Irham memutar mata nya malas dan merebahkan tubuhnya di ranjang. Baru pulang kerja, Sang Ibu langsung menondong nya dengan hal yang begitu malas Irham bahas. Pekerjaan.
"Nggak, Irham masih mau kerja di perusahaan, Bu." Irham menolak permintaan Ibunya yang entah sudah berapa puluh kali memintanya untuk mengambil alih bisnis bengkel yang sudah ayahnya dirikan puluhan tahun itu. bisnis bengkel itu memang diwariskan untuk Irham, sesuai dengan latar belakang pendidikan dan juga bakat minatnya.
"Mas nggak sayang ya sama Abi. Udah tua gitu masih suka bolak-balik Jakarta sampe Surabaya buat ngurusin bengkel." Keluh Cindy, sang Ibu. Jurus yang paling ampuh untuk membuat anaknya merasa iba adalah membuat cerita menyedihkan.
"Nanti bu, janji. Mas Irham bakal ngurus bengkel Abi sepenuh hati. Tapi nggak sekarang." Jawab Irham seperti biasanya saat ditodong dengan perihal yang sama. "Abi kan nggak tiap hari juga bolak-baliknya, Bu. Lebay amat." cibirnya.
"Dibilangin juga! Nyaut aja,�� Cindy melototkan matanya lalu mencubit kaki Ikram gemas, "Lagian kamu ngapain juga sih kerja di perusahaan gitu, cuma jadi karyawan doang Mas. Malah gajinya nggak seberapa!" ledek Cindy. Ibu dan anak itu saling mencibir.
"Hehehe. . ." Irham hanya menyengir mendengar cibiran yang selalu saja Ibu nya layangkan saat lelah membujuknya untuk mengurus bengkel milik Abinya. "Ibu tahu nggak sih? Cewek-cewek tuh lebih suka cowok kantoran dari pada yang main slender dan oli."
"Lagian kamukan nggak kayak orang kantoran, rambut awut-awutan gitu, panjnag kayak anak gadis. Mau sok-sokan jadi orang kantor. Pergi kerja juga nggak pakai kemaja slim-fit. Gegayaan cowok kantoran."
Ikram menyugar rambut nya pelan lalu tersenyum mengejek Ibu nya, "Ini mah namanya style Bu, nggak ngarti amat deh. Kayak Abi waktu muda dulu, Bu."
"Hilihh, banyakan omong lu. Ibu suka tuh sama Abi kamu yang nyelender mulu dari muda sampai udah tua gini. Bukan yang kantorankan." Kilah Cindy.
"Selera Ibu mah low standard gitu. Nggak heran sih dapatnya Abi." ledek Irham yang langsung mendapat delikkan mata dari Cindy.
Mulut Irham ini memang perlu di ruqiyah.
"Anak kurang ajar." Cindy menimpuk Irham gemas yang kini berbaring di tengah-tengah ranjang dengan bantal lalu keluar dari sana.
"Hahaha. . ." Ledaklah tawa Irham setelahnya. "Saaayang Ibu." Irham berteriak nyaring setelah sukses meledek sang Ibu tersayang.
Huft, penatnya Ia setelah lebih dari 8 jam bekerja. Profesi yang Ia geluti saat ini adalah Maintenance Engineer, karyawan salah satu perusahan otomotif di Indonesia. Pekerjaan yang selalu dihina-hina oleh ibunya yang bawel itu.
Ia mengambil studi yang sama seperti sang Abi, Teknik Mesin dan bergelut di bidang itu sekarang.
Bedanya adalah kalau Abi nya seorang anak mesin sejati bekerja membuka bisnis bengkel otomotif yang sudah pasti akrab dengan mesin, sedangkan dirinya mengabdikan diri di perusahaan otomotif sebagai maintenance engineer.
Well, Teknik Mesin tidak mengidikasikan kamu untuk menjadi tukang bengkel tapi itu salah satu peluang kerja sebagai orang yang lulus dari Teknik Mesin. Sama halnya dengan Maintenance Engineer.
Irham sudah jatuh cinta dengan dunia otomotif, bengkel dan mesin sejak kecil. Yah, Ia akrab dengan semua itu kerena hampir setiap hari Ia menemani sang Abi bekerja di bengkel bahkan mungkin sampai sekarang. Abi mengenalkannya pada dunia yang 'laki banget' itu dan Ia sudah jatuh sejatuh-jatuhnya pada dunia yang satu itu.
Irham sadar dan sangat merasa lelah menjadi karyawan perusahaan ditambah malamnya ikut kerja di bengkel. Tapi, Ia belum di titik jenuh dan juga merasa sudah waktunya menyerahkan diri untuk bengekel sepenuhnya. Ia masih mau berleha-leha sejenak tanpa mau kecolongan.
Irham sadar kalau bengkel itu akan menjadi tanggungjawab nya suatu hari, maka dari itu Ia harus ikut turun tangan disana. Bisnis bengkel yang Abinya punya itu sudah cukup besar dan punya banyak cabang di Indonesia. Saat nanti Ia bekerja sepenuh hati untuk bisnis bengkel tersebut, Irham punya keinginan kecil dalam hati nya.
Menjadi boss dan sudah punya seorang istri yang menemaninya. Tidak hanya meneruskan usaha dari cabang ke cabang, namun juga mebangun cabang-cabang baru di seluruh Indonesia. HaKay Automatif harus semakin berjaya nantinya.
Tahun ini, Ia sudah menginjak umur 29th dan rasanya bukan masa untuknya bermain-main dengan wanita hanya untuk berkencan dan menghabiskan waktu. Ia ingin menikah dan targetnya tahun ini Ia akan mempersunting kekasihnya, Bella Sarasvati. Semoga saja model yang sedang naik daun itu menerima lamarannya.
[***]
Bastian membawa Citra ke rumah nya, lelaki itu ingin mengenalkan kekasih nya pada ibu nya. bastian sudah bicara dengan Citra kalau setelah koas nanti, Bastian akan mempersunting gadis itu.
Citra memindai matanya melihat Ibu kekasihnya itu, Wirastya Gurmono, seorang designer baju pengantin yang sangat terkenal di Indonesia. Hampir setiap gaun pengantin yang digunakan para artis adalah rancangan wanita paruh baya itu. Citra merasa kecil bertemu dengan wanita terkenal itu.
"Kamu kok nggal bilang sih kalau Wirastya Gurmono itu ibu nya kamu, Bi?" bisik Citra pada Bastian yang duduk di sampingnya.
Pengacara muda itu terkekeh pelan lalu membalas bisik pada sang kekasih, "Biar surpriselah, Sayang."
Citra mencebikkan bibirnya sebal. Bastian benar-benar tega, Ia membiarkan Citra berpakaian seadanya saat bertemu dengan designer terkenal itu. Hanya dengan kerudung maroon polos, baju panjang selutut dipadu dengan celana kulot putih dan sneaker putih Ia bertemu dengan calon mertuanya. Ia kira, mertuanya adalah orang biasa yang mana kalau berpakaian sederhana seperti ini sudah cukup dan sopan.
Wirastya Gurmono membuat bulu kuduk Citra berdiri, pasalnya wanita itu menatap nya tajam dan mengintimidasi. Beda sekali jika di layar kaya, wanita itu murah senyum dan berbicara dengan ramah.
"Jadi ini pacar nya, Bass?" tanya wanita itu menilai Citra dari ujung kepala hingga ujung kaki, "Pungut dimana Bass yang model ginian?"
'pungut?' memang nya dirinya sampah, yang harus dipungut. Geram Citra dalam hati.
"Ma, kenapa ngomong gitu. Ini pacar nya Bass, Citra Wyonna."
Wirastya menatap datar Citra, jelas sekali Ia tidak menyukai pacar anaknya, "Orangtua kamu kerja apa?"
Citra menelan ludahnya susah payah, "Ibu bapak petani tante, tapi sudah lama tiada. Saat ini saya tinggal dengan tante saya di Jakarta."
Wirastya terkikik meremehkan, "Petani? Dasar nggak tau diri. Kamu pasti mau ngorek harta anak saya, kan? Makanya kamu menggoda Bass." Tuduh wanita itu sambil menunjuk-nujuk wajah Citra.
Citra menggeleng keras, "Nggak Tante, saya nggak pernah berpikir demikian."
"Halaaah." Tepis wanita itu di udara, "Saya nggak mau lihat lagi kamu dengan anak saya punya hubungan, mulai hari ini kalian putus."
"MAAA !" Tengking Bastian tidak terima.
"Kamu jangan kurang ajar ya, Bass. Berani kamu tengking suara dengan mama Cuma gara-gara perempuan kampung ini, hah?" marah sang Ibu pada Bastian, anaknya.
"Keluar kamu dari rumah saya, saya nggak menerima sampah untuk dijadikan mantu. KELUAR SEKARANG JUGA."
Air mata membasahi pipi Citra, Ia sudah sering dihina-hina oleh keluarga nya sendiri karena ibu dan bapak nya hanya lah orang miskin. Kini, bertambah lagi orang yang menorehkan luka dalam hatinya.
Citra tak butuh diusir untuk kedua kali nya, Ia pergi dengan buru-buru dari rumah kekasih nya itu , oh tidak, mantan pacar lebih tepat nya. Hati nya luka tidak tahu kapan sembuh dan siapa yang akan menyembuhkan nya.
Mulai hari ini, Citra benar-benar harus menghapus Bastian dari pikiran nya. ia harus sadar diri kalau mereka jauh berbeda, walau dirinya adalah calon dokter gigi dimasa depan, tapi Ia tidak akan bisa menghapus jati dirinya yang hanya adalah anak orang miskin, petani sayur dari daerah terpencil.