuanya dengan rinci. "Dua bulan kemudian, beliau nikah sama ayah lo buat nutupin semua perbuatannya,"
"Dengan kata lain, Bu Emi adalah orang yang membunuh ibu lo," lanjutnya. "Nggak, tepatnya yang membunuh ibu lo adalah roh jahat yang merasuki tubuh Bu Emi,"
Elen semakin tak percaya dengan ucapan Dewa. Memang benar, ibu kandungnya meninggal akibat tabrak lari. Tapi, ia yakin bahwa Emi bukanlah pelakunya. Karena baginya, Emi adalah sosok ibu yang sangat baik.
"Jangan pernah kamu fitnah ibu aku!" seru gadis itu, bahkan air matanya terjatuh akibat ucapan Dewa sangat menyakitkan baginya. Tanpa pikir panjang, ia langsung meninggalkan Dewa dan Amor di sana.
"Biar aku aja yang bicara sama dia," ucap Amor, gadis itu pun menyusul Elen keluar.
Dewa mengembuskan napas panjang, ia sudah menduga bahwa Elen takkan mempercayai semua yang ia ucapkan. Lalu, apa yang harus ia lakukan sekarang?
***** TBC *****