webnovel

Penculikan

"Ken-sama... sangat baik, Bu. Dia sangat menyenangkan... dan ramah." Rika berbohong telak demi menentramkan hati Ibunya. Jika bercerita yang sebenarnya, bagaimana jika wanita paruh baya itu seketika syok hebat dan sakitnya kambuh lebih parah?

Rika mendongak menatap wajah Ibunya yang sudah berumur. "Ken-sama selalu membuatku tersenyum kala sedih merindukan Ibu," imbuhnya makin kental akan kebohongan. Semua palsu. Tangisannya bukan karena betapa merindukannya Rika pada Ibu. Tapi tangisan akan nasib buruk yang menimpanya. Tak ada kebaikan sama sekali sampai sekarang.

"Matamu bengkak, Rika sayang?" Ibunya membelai pipi sang putri.

"Itu... karena aku terus menangis karena rindu Ibu." Rika beralasan.

Berkilah. Berbohong. Rika merasa jika ia jadi anak durhaka sekarang. Apa boleh buat, memang dirinya bisa apa? Ken sudah menorehkan luka menganga pada Rika. Saat luka itu sembuh, Ken menambah torehannya lagi. Lagi. Lagi. Terus begitu.

Usai itu, yang Rika lakukan hanya menangis saja. Ibunya membiarkan putrinya tetap begitu seolah paham bagaimana perasaan rindu pada rumah serta Beliau.

"Semua akan baik-baik saja, Rika."

"Hiks... iya, Bu."

'Semua memang terlihat baik, Ibu. Sampai aku merasa tidak ingin hidup lagi jika tidak ingat Ibu.'

Ken yang duduk satu ruangan dengan kedua wanita itu hanya tersenyum kecut. Meski awalnya dia senang pada kalimat awal Rika, namun lama kelamaan justru menghujam di akhirannya.

'Hghh... memangnya aku sebegitu salahnya pada Rika-chan? Kenapa sampai Rika-chan sepertinya begitu pahit mengatakannya? Csk!' batin Ken tak juga sadar bahwa apa yang ia lakukan itu sangat salah besar.

Namun, dikarenakan Ken selalu dibilang benar sedari kecil, apapun perbuatannya, Ken pun tak paham kecuali bahwa dia selalu benar.

Ken menemani Rika sampai malam. Bahkan Nyonya Tadashi menawari makan malam segala. Ken tak menolaknya. Ia merasa itu adalah makan malam terbaik yang ia pernah punya. Ada sosok Ibu yang menentramkan hatinya, ada wanita yang ia puja—dan mungkin juga sudah ia cintai? Semua terasa sempurna.

Ketika pulang, Ken menunduk ojigi (membungkukkan tubuh sebagai tanda hormat) dalam-dalam pada Nyonya Tadashi meminta ijin pamit kembali bersama Rika ke mansion.

"Pak Sopir, tolong jaga Rika saya ne, hibur dia supaya jangan terus menangis. Toh saya di sini juga baik-baik saja karena kebaikan dan doa Ken-sama," tutur Nyonya Tadashi yang disahut 'haik' oleh Ken sendiri.

Setelah berpamitan, Ken pun menyetir pulang dengan Rika duduk di sebelahnya. Ia menoleh ke Rika. "Bagaimana? Kau lega sudah bertemu Ibumu, kan? Are you happy, my sweetie?"

Ingin sekali Ken merengkuh Rika dan mencumbuinya. Berada di dekat Rika itu sangat membahayakan bagi Ken, karena ia jadi terus-menerus merasa berahi meski hanya membaui aroma tubuh Rika saja.

"Um." Rika mengangguk singkat dengan mata menatap ke depan sana. Bertemu sang Ibu membuat semua kesedihannya berkurang seketika, meski tidak semuanya bisa ia hapuskan. "Saya akhirnya lega," imbuhnya, menyeka air mata yang tiba-tiba menggenang di pelupuk mata.

Rika menoleh ke arah Ken, kemudian tersenyum tulus. "Arigatou, Ken-sama. Saya menghargai apa yang Anda lakukan hari ini."

Setelah mengatakan itu, Rika memilih menolehkan wajahnya ke luar kaca mobil. Pemandangan di luar cukup menyita perhatiannya meski keadaan cukup gelap karena ini malam hari.

Ahh, pertama bertemu Ken juga waktu di malam hari. Dimana seorang Rika berharap tak bertemu pria sialan nan mesum itu lagi. Sayangnya, nasib baik tak berpihak padanya. Ia bertemu lagi dengan Ken dalam kondisi berbeda.

Maid dan majikan. Dilecehkan. Disetubuhi berkali-kali, hingga sampai saat ini.

Hati Ken bagai diguyur salju dari Himalaya begitu Rika berucap terima kasih. Apalagi ditambah sebuah senyuman sangat luar biasa manis.

Oke, Ken benar jatuh cinta pada gadis yang lebih tua darinya ini.

Sesudah memasukkan mobil ke garasi, Ken membiarkan Rika ke kamar milik si gadis dan Ken tidak menyentuhnya meski sangat amat ingin.

Kalau... sekedar tidur bersama berpelukan... boleh kah?

Namun belum sempat ia menanyakan itu pada Rika, gadis itu sudah masuk ke kamar dan juga ponselnya bergetar di saku. Ken malas-malasan mencabut dari tempatnya, dan membuka layarnya.

Wajahnya menegang seketika waktu melihat foto Nyonya Tadashi sudah dalam keadaan terikat di sebuah tempat yang sepertinya bukan di rumah Beliau. Dan di bawahnya ada alamat yang bisa dituju jika ingin menyelamatkan Beliau dengan syarat Ken harus datang sendiri.

"OKAA-SAAANNN!!" Ken langsung saja berteriak histeris dan menyambar kunci mobilnya lagi, lari ke garasi, melewati Butler yang bingung.

Dan pastinya Rika bisa mendengar raungan Ken barusan karena diteriakkan di depan kamar. Tapi tentu gadis itu mengira Ken sedang meneriakkan soal Ibu Ken sendiri, kan?

Ken segera memacu mobil di kegelapan malam menuju sebuah alamat yang sepertinya gudang tua di daerah pelabuhan. Pikirannya kalut mengingat orang yang ia panggil Okaa-san tadi terikat tak berdaya. Padahal kan Beliau sedang sakit.

Air mata Ken luruh seketika sambil ia geram dan memukuli setir. Ini pasti ulah salah satu genk yang berseteru dengannya. Tapi kenapa mereka sepengecut itu menggunakan Nyonya tua Tadashi untuk memanggil Ken ke sarang mereka?!

"Ano... Ken-sama kenapa?" Rika yang bingung tentu bertanya pada Butler mansion tersebut dan hanya gelengan kepala yang dia didapatkan.

Yang Rika tahu, sebelum pergi tadi Ken sempat berteriak memanggil 'Okaa-san!' kemudian berlari terburu-buru tanpa memperdulikan kedua orang tengah kebingungan atas sikapnya.

Memilih tak perduli karena Ken juga tak pernah perduli pada dirinya, Rika menutup pintu kamar dan tak lupa menguncinya.

Maksudnya sih trauma kalau-kalau Ken main masuk seenaknya lalu memperkosanya lagi. Meski sangat pasti Tuan Muda sialan itu punya kunci cadangan kamar Rika.

Rika langsung rebahkan tubuh lelahnya. Ia masih ingat bagaimana pelukan dan suara sang Ibu. Ahh, sangat menenangkan. Dan setelahnya tak mau ia akui bahwa itu berkat Ken.

Iya! Ken mesum, sialan, bajingan, brengsek dan segala macam sebutan semacamnya itu!

"Sepertinya aku harus berterimakasih besok," gumam Rika pelan.

Hey! Jangan berharap Rika benar-benar berterimakasih dengan cara membiarkan Ken menjamah tubuhnya dan ia dengan senang hati menerima. Tidak!

Tapi... dengan cara lain tentu saja. Layaknya maid pada majikannya. Bukankah Ken ingin punya teman?

'Teman, ya?'

Ia jadi tertawa geli mengingat raut wajah Ken saat di mobil tadi, dimana dirinya berterimakasih dengan senyum tulus. Wajah merona Ken yang super cerah bagai baru diguyur seember air ditengah gurun pasir. Eh?

•◊•◊•◊•

Ken sudah mendatangi tempat yang diharuskan. Ia segera berteriak meminta mereka melepaskan Nyonya Tadashi. "KENAPA KALIAN MEMAKAI BU TADASHI, HEH?!"

Salah satu anggota genk pun maju mendatangi Ken. "Kau bisa sopan tidak di tempat kami, HEH?! KAU PIKIR KAU INI SIAPA, HEHH?! BERLUTUT KALAU KAU MENGINGINKAN SESUATU!!"

Ken melotot. Matanya nyalang memandang keroco yang sok hebat di depannya. Rasanya ingin sekali menjejakkan sepatu botnya di muka orang tersebut. Namun ia ingat, ada Okaa-san sedang menjadi sandera.

Tak lama bos dari genk itu keluar dengan langkah jumawa. "Wah... wah... wah... kita kedatangan Raja Kecil rupanya..." Kemudian orang itu terkekeh sambil mendekat ke Ken.

"Kenapa kau harus sepengecut ini memakai orang tua hanya untuk memancingku keluar?" Kali ini Ken sudah memakai nada biasa meski terkandung nada emosi membara di dalam. Ia tak boleh bertindak gegabah atau Okaa-san bisa celaka.

"Memangnya kenapa kalau aku pakai cara pengecut? Silahkan saja kau mengatakan apa tentangku. Yang pasti, kau harus membayar apa yang sudah kau buat di sini..." Si Bos itu menyingkap bajunya dan menunjukkan bekas parut lebar pada perut kanannya.

"Ohh, apakah sipir penjara sudah menyambung ususmu?" tanya Ken sarkas.

PLAKK!!

Soriiii banget, yak gaes... ini bab terakhir yang bisa gw pajang di sini.

Selanjutnya, kalian bisa baca kelanjutannya di Dreame ;'))

Gauche_Diablocreators' thoughts