Suasana di pasar itu pun hebohlah! Golok di tangan
Mayang berkiblat kian kemari dengan suara menderu.
Dalam tempo yang singkat kelihatanlah bagaimana
Gempar Bumi terbungkus sambaran golok yang
menyerangnya ke seluruh bagian tubuhl Gempar Bumi
sendiri tiada menyangka kalau si gadis memiliki
kehebatan begitu rupa. Tapi dia tidak jerih. Dengan senyum
mengejek Gempar Bumi menghadapi si gadis dengan
tangan kosong dan buka jurus pertahanan. Senjata lawan
lewat di depan pinggangnya. Jurus pertahanan diganti kini
dengan jurus serangan. Tangan kanan dengan cepat
menyelusup ke dada mayang, siap untuk menjamah buah
dadanya yang padat montok!
"Wuuut!"
Tersirap darah Gempar Bumi sewaktu golok di tangan
sang dara membatik laksana kilat! Kalau saja dia tidak
cepat-cepat menarik pulang tangannya, pastilah akan
terbabat putus!
Mayang sendiri dengan gigih terus menyerbu. Sambaran-
sambaran goloknya laksana hujan mencurah! Gempar
Alam tidak mau main-main lagi. Hatinya heran dari mana si
gadis memiliki ilmu kepandaian begini rupa! Jika ditinjau
jelas sekali ilmu silatnya lebih tinggi satu dua tingkat dari
ayahnya sendiri! Tentu dia telah berguru pada seorang jago
silat, pikir Gempar Bumi.
Dalam waktu singkat sepuluh jurus telah berlalu dan
Gempar Bumi masih berada di bawah angin. Laki-laki ini
mengomel dalam hati. Dia membentak keras dan sekejap
saja berubahlah jurus-jurus ilmu silatnya. Tubuhnya ber-
kelebat kian ke mari membuat bayang-bayang hitam.
Satu jurus kemudian terdengar pekik Mayang.
Lengan kanannya kena dipukul oleh lawan. Golok
terlepas mental dan di saat itu pula, dara ini merasakan
tubuhnya kaku tegang tak kuasa digerakkan. Ternyata
sewaktu memukul lengan kanan lawan, sekaligus Gempar
Bumi menotok dada Mayang dengan jari-jari tangan
kirinya!
"Manusia haram jadah! Beranimu hanya sama
perempuan!" bentak Pagar Alam yang tergeletak duduk di
tanah bersandar ke peti.
Gempar Bumi tertawa mengekeh!
"Anakmu hebat juga, Pagar Alam! Walau kau menolak
lamaranku tempo hari, tapi saat ini terpaksa kau harus
menyerahkan Mayang bulat-bulat ke tanganku!"
Laki-laki berpakaian hitam ini tertawa lagi
"Keparat! Kau mau bikin apa?!" hardik Pagar Alam
seraya hendak berdiri. Tapi tubuhnya terduduk kembali.
Sepasang kakinya yang terebus matang tak kuasa untuk
ditegakkan! Darah laki-laki ini bergejolak marah. Pelipisnya
mengembung!
"Bikin apa lagi kalau bukan mau membawanya
ketempatku!" jawab. Gempar Bumi seraya melangkah ke
arah Mayang.
"Anjing baju hitami Kalau kau berani menjamah
tubuhnya kupecahkan kepalamu!"
Gempar Bumi menyeringai!
"Berdiripun kau tak mampu! Bagaimana mau mem-
bunuh aku?!" Dan dia melangkah lagi mendekati
Mayang.
Tapi begitu tangannya diulurkan untuk meraih pinggang
sang dara tiba-tiba "buuk!" Punggungnya dihantam orang
dari belakang yang kerasnya cukup membuat Gempar
Bumi mengerenyitkan kulit kening kesakitan! Dia berpaling
dengan cepat dan berkeretekanlah geraham-gerahamnya!
Ternyata yang meninju punggungnya tadi bukan lain anak
laki-laki kecil adik Mayang!
"Buyung! Berlalulah dari hadapanku kalau tak ingin
kena tempelak!" bentak Gempar Bumi.
"Orang jahat! Kalau kau berani membawa lari kakakku,
aku akan...."
"Akan apa?!" tanya Gempar Bumi seraya bertolak
pinggang.
Si anak menjawab dengan menyerang marah. Tinjunya
yang kecil tapi cukup keras dihantamkan ke perut Gempar
Bumi. Tapi tentu saja Gempar Bumi bukan tandingan si
buyung kecil ini. Ditangkapnya lengan anak itu lalu
dipuntirnya ke belakang hingga si anak menjerit-jerit
kesakitan dan coba menendang paha Gempar Bumi dengan
tumitnya! Gempar Bumi mendorongnya ke muka hingga
hampir saja dia jatuh menyungkur tanah!
Tiba-tiba si anak melihat golok yang dipakai kakaknya
untuk menyerang Gempar Bumi.
Dengan cepat dia
membungkuk dan mengambil senjata itu lalu membalik
menyerang Gempar Bumi kembali!
"Tikus cilik tak tahu diunlung!" maki Gempar Bumi dan
sebelum senjata itu sampai ke dekat tubuhnya, tangan
kanannya sudah bergerak.
"Plaak!1
Si anak terpekik.
Bibirnya pecah dan berdarah. Dua buah giginya
mencelat mental Tubuhnya terpelanting satu tombak
dan menggelusur di tanah tanpa sadarkan diri!
"Bangsat rendah! Terima ini!" teriak Pagar Alam
dengan amarah mendidih. Dijangkaunya keris yang ter-
letak di atas peti lalu dilemparkannya ke arah Gempar
Bumi. Senjata itu melesat mencari sasaran di batang
leher Gempar Bumi!
Yang diserang ganda tertawa. Setengah jengkal lagi
ujung keris akan menembus tenggorokannya, laki-laki
ini gerakkan tangan kanannya! Dan sesaat kemudian
kelihatanlah bagaimana dengan mudahnya senjata itu
dijepit di antara jari tengah dan jari telunjuk! Itulah ilmu
menjepit senjata yang lihay! Semua orang yang menyak-
sikan hal ini sama leletkan lidah kagum, tapi bila mereka
ingat siapa Gempar Bumi adanya, maka kekaguman itu
mendadak sontak berubah menjadi kebencian!
Gempar Bumi timang-timang beberapa kali keris itu.
Tiba-tiba tangannya itu digerakkan dan "cup!" Senjata
itu menancap di peti di mana Pagar Alam duduk bersandar,
hanya setengah senti dari telinga kirinya!
Gempar Bumi tertawa gelak-gelak!
"Jika tidak mengingat kau bapaknya Mayang pasti
sudah kutembus keningmu dengan senjata itu!" katanya.
Lalu dia menambahkan: "Tapi dilain hari jika kau masih
tidak tahu tingginya Gunung Merapi dan dalamnya Ngarai
Sianok, aku tak akan ampuni jiwamu!"
Habis berkala demikian Gempar Bumi melompat ke-
hadapan Mayang. Dan kini tak satu orangpun yang bisa
atau berani menolong gadis yang hendak dilarikan itu!
Tangan kanan bergerak meraih pinggang Mayang
dengan ketat! Tapi mendadak raihan itu terlepas kembali.
Dari balik gerombol orang banyak di tepi jalan melesat
sebuah benda kecil menghantam sambungan siku
Gempar Bumi. Kulit di lengan siku itu lecet. Sekujur lengan
kanan Gempar Bumi tergetar dan rasa sakit membuat dia
melepaskan raihannya! Tak seorangpun agaknya yang
mengetahui kejadian itu selain Gempar Bumi sendiri!
Laki laki ini memandang berkeliling dengan geram, mencari-cari
siapakah manusia yang telah melemparkan benda itu! Tapi
siapa yang hendak diduga diantara orang sebanyak itu?!
Dan ketika ditelitinya ternyata benda kecil yang dipakai
untuk menghantam tangannya itu adalah hanya sebutir
kerikil yang besarnya tak sampai seujung jari kelingking!
Nyatalah ada seorang pandai yang telah turun tangan.
Sementara itu semua orang, termasuk Pagar Alam
dan Mayang sendiri merasa heran kenapa Gempar Bumi
tak jadi meneruskan niatnya melarikan dara itu! Gempar
bumi berdiri bimbang seketika. Tiba-tiba laksana kilat
tubuh Mayang sudah disambarnya dan dengan cepat
membawa gadis itu ke atas kuda! Dengan tangan kiri
Gempar Bumi menepuk pinggul binatang itu. Rasanya
sekali tepuk saja kuda itu akan segera melompat dan lari!
Tapi kali ini kuda itu jangankan melompat dan lari,
bergerakpun tidak!
Gempar Bumi menepuk sekali lagi lebih keras.
"Ayo! Larilah!"
Tapi binatang itu tetap berdiri di tempatnya. Keempat
kakinya tak bergeser sedikitpun! Hanya kepala dan lehernya
saja yang digerak-gerakkan. Kemudian binatang ini
meringkik beberapa kali!
"Ayo lari!" bentak Gempar Bumi.
Tetap saja kuda itu tegak di tempatnya! Di samping
rasa heran dan penasaran kekejutan juga timbul di hati
Gempar Bumi Ketika diperiksanya dengan cepat ternya-
ta keempat kaki kudanya telah ditotok! Dan empat butir
kerikil kelihatan tak jauh dari kaki-kaki binatang Ini! Tan-
pa tunggu lebih lama Gempar Bumi melompat dari pung-
gung kuda terus lari. Namun sekali inipun dia tak mampu
lari jauh karena sebutir kerikil lagi menyelusup menem-
bus kaki pakaiannya terus menghantam belakang lutut
kaki kanannya! Dengan serta meria kaki kanan itu ke-
semutan dan lemas sukar digerakkan!
Gempar Bumi yang tahu gelagat bahwa dia benar-
benar berhadapan dengan seorang lihay yang tersem-
bunyi di antara manusia banyak di tengah pasar itu per-
lahan-lahan turunkan tubuh Mayang. Orang ramai masih
tak tahu apa yang telah terjadi. Sementara itu sepasang
mata Mayang memandang ke tanah. Dilihatnya sebutir
kerikil dekat kaki kanan Gempar Bumi. Gadis bermata
tajam dan memiliki ilmu yang cukup tinggi ini untuk per-
tama kalinya mengetahui apa yang sebenarnya telah ter-
jadi. Dan bila dia memandang paras laki-laki itu sangat
berubah!
Gempar Bumi menyadari kalau diteruskannya niat
untuk melarikan Mayang, pasti orang pandai yang ter-
sembunyi diantara manusia banyak dipasar itu akan
turun tangan dan lebih mencelakainya lagi! Lemparan-
lemparan batu kerikil tadi bukan lain merupakan per-
ingatan keras terhadapnya!
Perlahan-lahan Gempar Bumi berpaling pada Pagar
Alam dan berkata dengan suara lantang: "Pagar Alam,
biarlah hari ini aku berlaku baik hati padamu! Anakmu
kubebaskan! Tapi ingat, aku akan datang kembali untuk
mengambilnya!"
Gempar Bumi lepaskan totokan pada keempat kaki
kudanya lalu naik ke punggung binatang itu. Sebelum
berlalu dilepaskannya totokan di dada Mayang kemudian
cepat-cepat menghilang dari tempat itu.
Di jalan yang buruk penuh dengan lobang-lobang
demikian rupa bendi itu tak dapat berjalan cepat. Apalagi
barang-barang. Ketiga penumpang itu bukan lain daripada
Pagar Alam, Mayang dan adik gadis ini. Mereka dalam
perjalanan pulang. Karena nasib buruk yang menimpa
Pagar Alam, orang-orang di pasar telah bermurah hati
memberi, sumbangan uang lebih banyak kepadanya
hingga pendapatannya hari itu tiga kali lipat lebih besar
dari biasanya! Namun uang yang sedemikian banyak tidak
menggembirakan hati Pagar Alam. Pikirannya risau bila dia
ingat si Gempar Bumi keparat itu. Cepat atau lambat pasti
dia akan datang kembali untuk mengambil Mayang dengan
paksa lalu melarikannya! Dimakluminya bahwa Gempar
Bumi bukan tandingannya, juga bukan lawan anaknya.
Sekalipun mereka mengeroyok laki-kaki itu tetap saja
mereka tak akan mampu mengalahkannya! Ini hal pertama
yang merisaukan hati Pagar Alam. Hal kedua ialah keadaan
kakinya itu. Meski sudah diobati oleh anak gadisnya tapi
dalam seminggu dua minggu pasti tak akan sembuh!
Sementara itu bendi yang mereka tumpangi berjalan juga
menempuh jalan buruk dan sunyi Kedua tepi jalan
ditumbuhi semak belukar lebat dan di belakang semak
belukar itu berderetan pohon-pohon besar tinggi.
Bendi bergerak terus dan mereka bicara-bicara
juga. Kusir bendi sudah sejak lama tak mencampuri lagi
pembicaraan kedua beranak itu. Tali kekang kuda dipe-
gangnya dengan terkantuk-kantuk. Hembusan angin
yang sejuk ditengah hari itu memang menimbulkan rasa
kantuk. Tiba-tiba Pagar Alam dan Mayang hentikan pem
bicaraan mereka.
Di kejauhan terdengar derap kaki kuda, makin lama
makin keras. Dari balik tikungan dihadapan mereka muncul
seorang penunggang kuda berpakaian serba hitam. Pada
bagian dada bajunya terpampang lukisan kepala harimau
berwarna kuning. Ketika penunggang kuda itu tambah
dekat, berubahlah paras seisi bendi itu! Pagar Alam
meraba hulu keris yang tersisip di pinggangnya.
Mayang mengeluarkan golok dari dalam peti sedang
kusir bendi bersiap-siap dengan sebatang besi yang ter-
geletak di lantai bendi dekat kakinya! Si penunggang
kuda bukan lain dari Gempar Bumi adanya!
Gempar Bumi hentikan kudanya. Kusir bendi pun
telah pula menghentikan kendaraannya.
"Sekarang kuharap kau tak usah banyak rewel
Pagar Alam!" kata Gempar Bumi dengan nada keren.
"Anakmu akan kuambil!"
"Kau manusia yang paling tidak bermalu di dunia ini.
Gempar Bumi! Pinanganmu ditolak! Aku kau celakai dan
kini kembali kau memaksa untuk melarikan anakku!"
Gempar Bumi tertawa sinis. "Mulutmu masih tetap
besar! Aku hargai nyalimu! Tapi agar tidak lebih celaka
kuharap kau serahkan anakmu secara baik-baik! Kalau
tidak terpaksa aku memberi hajaran yang lebih keras
padamu!"
"Kau boleh bawa anakku, Gempar Bumi," desis Pagar
Alam. "Tapi... langkahi dulu mayatku!" Dan Pagar Alam
menghunus kerisnya!
Gempar Bumi tertawa bergelak dan menyentakkan tali
kekang kudanya. Sesaat kemudian kuda dan bendipun
telah bersisi-sisian.
"Turun dari bendi itu Mayang!" perintah Gempar Bumi.
Pagar Alam beringsut ke samping kereta sebelah
kanan. Dalam jarak yang cukup dekat itu tanpa banyak
bicara lagi keris di tangan kanannya dihunjamkan cepat-
cepat ke muka Gempar Bumi!
"Manusia tolol!" maki Gempar Bumi. Sekali dia gerakkan
tangan kanan memukul lengan Pagar Alam, mentallah keris
laki-laki itu sedang lengan yang kena dipukul kelihatan
bengkak matang biru! Pagar Alam merintih kesakitan.
Dalam pada itu dari samping menderu satu sambaran
golok ke arah batok kepala Gempar Bumi. Ternyata Mayang
telah melancarkan serangan yang pertama sambil
melompat dari bendi. Adiknya juga tak tinggal diam.
Dengan sebatang kayu anak laki-laki ini mengemplang ke
arah bahu kanan Gempar Bumi sementara Pagar Alam
mengambil sebuah lembing dari dalam peti.
Si Malin kusir bendi meski tak ada sangkut paut dalam
urusan itu, tapi memang sudah sejak lama membenci ter-
hadap Gempar Bumi tak ayal lagi segera mengambil
batang besi dari lantai bendi dan menyerang Gempar
Bumi dari belakang!
Diserang begitu rupa Gempar Bumi marah bukan main!
Dia berteriak: "Jangan menyesal kalau kalian kuhajar babak
belur!" Lalu dia melompat dengan cepat dan gerakkan
kedua tangannya.
Dua orang terpekik! Yang pertama anak laki-laki Pagar
Alam. Kayu di tangan anak itu mental. Tangannya yang kecil
laksana tanggal dan persendiannya. Tubuhnya mencelat
dan terguling di tanah, kepalanya terbentur roda kereta
terus pingsan!
Orang kedua yang terpekik ialah Malin si kusir bendi.
Gempar Bumi yang merasakan sambaran angin di
belakangnya sudah maklum kalau dia mendapat serangan
dari arah itu. Karenanya begitu melompat dari punggung
kuda Gempar Bumi laksana kilat hantamkan sikut
kanannya ke belakang!
"Kraak!"
Suara "Kraak" itu hampir tak kedengaran karena pekik
setinggi langit yang ke luar dari tenggorokan Malin!
Tulang iganya sebetah kanan patah dua buah. Tubuhnya
mental sampai satu tombak. Begitu jatuh dia sudah tak
sadarkan diri lagi! Pertempuran kini berjalan jauh dari
kereta. Meskipun Pagar Alam memegang sebuah lem-
bing namun dia tak bisa berbuat suatu apa karena dia
tak bisa berdiri apalagi berjalan dan turun dari kereta.
Otomatis pertempuran itu kini hanya berjalan satu lawan
satu yaitu Gempar Bumi menghadapi Mayang. Tingkat
kepandaian Mayang jauh lebih rendah dari lawannya.
Maka dalam setengah jurus saja gadis berparas jelita
yang telah membuat Gempar Bumi tergila-gila itu ter-
desak hebat.
"Gadis cantik!" kata Gempar Bumi dengan senyum
mengejek. "Kalau saja kau serahkan dirimu secara baik-
baik, pastilah...."
"Wuuut!"
Gempar Bumi tak bisa melanjutkan ucapannya. Se-
buah benda panjang berdesing ke arahnya. Ternyata
lembing yang dilemparkan dengan sebat oleh Pagar
Alam dari atas bendi! Gempar Bumi rundukkan kepala.
Lembing itu lewat di alas kepalanya. Pada saat yang
sama kaki kanan Mayang menderu ke arah dadanya.
"Mayang! Terpaksa kuakhiri segala kehebatannya
ini!'' kata Gempar Bumi. Ditangkapnya kaki kanan dara
itu. Dengan kalap Mayting membacok ke bawah. Gempar
Bumi angkat kaki sang dara. Akibatnya Mayang terpaksa
tarik pulang bacokan goloknya karena kalau diteruskan
pasti akan membabat kaki kanannya sendiri! Begitu se-
rangan ditarik, begitu Gempar Bumi gerakkan tangan
kiri. Maka terampaslah golok di tangan Mayang. Gempar
Bumi lepaskan kaki kanan lawan. Dengan tangan itu dia
segera hendak menotok tubuh Mayang. Tapi secepat kilat si
gadis jatuhkan diri di tanah lalu berguling. Ketika bangun
lagi di tangannya sudah tergenggam lembing
yang tadi dilemparkan ayahnya!
"Batang lehermu dulu kutambus baru aku larikan diri!"
jawab Mayang lalu kirimkan satu tusukan kilat ke leher
lawannya!
Gempar Bumi bergerak untuk merampas senjata itu
tapi tusukan lembing kini berubah menjadi satu kem-
plangan yang ganas ke arah batok kepalanya! Penasaran
Gempar Bumi sambut hantaman lembing dengan pukulan
lengan kiri. Lembing patah dua! Bagian yang runcing mental
ke udara sedang yang lainnya masih tergenggam di tangan
Mayang dan dengan patahan lembing itu si gadis bertahan
mati-matian. Tapi sampai beberapa lamakah dia dapat
mempertahankan diri?!