Acara resepsi Arkan dan Widya sudah berlalu 2 bulan lalu, yang artinya telah 2 bulan terlewati dari hari Citra mengajak Irham menikah. Ya, mungkin itu hanya sebuah perkataan dikala terselimuti euphoria bahagia. Karena setelahnya, sampai hari ini dokter gigi dan tukang bengkel itu tidak lagi menyinggung rencana bahagia mereka itu.
Citra yang sedang leyeh-leyeh malas di kasur nya tiba-tiba saja memikirkan hal itu, apa sebenarnya Irham sedang balas dendam dengan nya? saat lelaki itu mengajak nya menikah, Ia tidak mau atau lebih tepatnya menunda dulu. Sekarang saat dirinya yang memulai merencanakan pernikahan dengan lelaki itu, lelaki itu hanya antusias di awal-awal, lalu setelahnya tidak ada hal yang terjadi. Tidak ada pembicaraan lebih lanjut. Semua hal rasa 'digantung'.
"Kak Irham." Panggil nya pada sang kekasih. Ya, saat ini Irham ada di kamar Citra. weekend ini mereka tidak punya rencana mau kencan kemana, jadi nya hanya ngadem di kamar. Tapi jangan salah, mereka tidak berdua saja di kamar Citra, seperti biasa, pengunjung kamar Citra ada Ronal dan Qaira. Hari ini ponakan Irham yang cerewet itu juga ikut, Haikal. Bocah kecil itu sudah lelah bermain dengan ronal dan Qaira dari tadi, sekarang tertidur di sisi Citra.
"Bentar !" sahut Irham yang sedang fokus dengan game nya, Ia sedang tanding bola dengan Ronald.
"Aaah. . Kalah. Anjir." Kesal Irham melempar ponsel nya asal ke karpet bulu yang mereka duduki, Ronald tertawa girang karena menang. Seperti janji sebelum bertanding tadi, siapa yang kalah akan traktir makan siang di luar hari ini.
"Apa Yang?" tanya Irham kemudian ikut berbaring di kasur Citra. tangan nya sesekali merapai anak rambut Citra yang nakal menutupi wajah.
"Kakak serius nggak sih sama aku?" tanya nya.
Irham memandang lama Citra, merasa heran. Kenapa malah keseriusan nya yang di ragukan oleh wanita itu? hubungan mereka sudah cukupa lama kalau di hitung-hitung, lebih dari 6 bulan sudah. "Kalau aku nggak serius, udah lama aku tinggalin kamu. Aku males buang-buang waktu untuk hal-hal yang nggak pasti soalnya." Jawab Irham tegas, lugas dan sangat jelas.
Citra menelan ludahnya susah payah setelah mendengar jawaban Irham, kenapa mas pacarnya jadi nge-gas coba. "Ya nggak usah nge-gas juga dong." Kata Citra sewot.
Hati nya nyeri mengingat kata peda Irham, 'kalau aku nggak serius, udah lama aku tinggalin kamu.'
"OK, sorry." Ujar Irham pasrah, "Kenapa nanya gitu?"
"Ingatkan, hari itu Citra ngajak kakak untuk nikah?" tanya Citra ragu-ragu. Irham mengangguk kecil tapi tak mengatakan apapun. "Kenapa kita belum nyicil apapun buat nikahan?" bukan dalam artian nyicil hal berbentuk investasi, nyicil rumah, nyicil mobil. Nyicil yang mereka maksud adalah nyicil persiapan pernikahan mereka.
"Kita?" tanya Irham nyolot, Ia menegakkan tubuhnya lalu turun dari ranjang Citra untuk kembali duduk di karpet bulu yang menutupi lantai kamar. "Kamu sendiri yang bilang mau ikut program apa itu, kamu sendiri yang bilang kita bakal LDR, bakal ini, bakal itu.
Aku dari dulu mau nyicil, kita bisa lamaran dulu, terus tunangan, terus apa kek, tempah baju pengantin, foto prewed, banyak hal udah aku pikir. Tapi aku tunggu kamu yang mau fokus karir dulu saat ini, silahkan. Aku nggak ajak kamu nyicil dulu, aku mau kamu siap buat ngelakuin hal itu sama aku." Jelas Irham panjang lebar.
"Jadi ini salah Citra?"
"Nggak ada yang salah. Tapi pertanyaan kamu tadi nggak tepat." Kata Irham pada Citra, "Seharusnya jadi, 'Kapan kita nyicil acara Kak?'
"OK, ralat." Kata Citra bete, "Kapan kita mulai nyicil acara kak?"
"Besok?" tanya Irham menantang Citra.
Sebuah boneka panda kecil berhasil mendarat di kepala Irham, "Sembarangan kali dia lah." Ujar Citra kesal. "Besok mau ngapain emang?"
"Beli cincin tunangan mungkin?!"
Ronal dan Qaira yang berada di tengah-tengah pertengkaran pasangan kekasih itu mengangguk setuju, "Iya, bisa tuh. Gue ikut bang kalau lo jadi pergi beli esok."
Qaira menoyor kepala Ronal gemas, "Mau ngapain lo anjir?"
"Mau beli cincin juga, mau lamar Rere."
"Bocah, wisuda aja belum, banyak gaya." Cibir Citra, menggelengkan kepala nya tak percaya. Dia yang sudah wisuda aja nggak ada kejelasan ini.
"Program Nusantara Sehat itu gimana?" Irham kembali mengingat pembicaraan mereka di dalam mobil 2 bulan yang lalu.
Citra menggeleng pelan, "Aku kerja di Jakarta aja, nggak mau jauh-jauh dari rumah."
Irham menaikkan sebelah alisnya, "Kenapa?" dirinya belum puas dengan alasan yang Citra berikan.
"Nggak mau aja, Citra nggak bisa ninggalin Anyak Unyak sendiri. Kan Kak Atta bentar lagi mau pindah ke Bandung."
Irham mengangguk setuju kemudian, "Yasudah, makan siang dulu yuk."
"Sushi Tei dong Bang !" mohon Ronal dan Qaira disamping mendukungnya.
"OK, gas. Bangunin Haikal dulu tuh."
[***]
"Tante Sekar," sapa Irham sopan saat melihat orangtua kekasih nya di teras, Ia baru saja selesai mengantar Citra ke kamarnya. Hari sudah malam saat Ia mengantarkan Citra ke rumah.
"Eh Irham, udah mau pulang ya?" tanya Tante Sekar ramah. Irham menggeleng pelan lalu duduk di lantai, sejajar kaki dengan Tante Sekar. Irham cukup tau diri kalau tidak duduk di sisi Ibu nya Atta itu, karena ada dua cangkir teh di meja kecil tempat ngeteh di teras. Irham tebak satunya lagi buat Om Farhan , suami Tante Sekar.
"Mau ngomong dulu tapi." Kata Irham sambil tersenyum tipis, "Tante, dalam waktu dekat Irham mau bawa keluarga kesini, mau lamar Citra buat Irham. Apa boleh?"
Om Farhan keluar dari rumah dan bergabung dengan Irham dan Sekar, Ia sempat mendengar Irham bertanya pada sang istri. "Boleh kok. Gimana Pa?"
Om Farhan mengangguk setuju, "Om sih setuju aja kalau anak nya juga mau. Tapi keluarga kamu sudah OK belum? Om benar-benar nggak mau ada drama mantu-mertua nanti setelah Citra masuk ke keluarga kamu."
"Alhamdulillah, Keluarga Irham semuanya setuju sama Citra, Ibu pun dekat banget sama Citra. Insya Allah, semua aman."
"Tapi apa nggak buru-buru banget Ham?"
Lelaki brewok tipis itu menghela nafas kasar, "Buru-buru gimana Tante?"
"Ya mungkin kalian berdua belum puas berkarir, nanti kan kalau sudah menikah, sudah beda."
"Buat Irham sendiri udah pas sih Tante, tapi nggak tahu Citra."
"Udah lah, Citra kita nikahkan terus. Biar dia punya kehidupan yang baru. Kalau bukan sekarang, kapan lagi menikah?"
"Tapi nanti tinggal disini boleh ya Ham? Jangan tinggalin tante sendirian."
Irham mengangguk pasti dengan senyum lebar, "Boleh tante, nggak masalah kok."
Setelah pembicaraan serius terlewatkan, Irham pamit pulang karena harus mengantar Haikal dulu ke rumah. Bocah ompong itu tertidur di dalam mobil.
Irham tidak bisa berhenti tersenyum dan mengucapkan syukur. Semoga langkah nya menuju pelaminan kali ini berjalan dengan baik. Walau masih lama sampai sah dan halal, tapi proses persiapan pernikahan adalah salah satu hal yang Irham tunggu.
Bismillah.
[***]