Meskipun sekilas, namun aroma itu membuat perubahan besar dari dalam dirinya. Aroma yang sangat ia rindukan, aroma yang benar-benar membuatnya ketagihan, aroma ratu Yu yi, istrinya.
Berbagai macam prasangka muncul di benaknya.
"Apakah aroma itu benar-benar milik ratunya?"
"Apakah ia benar-benar sudah kembali?"
Untuk yang pertama kalinya selama 700 tahun, ia merasa takut. Takut jika apa yang ia rasakan itu salah, takut jika harapannya kembali membuatnya kecewa.
Ia sangat ingin memastikan pemilik aroma ini, tapi ia juga takut.
Tanpa menunggu lama, badannya seakan bergerak sediri mencari asal aroma memabukkan itu. Tak lupa pula ia samarkan keberadaannya. Terik matahari disiang hari tak menyurutkan aksinya. Bergerak lincah tanpa ada yang menyadari.
Berhenti di dahan pohon yang berdiri kokoh dan menjulang tinggi, tepat berada tak jauh dari sebuah gedung tua berwarna putih berlantai dua. Pandangannya tertuju pada seorang gadis cantik yang sedang berdiri dibalik jendela yang terbuka lebar. Tidak salah lagi, aroma itu berasal dari tubuh gadis itu.
"Apakah gadis itu adalah reinkarnasinya?"
"Benar, sayang... Aku sangat merindukanmu"
Jantungnya kembali berdetak tak terkendali, darahnya berdesir memicu perasaan tak tahu harus melakukan apa.
Perasaan ingin merengkuh gadis itu tiba tiba tak bisa lagi ia bendung karena perasaan rindu yang menyiksanya selama beratus-ratus tahun. Ingin sekali rasanya ia memeluk gadis itu, tapi perasaan takut kembali menghantuinya.
"Bagaimana jika ratunya itu tak mengenalinya?"
"Apa yang harus ia lakukan?"
Mencoba mengesampingkan semua ketakutan dan pikiran negatifnya, ia ingin segera bergegas dan beranjak menuju gadis itu. Tidak peduli jika ratunya tidak mengenalinya, yang benar benar ingin ia lakukan sekarang adalah memeluk gadis itu selama yang ia bisa.
Tubuhnya yang sudah melayang di udara tiba tiba terhenti dan kembali pada posisinya semula. Gadis yang merupakan reinkarnasi ratunya tiba tiba tersungkur di lantai, seperti sedang kesakitan.
Sebuah rune menjalar memenuhi tubuhnya, seperti sebuah segel. Tidak, ia mengetahui segel itu. Soul cover rune milik bangsa elf.
Meskipun posisinya saat ini tidak bisa dikatakan terlalu dekat, namun ia masih bisa melihat dengan jelas segala hal yang terjadi di ruangan itu. Termasuk rune yang ia lihat terukir jelas.
Seketika perasaan sesak memenuhi dadanya. Apakah karena kesalahannya dimasa lalu berhubungan dengan segel itu? Ia juga tidak tahu siapa yang rela menyelamatkan jiwa ratunya. Ia sangat tahu seperti apa itu segel soul cover rune. Jika rune itu dibiarkan lebih lama menggerogotu tubuhnya. Maka tubuh gadis itu tak akan bisa menahan rasa sakit akibat segel itu. Ia harus segera beranjak.
Namun, ketika tubuhnya ingin kembali bergerak, beberapa orang yang ia kenal tiba tiba memasuki ruangan, mereka adalah tetua Bao, tetua Chen dan seorang pemuda yang tak bisa ia lihat jelas bagaimana rupanya segera membantu menopang tubuh gadis yang terungkur di lantai dengan memeluknya.
Memeluk? Hey.. apa-apaan yang ia lihat itu. Tubuh ratunya dipeluk oleh pria lain? Ingin rasanya ia meledakkan diri saat itu juga. Meskipun gadis itu belum dewasa tapi gadis itu tetap reinkarnasi ratunya. Ia tidak terima tubuh ratunya disentuh pria lain. Harusnya ia bergerak lebih cepat sebelumnya dan seharusnya yang memeluk gadis itu adalah dirinya.
Rasa cemburu, khawatir, marah, takut, dan rasa rindu bercampur aduk menjadi satu dalam dirinya. Andai bukan karena keselamatan ratunya, gadung tua berlantai dua di hadapannya sudah rata dengan tanah.
Ia terus mengamati, pemuda yang posisinya membelakangi jendela membuat pandangannya terhalangi. Meskipun begitu, ia tahu bahwa pemuda yang sedang memeluk ratunya itu sedang berusaha meredam aura, aroma dan menekan rasa sakit yang ditimbulkan soul cover rune. Sepertinya pemuda itu sedikit banyak tahu tentang kondisi ratunya. Semua yang dilakukan pemuda itu seharusnya dilakukan olehnya. Hanya satu hal yang membuat perasaan khawatirnya sedikit berkurang, gadis itu tampaknya tidak kesakitan lagi.
Bukannya ia tidak ingin mendekat atau segera menuju gadis itu, hanya saja apa yang akan dikatakan si tua kecil itu ketika ia tiba tiba muncul disana? Pria tua yang sejak kecil selalu menemani, membimbing dan selalu mengocehnya ketika berbuat kesalahan. Meskipun sikapnya dingin, namun percayalah jauh dilubuk hatinya, pria tua kecil itu sudah seperti keluarga baginya. Sepertinya ia harus membuat rencana yang matang ketika ingin mendekati gadisnya, terlebih keberadaan penyihir hitam bisa saja sangat membahayakan nyawa ratunya ketika ia bertindak gegabah.
Tubuhnya perlahan bergerak dan berbalik. Dengan perasaan yang tidak bisa dijelaskan, ia meninggalkan daerah itu dan menuju ke suatu tempat.
Saat ini, suka tidak suka ia sepertinya harus mempercayai pemuda itu untuk melindungi gadisnya. Meski ia sangat membenci walau hanya memikirkannya saja.
"Untuk saat ini saja. Ya, kali ini saja. Sayang, tunggu aku," ucapnya kemudian pergi.
Flashback Off
"Hosh...hosh,"
Entah sudah berapa kali mereka terus saja terlempar, terbentur, tersungkur di padang rumput yang sudah berubah menjadi neraka bagi mereka berdua.
"Momo, apakah yang mulia benar benar akan membunuh kita?" Bai xue berusaha bertanya sambil menyeka darah yang keluar dari sudut bibirnya. Tulang lengan dan pahanya retak akibat terus saja mendapat amukan dari Lord Gu.
"Jika lord ingin membunuh kita, dia tidak akan membiarkan kita bertahan selama ini"
Ucap Bai Mo berusaha kembali menopang tubuhnya dengan susah payah, lukanya kurang lebih sama dengan Bai Xue. Sejak tadi mereka terus saja bertahan dari amukan sang penguasa itu. Bai mo sadar bahwa mana yang digunakan lord Gu bahkan belum sepertiganya.
Sebuah bola cahaya samar melesat secepat kilat kembali mengenai mereka berdua. Keduanya kembali terlempar dan menabrak batu besar yang ada di tepi padang rumput hingga pecah. Ledakan demi ledakan terdengar. Mereka bahkan belum menyadari apa yang terjadi ketika tubuh mereka lagi-lagi terlempar membentur pohon besar hingga kembali memuntahkan darah.
Bukan karena mereka tak bisa melawan, hanya saja melawan sang penguasa rasanya seperti sia-sia saja, jadi mereka memutuskan untuk bertahan.
Menyaksikan kedua pengawalnya yang sudah setengah hidup membuatnya tersenyum puas. Memilih kedua orang itu sebagai wadah pelampiasan amarahnya sudah merupakan tindakan yang tepat menurutnya. Jika itu orang lain, jangankan untuk bertahan satu menit, menerima pukulan pertama saja orang itu mungkin sudah kehilangan nyawanya, terlebih mana yang ia gunakan hanya sebagian kecil saja.
Sementara tubuh kedua pengawal itu sudah mencapai batasnya, sayapnya bahkan tak mampu lagi mereka gerakkan. Mereka yang sudah pasrah dengan serangan selanjutnya kini tak merasakan tanda-tanda penyerangan. Bai Xue bersusah payah membalikan badannya menghadap tempat Lord Gu berada sebelumnya, namun tak menemukan apa-apa.
"Mo...mo, Lo..lord menghilang, apa terjadi sesuatu dengannya?" Ucap Bai Xue dan kembali memuntahkan darah.
Bai Mo yang mendengar ucapan Bai Xue seketika menghela napas lega dan mencoba melemaskan otot-ototnya yang sudah tegang sejak tadi, dan ternyata sesuai dugaannya, Lord Gu hanya akan menyerang mereka hingga mereka berdua mencapai batas.
"Momo, lakukan sesuatu. Ia benar benar menghilang," kata Bai Xue mulai panik karena sejauh matanya memandang ia tidak menemukan keberadaan Lord Gu.
"Bodoh, lihat dirimu!"
"Apa tubuhmu masih bisa bertahan dengan serangan seperti tadi?"
"Kurasa tidak," jawab Bai Xue.
"Yang mulia tidak menghilang, dia sudah kembali, mungkin ke istana? Ambil gulungan teleportasi yang ada di depanmu dan tinggalkan tempat ini," ujar Bai Mo yang sudah dalam posisi duduk dengan satu tangan menopang tubuhnya, sementara tangannya yang lain memegang tulang rusuknya yang sepertinya patah.
Bai Xue tidak menyadari, sejak kapan gulungan itu ada di depannya. Ia kemudian berusaha meraih gulungan itu menggunakan ujung sayapnya sembari menahan sakit. Ia benar-benar tidak mengerti. Menatap gulungan dan Bai Mo secara bergantian dengan wajah kebingungan membuat Bai Mo mendengus kesal.
"Karena tubuh kita berdua telah mencapai batas, jadi dia kembali. Yang mulia tidak akan benar-benar membunuh kita. Aku tidak tahu hal apa yang membuatnya marah, namun karena kebodohanmu sebelumnya menjadikan kita berdua domba yang sangat cocok untuk menjadi pelampiasan amarahnya" jelas Bai Mo panjang lebar dengan satu kali tarikan napas sambil menahan rasa sakit dari tulang rusuknya yang patah.
"Dan gulungan yang kamu pegang itu besar kemungkinan berasal dari yang mulia, karena ia tahu bahwa kita berdua sudah tidak bisa lagi menggunakan mana dan tubuh kita untuk kembali" tambahnya lagi menduga. Pengawal Bai Mo sangat mengerti bagaimana Lord Gu. Meskipun ia dikenal tirani dan dingin namun ia benar-benar tidak akan menghukum orang yang tidak bersalah. Kecuali dengan alasan tertentu.
"Mo..mo, entah mengapa aku terharu dengan kebaikan hati yang mulia," ujar Bai Xue setelah mendengar penuturan Bai mo.
Bai Mo yang mendengar itu seketika memutar bola matanya jengah. Entah ia harus mengubur hidup-hidup orang ini atau membiarkannya mati saja di tempat ini. Pasalnya mereka berdua baru saja menjadi domba pelampiasan amarah Lord Gu dan si bodoh ini malah terharu? Ia tidak tahu lagi harus bagaimana menghadapi kebodohan mendarah daging seorang teman yang sebenarnya tak mau ia akui itu. Segera ia merebut satu gulungan teleportasi di tangan Bai Xue, Merobeknya kemudian menghilang.
"Hey, tunggu," teriak Bai Xue melakukan hal yang sama.