webnovel

Chapter 26 : Something Wrong

Burung-burung berkicauan.

Matahari mulai menampakan jati dirinya.

Menyalurkan sinar mentari melalui jendela yang terbuka.

Membuat sosok pemuda berambut pirang membalikkan badan-nya, membelakangi sang mentari, belum mau terbangun dari mimpi indahnya.

Dibuka perlahan mata Safir-nya, melihat ke arah sosok gadis yang sedang tertidur pulas, tak terganggu akan sinar matahari yang tengah menerangi ruangan itu.

Pemuda itu tersenyum, lantas kembali memejamkan mata-nya, kali ini sambil berharap, semoga si gadis tengah memimpikan dirinya.

Tep.

Siluet bayangan menghalangi sinar mentari, membuat ruangan yang sebelumnya sempat terang kembali meredup, sepertinya keadaan mendukung Naruto untuk kembali ke alam mimpi-nya.

"Domo!"

Si bayangan berbicara, dengan senyuman yang tampak begitu dibuat-buat, perlahan mulai tampak siapa yang berbicara, sosok Sai yang tengah duduk di jendela Kamar milik Naruto dan Sakura.

Hening.

Tak ada jawaban.

Kedua sosok yang sedang terbaring di atas matras tak bergeming sedikitpun, keduanya hanya tersenyum, tengah menikmati mimpi indah yang sedang mereka jalani.

'Secepat itukah Naruto kembali tidur?'

Sai membantin pada dirinya sendiri, baru saja beberapa menit dirinya melihat Naruto membuka mata, namun sekarang si pemuda sudah tertidur pulas kembali.

Sek.

Sai menyenderkan badannya di bingkai jendela, masih memperhatikan Naruto dan Sakura yang tertidur pulas.

Diambilnya sebuah kuas dan kanvas kecil dari tas punggungnya, mulai menggoreskan kuas yang diselimuti cat, menggambar Naruto dan Sakura di kanvas, tengah tertidur dengan tersenyum, hal yang menurutnya cukup indah hari ini.

"Hmm?"

Sai tengah memikirkan sesuatu, menggerakan bandannya ke arah lain, mencari persepektif yang lebih indah untuk di gambar, dan tanpa sadar dirinya sekarang sudah berdiri di hadapan Naruto dan Sakura.

"Hmm, apa seperti ini ya?"

Sai mendekat, berjonhkok di antara sisi kosong yang dibuat oleh Naruto dan Sakura, mencoba melihat lebih dekat objek yang sedang di gambar olehnya.

Sai terus menggoreskan kuas-nya di atas kanvas, mulai membentuk sebuah sketsa gambar di sana, terlalu fokus hingga tidak menyadari kedua lengan teman-nya itu sedang saling mendekat satu sama lain.

"Naruto/Sakura-Chan."

Keduanya serempak, bergumam tanpa sadar, terlarut dalam mimpi indah masing-masing.

Berpelukan tanpa sadar, Sai tersenyum melihatnya, sebuah adegan romantis yang tidak pernah terbayang dalam benak-nya akan terjadi pada Naruto dan Sakura.

Sai kembali menggoreskan kuas-nya, dengan begitu dia merasakan sebuah kehangatan, merasakan rasa cinta Naruto dan Sakura.

Dalam lubuk hati-nya yang paling dalam, Sai juga ingin merasakan apa itu jatuh cinta, namun itu terasa sulit baginya, Sai belum menemukan apapun yang berharga bagi hidupnya, ada,tapi itu sudah lama hilang.

Sai bahkan belum mengetahui mengapa dirinya masih bisa hidup sampai sekarang, tanpa rasa cinta, hanya kesendirian yang menyelimuti dirinya.

Tes.

Satu tetes air mata terjatuh dari mata Sai, namun ekspresi wajahnya menunjukkan hal lain, datar, seakan tidak merasakan emosi apapun.

Sai berdiri, meletakkan sebuah lukisan di antara tubuh Naruto dan Sakura, beranjak pergi dari sana, meninggalkan sepasang kekasih yang tengah bermimpi indah.

'Sepertinya reuni bisa menunggu.'

Bersamaan dengan itu sosok Sai hilang seketika.

---------------

Clang.

Sebuah pemantik terbuka, namun apinya belum menyala, memandangi langit yang cerah, Shikamaru tengah berdiri di tepi menara Hokage.

"Hoamm, pekerjaan ini membuatku bosan senpai."

Sebuah suara muncul, diikuti dengan munculnya sosok berambut coklat dengan pakaian jounin Konoha-nya, sambil meregangkan badannya mendekat kearah Shikamaru yang masih memandangi desa Konoha dari tepi menara.

"Nee senpai, kulihat kau tidak pernah bosan diberi tugas seperti ini, apa rahasiamu?"

Sosok itu kembali berbicara, berdiri di samping Shikamaru, lantas menyenderkan punggungnya di pagar tepi menara.

"Uh Senpai?" Sosok itu bertanya kembali, mengalihkan atensinya ke arah Shikamaru yang masih memandang langit, merasa diabaikan.

"Sudah lama aku tidak melihat awan."

Shikamaru menjawab, namun atensi nya tidak pernah teralihkan, masih memandangi langit biru cerah Desa Konoha.

"Kau tahu Senpai, terkadang cara bicaramu itu seperti orang yang sudah tua saja." Sosok itu menggerutu sebagai balasan, merasa perkataan Shikamaru tadi seperti seorang kakek tua yang sedang menikmati masa senja-nya.

Hening sejenak,

Shikamaru tidak berbicara lagi, atensinya kali ini sedang terarah kepada burung-burung yang berterbangan di langit.

"Apa ada yang sedang kau pikirkan Senpai?" Tanya sosok itu, merasakan sebuah keanehan dari gelagat Shikamaru yang dari tadi hanya diam sambil memegangi pemantik yang terbuka.

"Huh?" Shikamaru menutup pemantiknya, mulai menegakkan badan-nya yang mulai terasa kaku.

"Tidak" Jawab Shikamaru singkat, membalikkan badan-nya, dan perlahan pergi meninggalkan sosok junior-nya yang terlihat kebingungan.

-----------

Srek.. Srek...

Shikamaru sibuk membaca lembaran demi lembaran berkas yang berada di atas meja-nya, tidak ada ekspresi malas di sana, hanya gerakan mata yang cepat dalam memilah isi berkas, tetap fokus, walaupun banyak sekali berkas yang menumpuk di meja-nya.

"Ah! Hari yang melelahkan bukan?" Junior-nya berbicara, berdiri di hadapan meja Shikamaru sambil menebar senyum riang.

"Terima kasih atas hari ini Senpai!" Junior itu kembali berbicara, membungkukkan badannya-hormat-lantas berbalik Ke arah pintu keluar.

Cklek.

Pintu terbuka, membuat Shikamaru mengalihkan pandangannya ke arah pintu yang terbuka, dan di sana berdiri Junior-nya yang tengah memberi hormat kepada Rokudaime yang hendak memasuki ruangan.

"Terima kasih atas bantuannya." Kakashi tersenyum kepada Junior itu, mempersilahkan-nya untuk meninggalkan ruangan.

"Hah, kenapa kau menunjuk orang yang seperti itu?"  Shikamaru berbicara, menghentikan kesibukan membaca berkas-nya sejenak, mengalihkan atensi-nya ke arah Kakashi yang berjalan mendekat ke arah meja-nya.

"Orang dewasa lebih menyusahkan." Kakashi menjawab, menatap ke arah luar jendela yang berada di belakang Shikamaru.

"Aku tidak suka dengan hal seperti itu." Shikamaru berbicara, kembali mengangkat salah satu berkas di meja-nya.

"Oh?" Kakashi sedikit terkejut, membalikkan badannya ke arah Shikamaru yang tengah sibuk dengan berkas-nya.

"Aku kira, sekarang kau sudah menjadi salah satu bagian dari kami sekarang." Kakashi berbicara kembali, memaksudkan kata 'kami' sebagai ungkapan untuk Shikamaru yang telah menjadi bagian dari para orang dewasa.

"Heh, jangan seenaknya menyimpulkan." Shikamaru  berbicara kembali, membiarkan tawa kecil terlepas di sana.

"Mempunyai shinobi seperti dia, mungkin bisa menjadi tanda dunia tengah damai sekarang. Sudah dua tahun ya, perut-ku mulai buncit sekarang~" Kakashi berbicara, walaupun terdengar gurauan dari perkataan-nya, kali ini nada bicara-nya tidak terdengar jenaka seperti biasanya.

"Aku tidak ingin mendengar hal itu." Shikamaru menyindir, namun dengan nada tenang seperti biasanya.

"Apa kau sering berlatih belakangan ini?" Tanya Kakashi, melihat sepertinya Shikamaru tidak memiliki keluhan apapun tentang tubuh-nya.

"Ya begitulah." Shikamaru menjawab, membiarkan sebuah helaan nafas keluar dari mulut-nya.

"Kau berbicara seperti menyukainya, tapi aku bertaruh kau masih serius seperti biasanya. Bisakah lebih santai jika bersamaku." Kakashi berbicara, melihat belakangan ini Shikamaru seperti orang yang berbeda, lebih disiplin dan tidak malas seperti dulu.

"Cih, aku sudah bilang untuk mengeceknya dua kali." Shikamaru berdecih kesal, mencengkram berkas yang dipegangnya dengan sangat kuat.

"Ngomong-ngomong, bagaimana dengan hal itu?" Kakashi bertanya, melepaskan suasana canggung akibat kemarahan Shikamaru kepada Junior-nya tadi.

"Masih buram." Shikamaru menghentikan gerakan tangan-nya, wajah-nya menunjukkan ekspresi yang lebih serius sekarang.

"Tidak ada kabar ya?" Kakashi bergumam, masih fokus menatap ke arah luar jendela yang berada di belakang Shikamaru.

"Aku merasa bersalah, telah melibatkanmu dalam urusan itu."

"Aku tidak pernah berkeinginan serius menjadi seorang shinobi, alasan aku tetap menjadi shinobi hanyalah..."

"Memastikan Naruto menjadi Hokage suatu hari nanti bukan?" Kakashi memotong perkataan Shikamaru, sebagai balasan meneruskan perkataan Shikamaru yang sempat terhenti, mencoba menebak isi pikiran Shikamaru saat ini.

"Untuk memastikan hal itu terjadi, aku tidak bisa selamanya menjadi anak kecil." Shikamaru menjawab, membenarkan tebakan Kakashi kepadanya.

"Naruto masih seorang anak kecil, bahkan sampai sekarang, entah apa aku bisa mempercayainya mengemban misi seperti itu." Kakashi berbicara, mendekat ke arah samping meja Shikamaru.

"Dia memang seperti itu."

"Oh?"

"Bagaimana kalau kita makan siang bersama selepas kau selesai?"

"Ah habis ini, aku dan Tsuchikage ada pertandingan shogi." Shikamaru menjawab, menolak secara halus ajakkan Kakashi tadi.

"Ah, aku melihatnya kemaren di pertemuan, dia terus saja bertanya bagaimana caranya mengalahkanmu." Kakashi tertawa kecil.

"Ya, jangan terlalu serius padanya." Kakashi berbicar kembali, lantas bergerak perlahan menjauhi meja Shikamaru.

"Ya, aku akan mencobanya." Shikamaru menghela nafasnya sebentar.

"Nee Shikamaru," Kakashi menoleh sebentar, "Aku ingin tahu apa artinya menjadi orang dewasa?"

———————

Hari-hari berlalu.

Tidak ada yang spesial, Shikamaru hanya menjalankan tugasnya menjadi tangan kanan Hokage, berlatih, dan menemani Tsuchikage bermain shogi.

Hari biasa, tak ada yang istimewa.

"Selamat datang."

"Ah akhirnya dia tiba juga!" Chouji melambai lambaikan tangan-nya.

"Di sini Shikamaru!"

"Maaf aku terlamabat." Shikamaru mendekat, lalu duduk di samping Chouji.

Seperti biasanya, tim 10 berkumpul di yakiniku Q.

—————

Tawa dan candaan terjadi di sana, menunjukkan betapa harmonisnya hubungan antara anggota tim 10, makan malam bersama di Yakiniku Q, menghabiskan waktu bersama, sekedar melepas penat dari kesibukan mereka masing-masing.

Tak ada curhat maupun keluhan, sampai akhirnya Ino berbicara,

"Ngomong-ngomong, aku saat ini tengah pusing, salah satu Genin di tim-ku benar benar tidak bisa menerapkan apa yang aku ajarkan padanya."

"Ah di timku juga ada yang seperti itu! mengingatkanku pada diriku di masa lalu, tentu aku tidak bisa mengabaikannya begitu saja." Chouji bersuara, ikut mengalami hal yang sama seperti yang Ino alami.

"Apakah Asuma-sensei merasakan hal yang sama ya?" Ino berandai andai, menempatkan dagu-nya di atas telapak tangan.

"Kalian benar benar menikmati peran sebagai Jounin pembimbing ya?" Shikamaru tersenyum kepada kedua teman-nya itu, melihat mereka ternyata lebih dewasa sekarang dalam menanggapi masalah.

"Lalu bagaiman dengan peranmi sebagai tangan kanan Rokudaime, Shikamaru?" Ino bertanya, melihat Shikamaru orang yang satu satunya tidak mempunyai keluhan hari ini.

"Ya, kalau aku sih tidak punya junior yang harus ku ajar." Jawab Shikamaru sambil menempatkan kedua lengan-nya di belakang kepala.

"Kau benar benar orang yang melakukan hal apapun sendiri, ya Shikamaru." Chouji menambahkan.

"Begitulah, hanya kalian yang kuanggap sebagai orang spesial untukku." Shikamaru menjawab, mengutarakan isi hati-nya, mengapa dia tidak nyaman jika bekerja dengan orang lain.

"Ah akun merindukan masa lalu." Ino kembali berandai andai, merindukan kebersamaan tim 10 di masa lalu.

"Hei kita belum terlalu tua untuk mengingat hal itu." Jawab Shikamaru sambil tersenyum.

"Waktu itu, wajar sekali jika kita bersama setiap harinya, tapi sekarang kita harus membuat janji hanya sekedar untuk makan malam bersama."

"Agak sedih ya?" Chouji bersuara.

"Mungkin itu artinya menjadi dewasa."

Shikamaru menghela nafas pelan, melihat ke arah langit-langit atap restoran.

"Ya benar sekali, bahkan kau terlihat berubah Shikamaru." Ino mengalihkan pandangan-nya ke arah Shikamaru.

"Huh? jangan bercanda." Shikamaru menaikkan salah satu alis-nya, tidak paham dengan apa yang baru saja berubah pada diri-nya.

"Belakangan ini, kau tidak pernah menyebutkan kata 'mendokusai' lagi, apa kau menyadarinya?"

"Benarkah?"

-----------

"Terima kasih atas makanannya!"

"Hei hei lihat! mereka memberiku permen karet, mengingatkan pada sesuatu bukan?" Ucap Chouji, seraya menyusul Ino dan Shikamaru yang lebih dulu meninggalkan restoran.

"Wah ini kan permen kesukaan ku waktu kecil!" Ucap Ino seraya mengambil salah satu permen yang berada di atas telapak tangan Chouji.

"Sangat manis! apakah selalu manis seperti ini?" Teriak Ino kegirangan, merasa permen yang tengah dikunyahnya lebih manis dari biasanya.

Berbeda hal dengan Ino, Shikamaru hanya memandangi permen itu, tak ada niatan untuk mengunyah permen sama seperti yang Ino lakukan.

"Oke, habis ini kita kemana?"

Shikamaru mengangkat kepala, menatap Chouji yang baru saja bersuara.

"Eh kau masih mau makan?" Sahut Ino dengan cepat.

"Euh, ayo kita restoran BBQ!" Chouji berpikir sejenak, memikirkan tempat yang akan dikunjunginya setelah ini.

"Maaf, aku harus pergi sekarang." Ucap Shikamaru sedikit gugup, takut mengecewakan teman-temannya.

"Yah!" Sahut Chouji sedikit kecewa.

"Shikamaru, apa ada yang sedang kau pikirkan? Dari tadi kulihat kau melamun terus." Ino menatap lekat lekat Shikamaru, merasakan ada yang aneh dari gelagat Shikamaru tadi.

Shikamaru menghela nafas, "Bukan apa-apa, aku hari ini ada pertemuan dengan delegasi dari kelima negara."

Shikamaru mengutarakan maksudnya, tidak mau Ino yang terihat sedang mencurigai sesuatu darinya.

"Berarti Disana sudah ada Temari dan Kankuro ya?" Tanya Chouji.

Ino mengukir senyum, senyum menggoda yang di arahkan pada Shikamaru, " Jadi Temari lebih penting dari kami sekarang, hmm?"

Shikamaru mundur sedikit, melihat gelagat aneh dari Ino barusan sedikit membuatnya kaget.

"Apa maksudmu?"

——————

"Hei, tunggu sebentar Shikamaru!"

Shikamaru menghentikan langkahnya,

'Apa lagi ini?'

Baru saja dia selesai dari pertemuan antar delegasi, dan sekarang sudah ada yang memanggilnya. Apa dia berbuat salah? Entahlah Shikamaru hanya bisa membalikkan badan-nya, mendapati Temari yang baru saja memanggilnya dari belakang.

"Ada apa Temari?" Shikamaru menghela nafas.

"Kau sedang menyembunyikan sesuatu bukan?" Temari bertanya, memandang Shikamaru dengan tatapan datar.

"Huh? Kenapa kamu berbicara seperti itu?" Shikamaru bertanya balik, tidak paham dengan maksud Temari.

"Lihat? Kau menjawab pertanyaan dengan pertanyaan lagi, pasti ada yang kamu sembunyikan sekarang."

"Apa ada sesuatu yang terjadi pada Desa Konoha?" Tanya Temari memastikan.

Shikamaru kembali menghela nafas, sedikit kasar dan berbalik membelakangi Temari, "Aku tidak mengerti maksudmu."

"Apa kau tidak bisa memberitahu itu padaku?"

"Sudah kubilang tidak terjadi apa-apa!" Sahut Shikamaru dengan nada yang lebih tinggi.

"Jadi aku tidak bisa menolongmu ya?" Temari masih berbicara dengan tenang, tidak seperti Shikamaru yang terlihat mulai emosi.

"Tidak." Jawab Shikamaru singkat.

"Begitu ya?" Temari menundukkan kepalanya, terlihat lesu sekarang.

"Nee Temari...." Shikamaru beebicar kembali.

"Kita adalah perwakilan dari desa masing-masing, kita tidak boleh seenaknya mencampuri urusan desa masing-" Shikamaru menoleh sebelum melanjutkan perkataannya.

Plak.

Sebuah tamparan keras mendarat di pipinya, panas, itulah yang sekarang Shikamaru rasakan di pipi kanannya.

Tersungkur di lantai setelah mendapatkan tamparan keras dari Temari.

"Apa-apaan itu!" Sahut Shikamaru tidak terima.

"Aku telah salah menilaimu." Temari berbicara lebih dingin dari biasanya, menatap Shikamaru dengan datar.

"Ck." Temari berbalik, meninggalkan Shikamaru yang menatap dengan bingung pada dirinya.

—————

Sakura memandang dengan tatapan kosong, seperti sedang memikirkan sesuatu.

Di seberangnya terdapat Naruto yang tengah menikmati sarapannya, terlalu sibuk sampai tidak menyadari Sakura yang terus melamun, membiarkan makanan di hadapannya dingin karena angin yang masuk.

"Nee Naruto..." Sakura memanggil, tetap memandang dengan tatapan kosong, kearah suatu tempat.

"Hmm?" Naruto melihat ke arah Sakura, merespon panggilannya barusan.

"Menurutmu siapa yang memberikan itu?" Sakura bertanya, mengarahkan telunjuk-nya ke suatu tempat, sebuah meja yang terdapat sebuah lukisan di sana, tepat di belakang Naruto.

Naruto menoleh, menaikkan alis kanan-nya, sama seperti Sakura, tidak tahu siapa yang memberikan lukisan itu.

"Entahlah." Jawab Naruto enteng, kembali menuntaskan acara sarapannya yang sempat terhenti.

"Menurutmu bagaimana?" Tanya Sakura lagi.

"Tentang apa?" Naruto bertanya balik.

"Lukisan itu." Sakura masih memandangi lukisan, di sana dia bisa melihat sosok dirinya dan Naruto yang tengah tertidur, tersenyum satu sama lain, dan latar belakangnya sungguhlah sangat indah.

Membuat siapapun yang melihat lukisan itu pasti merasakan kedamaian di hatinya.

"Indah." Jawab Naruto enteng, walaupun terbseit kecurigaan disana.

'Apa ada yang sedang memata-matai kami ya?'

Naruto sedikit curiga, mendapati beberapa hari lalu menemukan sebuah lukisan saat dirinya terbangun, tergeletak begitu saja di atas matrasnya.

Apalagi objek gambarnya adalah dirinya dan Sakura, namun entah kenapa dia merasa familiar dengan gaya lukisan itu, seperti pernah melihatnya di suatu tempat.

"Menurutku juga begitu, tapi bukankah aneh seseorang melukis objeknya yang sedang tertidur?" Tanya Sakura, Curiga.

"Ya memang aneh sih, tapi entahlah aku seperti familiar dengan gaya lukisannya." Naruto memejamkan mata-nya, berusaha mengingat ingat sesuatu.

"Aku juga, sepertinya aku juga pernah melihat gaya lukisan itu, tapi dimana ya?" Sakura mengikuti gerakan Naruto, memejamkan mata-nya, berusaha mengingat sesuatu.

Srek.

Naruto berdiri, menghampiri meja di belakangnya, meraih lukisan itu dengan kedua tangan-nya, berusaha melihat lebih dekat.

"Ah aku ingat!"

Sakura beranjak, menghampiri Naruto dari belakang, menempatkan kepala-nya di pundak Naruto, berusaha melihat apa yang sedang Naruto lihat sekarang.

"Ingat apa?" Tanya Sakura.

"Err itu..." Naruto agak gugup, salah tingkah, kaget melihat Sakura yang secara tiba-tiba sudah ada di belakangnya sekarang.

"Hmm?" Sakura mundur, menaikkan salah satu alisnya melihat gelagat aneh Naruto.

"Aku pernah melihat gaya lukisan ini di rumah Sai." Jawab Naruto, mengingat ingat kembali kejadian sesaat sebelum dirinya berkencan dengan Sakura di festival musim semi.

"Rumah Sai? Untuk apa kamu kesana?" Sakura bertanya, lebih tertarik dengan tujuan Naruto pergi ke rumah Sai.

"Errr itu..." Naruto kembali gugup, menggaruk pipi kanan-nya yang bersemu merah.

'Sial aku keceplosan, bagaimana ini? Aku tidak mungkin memberitahunya.'

Naruto diam, asik dengan pikirannya sendiri, menerawang ingatannya saat meminta saran kepada Sai untuk mengencani seorang gadis, saat itu Sai hanya memberinya sebuah buku, sebuah buku yang Naruto akui sangat brilian, tidak pernah terpikirkan Sai memiliki buku sebagus itu.

Sakura berkacak pinggang, kedua alis-nya bertautan, mendapati Naruto malah menggelengkan kepala-nya.

"Tidak ada, hanya pembicaraan antar lelaki." Naruto menyengir, menggaruk belakang kepala-nya.

Sakura menggembungkan pipi-nya, kesal, Naruto sudah mulai main rahasia dengannya.

"Tapi kalau aku benar, mungkinkah Sai sekarang ada di sini?" Tanya Naruto, mengalihkan pembicaraan yang baru saja berbelok ke arah lain.

"Ah iya benar juga!" Sahut Sakura, menyadari kalau perkataan Naruto benar, berarti Sai berada di sini sekarang.

"Apa dia juga sedang melakukan misi?" Tanya Sakura.

"Mungkin, tapi untuk apa? Bukannya Kakashi-Sensei hanya mengirim kita?" Tanya Naruto penasaran.

——————

"Hahaha, jadi seperti itu rupanya." Kakashi tertawa, mendengar cerita Shikamaru saat dirinya bertemu Temari kemarin.

"Temari orang yang sangat peka, sebentar lagi mungkin dia akan tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi mengenai desa Sunyi." Shikamaru berbicara, kali ini nada bicaranya lebih terdengar serius.

"Banyak sekali ninja yang menghilang setelah perang, bahkan ninja pelarian pun sepertinya melarikan diri ke desa ini." Kakashi mulai terdengar serius, tidak kagi jenaka seperti biasanya.

"Sudah hampir dua minggu semenjak pesan dari Sai sampai." Lanjut Kakashi.

"Kita tidak bisa diam lagi, harus ada yang bertindak sekarang." Shikamaru memberi saran, terdengar sangat serius.

Suara burung menggema di ruangan Hokage, membuat Shikamaru terkejut, lantas bergerak ke arah jendela di belakang Kakashi, kembali melihat ke arah langit.

Terbang di sana, burung tinta milik Sai, memutar mutar di atas menara Hokage.

"Jadi sudah sampai ya."

——————

Jendela terbuka, diiikuti dengan masuknya burung tinta milik Sai, terbang ke arah gulungan kosong yang terletak di atas meja Kakashi.

Cret..

Untaian kata terpampang di sana, pesan yang telah dua minggu Kakashi tunggu belakangan ini.

Masalah kali ini lebih buruk dari yang kita duga sebelumnya.

Jika Desa Sunyi terus dibiarkan seperti ini, aliansi Shinobi bisa dalam keadaan yang berbahaya.

Gengo, orang ini sepertinya ingin merubah keadaan dunia shinobi, bahkan mungkin merubah semua tatanan dunia ini.

Aku bahkan sudah tidak mengenali diriku sekarang.

"Ini buruk." Sahut Shikamaru yang ikut membaca pesan dari Sai.

"Jika apa yang dikatakan Sai benar, para ninja yang menghilang, semua buronan bahkan semua nya berada di Desa Sunyi."

"Aku harap Sai baik-baik saja." Ucap Kakashi.

"Dia bukan orang yang bisa di bunuh dengan mudah, lagi pula Naruto dan Sakura berada di sana bukan?" Shikamaru mencoba menenangkan.

"Tapi dari pesan ini, Sai terlihat sedikit membanggakan Sosok Gengo ini." Kakashi kembali berbicara.

"Maksudmu Sai?" Mata Shikamaru membukat Seketika.

"Dia orang yang sangat polos dan tulus, jadi.." Kakashi menghentikan perkataannya setelah mendengar Shikamaru kembali berbicara.

"Jika kita ingin menyelamatkan Naruto, Sakura dan Sai, kita hanya punya satu opsi."

"Mungkinkah kita berpikiran hal yang sama?" Kakashi bertanya.

"Siapkan saja dua shinobi dari pasukan anbu." Shikamaru berjalan, mengarah ke depan meja Kakashi.

"Ohh tim tiga orang? Jadi kau sudah memikirkan siapa yang akan pergi?" Tanya Kakashi, menatap tajam ke aarah Shikamaru yang berdiri di hadapannya.

"Aku yang akan pergi."

——————-

"Naruto! Gunakan mode Sage-mu!" Perintah Sakura cepat, mendapati sebuah perasaan buruk menghantuinya, khawatir dengan keadaan Sai sekarang.

Naruto memejamkan kedua mata-nya, perlahan warna kulit di sekitar mata-nya berubah orange.

Naruto membuka mata-nya, menampilkan mata katak khas mode sage-nya, mengalihkan pandangan-nya ke sekitar, mencari sosok chakra familiar.

Deg.

Raut muka Naruto berubah tegang, merasakan sebuah hal buruk akan segera terjadi, Sai dalam keadaan yang buruk sekarang.

"I-ni!" Naruto terbata-bata.

"Ada apa?" Sakura bertanya dengan khawatir.

"Sai ada di kastil!"

To Be Continued.

下一章