Pindahan
Satu hari setelah pernikahan kami dirmah mami. Firman meminta izin, agar kami pindah ke rumahnya. Aku baru tahu kalau dia sudah punya rumah sendiri, kami juga tidak pernah membahasnya selama ini.
"Hati-hati ya nak, ingat kamu udah jadi istri, tanggung jawab kamu udah bertambah. Suami kamu itu surga kamu sekarang, baik-baik yah dengan firman" itu yang dibisikkan mamiku ketika aku pamitan, aku hanya mengangguk dalam pelukan mamiku. Kulihat mata firman juga berkaca-kaca setelah berpelukan dengan ayahku. Kemudian aku masuk ke dalam mobil, koperku Firman yang mengurusnya.
Setelah perpisahan yang mendramatisir tadi kini hanya keheningan yang menemani perjalanan kami.
" Firman, kenapa kamu tidak pernah cerita kalau punya rumah?" Tiba-tiba saja pertanyaan itu keluar dari bibirku.
" Masnya mana"? Tanya firman tanpa menoleh padaku dia sangat fokus melihat pada jalanan.
" Mas apa"? Aku bingung dengan pertanyaannya ini. Aku kan tadi bertanya tentang rumahnya kenapa mas yang ditanyakannya.
" Tadi di meja makan panggilnya mas, sayang" . Aku baru mengerti arah pertanyaan Firman.
" Hahahaha, itukan depan keluarga kalau berdua kan masih janggal, kamu juga jangan panggil sayang-sayang". Aku tertawa, aneh saja rasanya dipanggil sayang. Banyak kok dulu juga yang manggil aku sayang, tapi mereka tidak benaran sayang.
" Mulai sekarang dibiasakan, kan kita harus belajar biar makin mesra sayang" ucap Firman sembari mengelus kepalaku. Aku sedikit salah tingkah
" M...a s, jangan begitu dong" lidahku masih terbata-bata.
"Itukan kamu bisa panggil aku mas, sering-sering biar terbias sayang". Gila! Rasanya canggung, mungkin ini nikamatnya kalau tidak pacaran, caggung-canggung gimana gitu.
Rumah baru
Kami sampai di rumah baru kami, rumahnya lumayan besar dan halamannya luas, banyak pohon buah-buahan disekitarnya. Ini seperti rumah impianku, rumah yang memiliki halaman luas dan ditumbuhi oleh pohon buah-buahan.
"Suka rumahnya?" Tiba-tiba kurasakan Firman sudah ada disampingku, dia juga ikut mengamati disekitar kami
"Suka mas, ini seperti halaman impianku" aku tersenyum dan menggenggam tangannya.
" Mas juga senang kalau kamu suka, yuk masuk". Kami berdua meninggalkan halaman dan masuk ke dalam rumah.
"Mas, ini tidak ada ART ya?" . Aku bertanya karena suasana rumah yang sangat sepi dan kosong.
"Mas, belum mencari ART sayang. Mas juga baru pindah kesini sebulan yang lalu" . Kami berjalan menuju kamar , dan sepertinya kamar utama ada di lantai dua.
"Mas, Ki ..kita sekamar"? Ujarku gugup. Aku meremas-remas jemariku.
" Iya dong , kita udah nikah. Tidak bakal diciduk loh" mas firman menatapku dengan tatapan lucu, aku hanya tersenyum. Canggung.
Kami kemudian membongkar koper kami dan memasukkannya ke tempat pakaian.
"Kamu istrahat saja sayang, setelah Dzuhur mas mau cari perlengkapan dapur kita dulu" mas Firman kemudian berlalu keluar kamar. Meninggalkan aku yang kini hanya mengelilingi kamar kami yang luas ini, banyak buku-buku di lemari yang ada di ruangan sebelah, sepertinya ini perpustakaan pribadi mas firman. Aku membaca buku sembari menunggu dia kembali .
Dua jam berlalu, sepertinya aku terhipnotis oleh ruangan ini karena buku-buku koleksi mas Firman yang menarik minatku sehingga aku betah berada di ruangan ini. Aku berlalu ke lantai bawa, kulihat mas Firman menyusun belanjaannya ke dalam kulkas.
Naya menghampiri suaminya itu kemudian membantu suaminya merapikan belanjaan itu.
"Mas, kenapa nggak panggil aku buat bantuin mas?" Naya tidak enak dengan suaminya itu, capek belanja kemudian sampai dirumah dia menyusunnya sendiri.
" Sesekali sayang, kalau mas sudah habis cutinya, mas akan jarang punya kesempatan untuk belanja seperti ini". Suaminya itu hanya tersenyum. Selesai mereka menyusun belanjaan itu, Naya dan suaminya bersama-sama menyusun perabotan yang lain.
Sampai sore mereka baru selesai merapikan perahotan-perabotan itu.
" Mas, kita delivery aja makannya ya, aku sangat capek". Naya berdoa semoga suaminya itu tidak memilih-milih saat ini, walau dulu tidak terlalu dekat dengan suaminya, Naya tahu persis kalau mas Firman itu kurang suka makanan instan ataupun makanan siap saji.
"Boleh kok, tapi kali ini saja nanti kamu belajar masak, dan kamu masak buat mas". Firman bukan tidak mengerti, dari tampangnya istrinya itu sangat kelelahan, mungkin efek beres-beres rumah yang belum pernah dibersihkan secara utuh selama ini. Diacak-acak nya rambut istrinya itu, dalam hati dia berdoa semoga Allah membuka hatinya Agar mencintai istrinya itu.
" Iya mas, makasih yah sudah mengerti". Naya merangkul mesra lengan suaminya itu. Kemudian Naya membuka Handphone dan memesan makanan untuk mereka berdua.
"Mas aku mandi duluan yah, nanti mas yang tunggu delivery itu yah". Naya bergegas meninggalkan suaminya, hari yang sudah sore dan dia butuh mandi.
Selesai mandi Naya berpakaian dan menyisir rambutnya di depan kaca, suaminya itu tiba-tiba masuk Naya menoleh dan tersenyum kemudian melanjutkan kegiatannya menyisir rambut.
" Sayang kamu tunggu mas mandi dulu baru kita sholat berjamaah yah". Naya menggigit bibirnya biar bagaimanapun dia malu mengatakan pada suaminya kalau dia sedang menstruasi.
" Eng,,, eng itu,,, itu,,,, Naya ,,,Naya nggak bisa sholat mas". Naya sangat gugup. Kening firman bertaut seakan heran dengan jawaban istrinya itu.
" Naya datang bulan mas, Naya ke bawah yah mas". Naya tergesa-gesa meninggalkan kamarnya, dia sangat malu. Firman baru paham, lucu juga istrinya itu kalau malu, dia terkekeh kecil dan berlalu ke kamar mandi.
Naya menggeleng-gelengkan kepalanya sambil mengganti-ganti channel TV, dia masih malu untuk bertemu suaminya itu. Gadis itu kemudian, membuka kalender di hp nya, dia tersenyum kecil dan melingkari tanggal hari itu, hari pertama melaksanakan tugas gotong royong membersihkan. Naya gadis yang suka membuat catatan-catatan penting untuk setiap hari yang dilaluinya.
"Jadi membersihkan saja yang gotong royong, makan nggak mau gotong royong?" Naya membeku. Dia masih malu untuk menatap wajah suaminya.
"Hehehe, ayok mas ke dapur" Naya tertawa menutup rasa malunya. Firman bukan tidak tahu istrinya itu sangat malu padanya, dia sekuat tenaga menahan tawanya agar istrinya itu tidak tersinggung.
Usai makan Naya dan Firman kembali ke kamar mereka. Firman kelihatannya mau bersiap melaksanakan sholat isya, sedangkan Naya malah berbaring di ranjang, gadis itu masih memainkan handphonenya. Naya juga buntu mau melakukan apa, dia punya libur satu Minggu dari kantornya. Naya terlalu sibuk dengan handphone nya sampai tidak menyadari suaminya itu telah melaksanakan shalat. Firman kemudian ikut berbaring di samping Naya, sedikit merasa terabaikan firman tersenyum jahil menatap istrinya itu.
" Mas Firman, ishhhh". Naya kaget, tiba-tiba dia terseret kedalam pelukan suaminya itu, handphonenya terhempas begitu saja.
" Salah sendiri, suami tampan diabaikan. Mas kan tidak suka diabaikan sayang". Firman mengelus kepala istrinya itu, itu kegiatan yang disenanginya akhir-akhir ini. Naya masih memasang wajah juteknya, bukannya merasa bersalah firman malah memberikan ciuman-ciuman kecil di wajah istrinya itu.
"Ihhh mas,". Naya merasa malu.baru ahu dia kalau Firman sehangat ini.Gadis itu menyembunyikan wajahnya ke dada suaminya. Firman malah terkekeh, makin gemas melihat tingkah laku istrinya, diciummnya rambut istrinya itu, istrinya itu semakin erat memeluk dirinya.
" Sudah mau tidur sayang?" Istrinya itu hanya menganggukkan kepalanya. Tidak membalas pertanyaannya, Firman makin ingin mengusili istrinya itu.
" Sudah jatuh cinta ya? Kok masnya dipeluk terus" Firman terkekeh sambil mengelus rambut istrinya itu. Tanpa mengatakan apapun Naya langsung melepaskan pelukannya dan menjauh dari suaminya itu. Menyebalkan ! Firman terkekeh kecil kemudian menarik Naya kembali pada pelukannya, dikucupnya kepala istrinya itu.
" Good night sayang, jangan lupa Sunnah sebelum tidur ya sayang". Firman kembali mengecup kepala istrinya, Naya tidak mengatakan apapun, dia hanya menanggukkan kepalanya dalam pelukan suaminya itu.
Malam yang kia beranjak, dimana anak-anak manusia beristirahat, kedua sejoli itu tertidur tanpa di sengaja saling berpelukan menahan dinginnya malam. Semoga cinta segera menyatukan mereka.