webnovel

Celah

[H-hei, jangan bercanda.]

[Aku tidak bercanda, Win.]

[Kwang, r-remaja maksudmu…]

[Mungkin masih menjurus anak-anak.]

[Cih, beraninya bedebah-bedebah itu.]

Wijaya memang tidak melihat rekan-rekannya secara langsung, tetapi dia bisa merasakan suasana percakapan mereka berubah muram. Dalam perang mereka tidak diperbolehkan menyerang atau menyakiti sipil terutama anak-anak. Namun, kenyataan sering berbeda.

Wijaya tidak bisa berkomentar banyak. Lawan mereka memang sepertinya menggunakan remaja dan anak-anak, tetapi dia sendiri juga menarik pelatuk untuk menghabisi mereka.

Dia bisa berkilah bahwa dia tidak tahu. Sayangnya, Wijaya merasa hal itu tidak perlu. Bagaimanapun juga, tangannya tetap berlumuran darah.

"Kwang, kita harus cepat bergerak," kata Wijaya datar.

[Kau berbicara seolah tidak peduli dengan semua ini.] Lev menyambar kata-kata Wijaya.

"Hal yang paling kupedulikan adalah menyerang akar masahlanya," jawab Wijaya. "Sisanya adalah kerusakan tambahan."

[Cih, kau tidak perlu mengatakan hal yang kami sudah tahu.]

[Hentikan, Lev. Wijaya benar, tidak baik kita berlama-lama di sini atau menggunakan radio terlalu banyak. Kita diskusikan hal ini dengan Boris nanti.]

[Tapi Kwang, bagaimana kalau kita harus bertempur dengan mereka lagi.]

"Win, kalau kalian ragu menarik pelatuk,biar aku saja."

[Aku tahu, kawan, karena bagaimanapun juga kita semua hanyalah pendosa.]

Kwang tidak berbicara untuk merespon Win, melainkan memberikan isyarat melalui gerakan tangan ZHY agar mereka kembali bergerak ke arah timur. Radio mereka kembali sunyi. Bahkan ketika mereka mulai berbelok ke timur laut, Kwang hanya memberikan arahan dengan gerakan tangan dari ZHY.

Markas Divisi Kelima berada cukup jauh dari lokasi mereka sekarang. Kemungkinan mereka harus menempuh perjalanan sekitar lima hari jika tidak ada halangan.

Namun, mengharapkan segalanya berjalan lancar di tempat macam ini hanyalah mimpi semu.

[Radar dan sensorku menangkap pergerakan arah jam 1 dan 11]

Peringatan Lev langsung membuat mereka menghentikan stielkruger masing-masing.

Kwang bertanya singkat pada Lev. [Stielkruger?]

[Entah jika cuma mereka, aku menangkap suara lain.]

[Kita hantam atau…]

[Win, bertarung di tempat ini mungkin bukan pilihan terbaik. Kita cari jalan memutar.]

Wijaya memerhatikan sekitar melalui peta dan layar monitornya. Ada bukit yang berada di sebelah timur posisi mereka. "Dari sana, Kwang?" tanya Wijaya. "Aku bisa mencoba memindai posisi mereka dari jauh kalau kita punya keunggulan elevasi. Tapi aku perlu menumpang pada Win."

Semuanya setuju, mereka bergerak memutar mendaki bukit yang ditunjuk Wijaya. Win mengatur dengan hati-hati pergerakan jiangdong untuk memelankan lajunya sedikit dan mengatur posisi pergerakan mereka untuk tetap terjaga dalam jarak tidak lebih dari lima meter.

Wijaya kemudian segera mengambil senapan pengendalinya dan mengarahkannya ke sebelah kiri untuk mengintip. Dia memperhatikan dengan seksama bentangan luas pepohonan di sebelah barat laut dari posisinya, mencari lokasi raksasa-raksasa besi ataupun mesin-mesin pembunuh lainnya yang berpatroli atau menunggu kesempatan menyergap jika mereka lewat bawah sana.

Sejujurnya, dia tidak terlalu peduli dengan stielkruger, tetapi lebih waspada jika semak-semak di bawah sana menyembunyikan tank ataupun manusia bersenjatakan roket pelumpuh stielkruger.

Wijaya segera menekan tombol pengaktif pandangan infra merah pada sisi senapan pembidiknya. Meskipun kalah dalam hal kelincahan dan multifungsi dari sebuah stielkruger, tank memiliki kelebihannya tersendiri yang menyebabkan mereka masih digunakan sebagai bagian utama pasukan angkatan darat selain stielkruger.

Harus diakui, tank memiliki daya hancur dan jarak tembak melebihi stielkruger bahkan mungkin melebihi stielkruger yang bertipe penembak runduk dan peluncur roket dalam hal jarak. Selain itu alasan Wijaya menggunakan pandangan infra merah adalah faktor paling mengerikan dari sebuah tank, terutama dalam pertempuran di malam hari. Bentuk tank yang pipih dan pendek jika dibandingkan dengan stielkruger menyebabkannya mampu bersembunyi dengan jauh lebih sempurna dibandingkan stielkruger yang jelas-jelas tingginya mencapai lima setengah meter atau lebih.

Sejauh ini, wijaya tidak melihat tanda-tanda apapun walau peringatan dari Lev tadi mengatakan hal berbeda. Baru saja berpikir begitu, dia melihat sumber panas kecil yang membuat perhatiannya teralih sejenak. Sesaat kemudian sumber panah itu menghilang.

"Tampaknya di bawah sana ada tank," kata Wijaya datar. "Untung saja kita memutuskan untuk lewat sini."

[Iya, iya, nanti kubelikan kau eskrim.]

Hanya gerutuan Lev yang terdengar sementara Wijaya terus memandang ke bawah. Tidak lama kemudian dia menyadari banyak titik panas yang mulai bergerak ke arah bukit, baik stielkruger maupun tank yang akhirnya melepas kamuflase mereka.

"Mereka bergerak ke sini."

[Berarti ada rekan-rekan mereka di atas sini.]

[Cih, padahal sensorku tidak menangkap suara apa-apa.]

[Lev, bisa saja mereka mematikan mesin sambil mengawasi kita.]

[Kalau begitu, Win, kita dobrak saja mereka yang di atas sana, seingatku ada tebing di sana.]

[Kita kabur dengan melompati tebing dan turun ke jalan utama di celah tebing? Tumben aku suka cara berpikirmu, Lev.]

[Dan aku masih tidak suka caramu berpikir, mata-mata.]

Tawa keji dari Kwang mengisi radio mereka ketika seluruh rombongan bergerak makin cepat ke atas. Wijaya langsung mengarahkan senapannya untuk memindai ke sisi tebing di sebelah timur laut yang dikatan Lev.

Dia melihat siluet-siluet stielkruger mulai bergerakke arah regu Vrka. berbeda dengan para scorpid, stielkruger lawan mereka kali ini mengenakan kain kamuflase dan bererak dalam formasi untuk mengurung.

"Yang di atas sana profesional," kata Wijaya sambil mengganti tipe kameranya ke visi biasa.

[Kita dobrak saja! Wijaya, tandai dan arahkan!]

"Aku tahu Lev," Wijaya membidik pada salah satu Stielkruger di atas sana. Dari tubuhnya yang besar dan berbahu lebar tanpa bagian kepala yang menonjol, sekilas mereka seperti jiangdong atau T-11. Akan tetapi Wijaya sadar itu adalah tipe brox yang dirilis USNA.

"Mereka memakai brox, kau siap Lev?"

[Cih, kau pikir siapa mentormu?]

Wijaya menarik napas dalam dan menekan tombol kecil di sisi senapan pembidiknya untuk menandai target. Seketika itu juga nesti melepaskan rentetan tembakan dari meriamnya.

Mengenal perangai Lev, Wijaya langsung menggerakkan senapannya untuk menyusuri formasi lawan, membuat nesti melepaskan tembakan merayap.

[Kecepatan penuh, sekarang!]

Bersama dengan komando Kwang, ZHY melontarkan granat cahaya ke udara. Nesti berhenti menembak, lalu melesat cepat bersama rombongan. Mereka berhasil menembus celah formasi Brox yang dihasilkan tembakan brutal nesti tadi.

Saat mereka hampir mencapai tebing yang dimaksud, Wijaya mendapat ide. Dia memutar tubuh Subutai ke belakang dan membidik para Brox yang masih kebingungan. Dia berkata, "Lev, kau masih mau mengamuk?"

[Tentu saja]

Dia membidik diikuti tembakan dari dari nesti ketika kelima stielkruger mereka meluncur melompat dari tebing dan melayang beberapa saat di udara. Diiringi guncangan kuat pada bumi dan kokpit di dalamnya, stielkruger mereka mendarat di jalan utama yang retak akibat momentum yang dihantarkan para raksasa besi itu.

[Ayo.]

Kata Kwang sambil melepaskan granat cahaya lagi ke udara dan segera bergerak cepat mengikuti jalur utama memimpin yang lainnya menjauh dari tanah pertempuran.

下一章