Bali, Indonesia
Setiap pagi hari Clarissa selalu berjalan-jalan ke pasar bersama seorang pelayan villa. Setelah memasak sarapan untuk Joe, dia menghabiskan seluruh waktunya untuk menggambar beberapa desain rumah ataupun apartemen. Joe memberikan sebuah ruangan khusus untuk Clarissa, setiap kali dia ingin mencurahkan keahliannya. Clarissa adalah mahasiswi desain terbaik di kampusnya. Bahkan kemampuan mendesainnya seperti Arsitek yang sudah berpengalaman.
Setiap pagi Clarissa selalu menyiapkan sarapan untuk Joe. Sebenarnya lelaki itu sudah melarangnya, namun Clarissa tetap melakukannya. Karena tidak ada hal lain yang bisa dilakukannya, untuk lelaki yang selalu menjadi penolongnya itu.
"Clarissa!" panggil Joe dari meja makan.
Clarissa berjalan ke arah suara itu berasal. "Ada apa, Joe?" tanyanya.
"Temani aku menghabiskan makanan ini," jawabnya dengan senyuman.
Clarissa duduk di hadapan Joe, sambil melihat Joe menghabiskan makanannya. Setelah selesai, Joe mendekati Clarissa dan mengecup keningnya. "Jaga anak kita baik-baik," ucap Joe sambil mengelus perut yang masih rata.
Clarissa kembali menatap Joe. "Jangan seperti itu, aku tak mau semakin menyakitimu," ujar Clarissa.
"Sudah aku katakan berkali-kali. Biarkan aku yang mencintaimu, kamu cukup menerima cinta dariku saja," jelas Joe sebelum dia pergi ke kampusnya.
Setelah mereka berdua tinggal di atap yang sama, Joe akhirnya mengakui perasaannya pada Clarissa. Namun lelaki itu tak pernah memaksa Clarissa untuk membalas cintanya. Clarissa tetap menjadi dirinya yang masih mencintai Andrew. Sedangkan Joe menjadi sosok lelaki yang akan selalu mencintai Clarissa. Joe tak pernah peduli dengan status Clarissa. Dia hanya ingin mencintai Clarissa dengan tulus.
Bahkan selama ini, Clarissa mendapatkan semua perhatian dan kasih sayang dari Joe. Bahkan lelaki itulah yang mengantarkan Clarissa memeriksa kandungannya. Tak jarang Joe mengajak Clarissa jalan-jalan seperti pasangan suami istri. Walaupun wanita itu mendapatkan cinta yang berlimpah, namun Clarissa tetap mengharapkan kembali dalam pelukan Andrew.
Akhir-akhir ini Clarissa sedang disibukkan dengan sebuah desain rumah dengan konsep "Rumah Liburan Tepi Pantai." Kebetulan Clarissa sedang mengikuti lomba desain, yang diselenggarakan oleh perusahaan real estate ternama yang bekerjasama dengan Tabloid Interior.
Setiap hari Clarissa hanya duduk bersama desain-desain miliknya. Untung saja ruang kerja Clarissa sangat nyaman, dengan pemandangan langsung menghadap ke pantai. Paling tidak membuat wanita itu tidak merasa bosan. Bahkan justru inspirasi seakan mengalir tak berkesudahan.
"Nyonya. Sudah waktunya makan siang." Seorang pelayan tiba-tiba saja memanggil Clarissa.
Clarissa menuju meja makan yang sudah tertata hidangan sehat special untuk ibu hamil. Wanita itu tersenyum melihat beberapa makanan yang disiapkan. "Siapa yang menyiapkan menu makan siang untukku?" tanyanya.
"Semua menu sudah disiapkan oleh Tuan Muda. Tapi semua ini koki yang memasaknya. Apa mungkin Nyonya Clarissa tak menyukai makanannya?" tanya pelayan itu dengan sedikit takut.
Clarissa tersenyum lalu mencicipi hidangannya. "Aku sangat menyukainya. Kamu lanjutkan saja pekerjaanmu," seru Clarissa.
Pelayan itu kemudian kembali ke dapur. Clarissa mulai menikmati hidangan yang sudah disiapkan oleh Joe. Lelaki itu bersikap seperti suami siaga. Dia begitu memperhatikan seluruh kebutuhan Clarissa. Hanya saja Joe sedikit posesif, dia tak pernah membiarkan Clarissa pergi kemanapun tanpa dirinya. Kecuali jika Clarissa ingin jalan-jalan ke pasar, itupun harus ditemani oleh seorang pelayan.
Saat hari menjelang sore, Clarissa sedang duduk di halaman belakang villa. Joe datang dengan membawa seikat bunga dan sekotak kue. Dengan sangat pelan Joe memeluk Clarissa dari belakang. "Jangan melamun, Sayang," sapanya.
Clarissa terlihat terkejut, lalu memalingkan wajahnya. "Jangan seperti itu dong Joe, aku tak mau jatuh dalam pesonamu," ucap Clarissa sambil melepaskan pelukan itu.
Joe terlihat sedikit kecewa, namun tetap tersenyum memandang wanita yang sangat dicintainya itu. "Ini aku membawakan bunga dan kue kesukaanmu." Joe memberikan kedua barang kesukaan Clarissa itu.
Clarissa tersenyum lalu memeluk Joe sebentar. "Terima kasih, Joe. Tetaplah menjadi malaikat penolongku," ucapnya.
Lelaki itu kemudian kembali masuk ke dalam villa. Dia berdiri di balkon kamarnya, sambil memandangi Clarissa yang masih duduk di halaman belakang. Ada perasaan kecewa setiap kali Clarissa menolak perhatiannya. Sebagai seorang lelaki, Joe juga ingin dicintai. Namun Sayang, Joe jatuh cinta pada seorang wanita yang sudah bersuami. Bahkan dia sedang mengandung anak dari suaminya.
Sebenarnya Joe tak pernah mempermasalahkan hal itu. Dengan Clarissa yang selalu berada di sampingnya, itu lebih dari cukup. Terkadang lelaki itu, rasanya juga sangat ingin memiliki Clarissa. Walaupun itu tidak mungkin, namun Joe selalu meyakinkan dirinya. Bahwa cinta itu bukan tentang menerima, namun lebih tentang memberi tanpa pamrih.
Hari sudah mulai gelap, Clarissa akhirnya memasuki villa. Dia mencari Joe didalam kamarnya, namun tak menemukannya. Kemudian Clarissa bertemu seorang pelayan. "Di mana Joe berada?" tanya Clarissa.
"Tuan Joe ada di ruang bacanya, Nyonya," jawab pelayan itu.
Clarissa langsung memasuki ruang baca milik Joe. "Aku sudah berkeliling mencarimu, ternyata kamu disini," ujarnya.
"Aku ada beberapa tugas dari kampus, jadi aku mengerjakannya disini," jawab Joe dengan suara lembut dan tatapan penuh cinta.
Clarissa duduk tepat di samping Joe. "Biasanya kamu mengerjakan di ruang desain sambil menemaniku," balas Clarissa.
Joe tersenyum, lalu mengelus kepala Clarissa. "Aku merasa kamu ingin memiliki waktu untuk sendiri," ucapnya.
"Apa maksud dari perkataanmu? Apa kamu mulai lelah hidup bersamaku? Atau kamu sudah mulai merasakan aku sangat membebani hidupmu?" tanya Clarissa dengan mata berkaca-kaca.
Tak sanggup melihat Clarissa yang hampir menjatuhkan air matanya, Joe mendekap Clarissa ke dalam pelukannya. "Maafkan aku, aku tak pernah bermaksud seperti itu. Sampai kapanpun, aku tak akan lelah mencintaimu. Dan kamu tak pernah membebani hidupku, justru aku yang memberikan beban di hatimu. Jangan pernah menjadikan cintaku beban yang kamu simpan," jelas Joe.
Setelah Clarissa sedikit tenang, Joe melepaskan pelukannya. Kemudian dia mengambil tissue dan membersihkan wajah Clarissa yang sudah basah. Dengan sangat lembut Joe mengusap wajah wanita cantik itu. Tanpa disadarinya, Joe begitu bergairah memandang bibir Clarissa yang begitu menggoda. Ingin rasanya Joe memakan bibir itu. "Clarissa. Bolehkah aku mencium bibirmu. Kalau kamu tak bisa menerimaku sebagai seorang lelaki yang mencintaimu, paling tidak terima aku sebagai sahabatmu," pinta Joe dengan ekspresi memohon.
Clarissa sedikit berpikir, lalu menganggukkan kepalanya tanpa menjawab. Joe yang mendapatkan lampu hijau, langsung melayangkan ciumannya pada Clarissa. Awalnya wanita itu sama sekali tak merespon, tetapi beberapa saat kemudian Clarissa membalas ciuman Joe dengan sangat lembut. Joe terbuai dengan ciuman Clarissa, dia merasakan jiwanya melayang tak berarah.
Ingin rasanya Joe memiliki tubuh Clarissa saat itu juga. Namun lelaki itu menyadari batasan yang harus dijaganya. Dia pun menahan hasratnya untuk menyentuh tubuh Clarissa. Dirasa sudah tak bisa menahan perasaannya, Joe melepaskan ciuman itu. Kemudian dia berjalan cepat keluar dari ruang bacanya. Clarissa merasa sedikit bingung, mengapa Joe langsung pergi tanpa mengatakan apapun padanya. Ingin rasanya Clarissa menyusul Joe, namun diurungkannya. Wanita itu akhirnya kembali ke kamarnya.
Happy Reading