Keadaan bertambah canggung saat Fano kembali memasuki ruang kerja Kissela. Terlihat Kissela yang masih berdiam dengan pakaian lengkap yang sedikit berantakan karena kegiatan mereka tadi.
"Emm aku harus pergi makan siang, kau mau ikut?" Tanya Fano dengan canggung.
Kissela yang mendengar itu langsung menatap kearah Fano dengan sedikit bersemu.
"Amm ti_tidak usah, aku akan makan di kantin rumah sakit" tolak Kissela.
Fano mengangguk mengerti keadaan seperti ini sangat tidak nyaman jika harus makan di meja yang sama.
"Baiklah, aku pergi kalo begitu" ujarnya sedikit melempar senyum canggung sebelum hilang dibalik pintu.
Melihat Fano yang sudah tidak terlihat Kissela menepuk pipinya yang terasa panas, sedikit menggigit bibirnya gemas dan menutup wajahnya dengan bantal sofa menahan rasa malu.
"Ahh semesta, kau lihat tadi? Aku melakukan tindakan gila" serunya sambil menggerakkan kakinya gemas.
Bayangan saat Fano membantu membuka pakaiannya tadi benar-benar membuatnya gila. Bahkan ia baru merasakan AC di ruangannya menyalah. Tubuh kekar Fano benar-benar bisa membuat seorang wanita hilang kendali.
"Dokter. Ayo ke kantin" seruan asistennya membuyarkan lamunannya tentang tubuh Fano.
"Ya, tunggu sebentar" jawabnya.
^^^^^^
Di sebuah cafe yang dimiliki Al terlihat empat orang pria tampan sedang berbincang.
"Ini enak sekali, apa ada koki baru disini?" Tanya Fano sambil menyantap makan siangnya dengan senyum mengembang yang membuat ketiga pria di hadapannya merasa sangat aneh.
"Kau tau tadi aku yang memasak ini semua" ujar Al dengan dahi berkerut.
"Ahh ya, aku lupa ini enak ya kan Leo?" Ujar nya bertanya.
"Ya.. ini enak, ehm apa kau baik-baik saja?" Tanya Leo sedikit ragu.
Fano mengangguk menjawab dengan senyum yang membuat ketiga sahabatnya bergidik.
"Selera makan ku hilang" ujar Ganesa.
"Ohh ya sudah jangan dimakan lagi" balas Fano tanpa merasa bersalah.
Ganesa mendengus, sedangkan Leo dan Al sibuk menahan tawanya.
"Ada apa denganmu? Kau terlihat seperti orang gila" Ganesa bertanya dengan wajah datar.
Fano tertawa meletakan gelas digenggaman nya.
"Aku sedang bahagia, apa disini ada yang tau rasanya jatuh cinta?" Tanyanya pada ketiga sahabatnya.
Ketiganya menggeleng bahkan Ganesa mendengus mendengar itu.
"Aku sudah tebak, kalian harus merasakannya ini luar biasa menyenangkan" ujar Fano.
Al terbatuk karenanya, dengan sigap Leo memberikan segelas air putih untuk nya.
"Ka_u? Jatuh cinta?" Tanya Leo.
"Ya. Kurasa begitu" jawab Fano enteng.
"Dengan Kissela?" Tanya Ganesa.
Dengan perlahan wajah Fano yang berkulit putih berubah memerah.
Tersenyum malu yang membuat ketiga temannya memalingkan wajah.
"Astaga, ini menggelikan" ujar Al bergidik.
"Ya aku rasa aku jatuh cinta pada nya, dia benar-benar memerangkap ku" jelas Fano.
Ganesa berdiri menatap Fano dengan alis berkerut.
"Kau. Jangan mempermainkan perasaannya, jika hanya ingin bermain-main lebih baik jangan" ujar Ganesa lalu melangkah pergi.
Fano yang melihat itu merasa sangat terkejut. Seorang Ganesa terlihat sangat peduli terhadap seorang wanita.
"Kurasa dia juga menyukai Kissela" ujar Leo yang langsung mendapat tatapan tajam dari Fano.
"Aku hanya menebak, santai saja" lanjut Leo dengan senyum jenaka.
Wajah Fano berubah seketika menjadi lebih datar.
"Apa Ganesa normal? Kurasa tidak" ujarnya beranjak pergi meninggalkan Leo dan Al yang tertawa karena celetukan Fano.
^^^^^
Satu jam kemudian di sebuah jalan terjadi sebuah kejar-kejaran beberapa mobil. Terlihat sebuah mobil sport mewah diikuti mobil lain yang terlihat sangat kencang. Suara kenalpot racing terdengar.
Sampailah mobil mobil itu pada sebuah gudang tua yang terlihat sudah tidak terawat, dengan wajah datar Ganesa turun dari mobil sport merahnya. Menggulung lengan kemeja nya sampai ke siku.
"Kalian masih ingin bermain-main?" Tanya pria berwajah datar itu.
"Jangan kau pasang wajah sialan mu itu brengsek!!" Seru salah seorang dari lima orang berbadan besar yang mengikuti nya.
Mendengar itu Ganesa melangkah maju, namun kelima orang itu serempak mengeluarkan senjata tajam membuat Ganesa mendengus seketika.
"Baiklah" serunya sambil berlari menendang salah satu dari mereka dengan capat.
Saat salah satu dari mereka mencoba memukul dengan tingkat kasti Ganesa menahannya dengan sebelah tangan namun tanpa di duga ada yang menusuk perutnya dari arah sebelah kiri membuatnya tumbang memegangi perutnya yang mengeluarkan cairan berwarna merah.
"Rasakan!" Seru seorang lelaki dengan kulit hitam dan menendang rahang Ganesa keras.
"Ahkk!" Nafasnya tersengal akibat menahan rasa sakit.
Dengan bersusah payah ia berdiri namun sebelum itu terjadi ada yang menendang nya dari belakang. Tak lama suara mobilnya menyala dan pergi meninggalkan lokasi.
"Ahkk, sial!" Seru Fano saat tahu bahwa mobil nya sudah dicuri.
Ia melihat kesekelilingnya namun nihil tak ada satupun orang yang terlibat, wajar karena wilayah ini adalah wilayah tertutup dan terlarang.
Dengan merangkak ia berusaha berdiri dengan berpegangan pada sebuah tong besar. Sakit yang hasilkan luka tusuk itu menyulitkannya untuk bergerak. Salah-salah darah yang keluar semakin banyak. Terus melangkah tertatih sampai ia menemukan sebuah jalan kecil yang terhalang dinding bangunan.
Namun pandangannya menggelap membuatnya terjatuh menyebabkan beberapa kaleng bekas terjatuh menimbulkan suara gaduh.
"Hei, kenapa kau membuatnya berantakan!" Seru seorang gadis yang baru saja keluar dari bangunan tua itu.
Ganesa sudah sulit berjalan ia hanya menahan sakit di lukanya. Gadis itu melangkah kearah Ganesa dengan membawa sebuah handuk. Lalu menatap bingung pada penampilan Ganesa yang babak belur.
"Dia pasti pencuri yang kabur, aku harus bersembunyi" ujar gadis itu berbalik untuk pergi.
"Tolong," ujar Ganesa pelan. Membuat gadis itu berbalik menatap nya bingung. Dengan ragu dan takut ia mendekat. "Aku di ram_pok" jelas Ganesa tertahan.
"Apa!! Astaga!, Ayo biar ku bantu" seru gadis itu dengan sigap membantu Ganesa berdiri, sedikit merasa terkejut saat melihat darah di telapak tangan Ganesa. "Kau terluka, kita harus ke rum.."
"Jangan!, Bawa saja aku ke rumahmu" ujar Ganesa memotong ucapan gadis yang hanya bisa mengangguk.
Gadis itu membawa masuk Ganesa kedalam sebuah bangunan tua yang cukup kumuh lalu meletakkannya di sebuah ranjang sederhana.
Dengan sigap ia mencari beberapa peralatan yang ia miliki untuk mengobati luka di perut Ganesa.
"Ini alat-alat yang aku punya, kau harus mengobati lukamu," ujar gadia itu dengan tangan gemetar berusaha membuka kemeja yang dikenakan Ganesa.
"Ah syukurlah hanya luka sobek" ujarnya.
Dengan keahlian yang dia pelajari dari kampusnya ia mulai membersihkan luka itu dengan penuh kehati-hatian. Menjahit luka walaupun takut menggerogoti nya akibat ia tidak memiliki obat bius.
Berkali-kali Ganesa meringis wajahnya pucat dengan peluh membanjiri pelipisnya. "Kau harus di infus, biar ku lihat apa yang kupu.. hanya ini" ujarnya dengan ragu.
Infus hewan. Ya hanya itu yang ia punya itupun sisa saat ia menolong seekor anjing liar yang sekarat. Ia tidak tahu apa itu bisa untuk manusia namun dengan ragu ia tetap memasangkan itu pada Ganesa yang sudah setengah tertidur.
"Beristirahat lah, aku akan membersihkan ini semua" ujarnya sambil membasuh wajah dan tubuh Ganesa dengan air hangat.
Samar Ganesa menatap wajah gadis yang menolongnya namun tetap tidak terlihat kelas lalu perlahan pandangan nya menggelap.
hai temen-temen hari ini aku sedikit telat dan aku mau bilang di chapter ini aku membuat kilasan kisah Ganesa untuk memberi petunjuk pada kalian gimana si kisah Ganesa di chapter nya nanti.. komentar ya sebagai acuan dan jangan lupa dukung aku ?Saya sudah memberi tag untuk buku ini, datang dan mendukung saya dengan pujian!
Adakah pemikiran tentang kisah saya? Tinggalkan komentar dan saya akan menmbaca dengan serius
Apakah kamu menyukainya? Tambahkan ke koleksi!
terimakasih