webnovel

Di balik air mata Vanessa

Gina tersenyum mendengar perkataan sang nenek, semua orang yang ada di hadapannya benar-benar sangat lucu. Gina jadi merasa seperti penjahat saat ini, padahal mereka semua lah penjahat sebenarnya yang sudah membuatnya dan sang ibu menderita bertahun-tahun.

"Maaf Nyonya besar, sekali lagi saya tegaskan disini. Saya bukan bagian dari keluarga ini, bagaimana mungkin seorang anak yang kelahirannya tidak diinginkan tiba-tiba bisa menjadi bagian dari keluarga terhormat ini. Sejak kecil saya sudah diajarkan ibu untuk mandiri, saya masih bisa menghidupi diri saya sendiri dengan upah saya bekerja. Jadi jangan kasihani saya, karena saya tak butuh itu,"ucap Gina pelan dengan tegas, setelah berkata seperti itu Gina kemudian melepaskan tangan sang nenek yang mencengkram lengannya dan bergegas pergi dari rumah keluarganya.

Gina kecewa sekali pada ayah dan kakeknya, jangankan meminta maaf menyesali tindakan mereka puluhan tahun yang lalu saja tidak. Dan hal inilah yang membuat Gina kesal, apalagi pada saudara-saudara tirinya dan si putra pertama keluarga Sanders itu. Argghhh....semua orang benar-benar membuat Gina muak dan lapar. Damn. Padahal tadi Gina sudah makan mie instan, sepertinya emosi membuat pencernaannya semakin cepat memproses makanan yang sebelumnya ia makan.

Dengan berjalan kaki Gina keluar dari rumah keluarganya menuju pintu gerbang yang biasanya hanya ia lihat dari luar, meskipun kesal tapi hari ini Gina puas bisa memberikan sedikit shock terapi pada kakeknya yang arogan itu. Pada saat Gina keluar gerbang terlihat sebuah bus sedang melaju dalam kecepatan sedang ke arah halte, tanpa pikir panjang Gina pun segera berlari menuju halte supaya tak tertinggal bus. Gina ingin makan churros di kedai yang berada tak jauh dari tempat tinggalnya.

Setelah Gina pergi Barbara langsung terduduk lemas di sofa seorang diri, tatapannya kosong dan terlihat sangat sedih. Begitu juga Julian yang sudah dibantu duduk oleh Patrick. Menyadari situasi sedang tak nyaman Vanessa langsung mendekati suaminya.

"Tenanglah, Gina saat ini hanya sedang terbawa emosi saja. Berikan dia waktu, nanti kalau dia sudah tenang pasti dia mau diajak bicara baik-baik,"ucap Vanessa lembut sambil menyeka keringat dingin yang membasahi kening Julian.

Selena melepaskan kedua tangan yang sejak tadi ia lipat di depan dadanya. "Mom, kenapa Mommy bicara seperti itu? Biarkan saja dia pergi."

"Dia kakakmu, Selena. Jaga ucapanmu,"bentak Vanessa dengan keras.

"Tidak, gadis itu bukan kakakku. Aku hanya punya dua kakak, Selena dan Diego saja,"sahut Rosa histeris.

Vanessa yang sedang duduk disebelah Julian langsung beranjak bangun dan bergegas mendekati kedua putrinya, begitu sampai di depan sang putri secara tiba-tiba wanita itu langsung mencengkram masing-masing tangan putrinya.

"Gina adalah anak pertama Daddy dengan istri pertamanya, jadi mau tak mau kalian harus mengakuinya. Disini Mommy juga bersalah karena sudah membuat Gina lahir tanpa ayahnya, seharusnya dulu Mommy menolak ketika dijodohkan dengan Daddy kalian sehingga hal semacam ini tak akan terjadi,"ucap Vanessa serak dengan mata berkaca-kaca.

"Omong kosong apa yang kau ucapkan, Vanessa!!"hardik Yohanes Sanders keras.

Vanessa menoleh ke arah sang ayah mertua dengan cepat. "Aku sedih melihat Gina marah pada kalian semua, aku juga yakin sekali ibunya pasti sangat menderita sekali. Karena itu aku minta pada Daddy untuk membawa Gina tinggal bersama kita, setidaknya dengan itu ibunya tak akan sedih diatas sana karena kita mengurus putrinya." Vanessa menyeka air matanya menggunakan kedua tangannya dan langsung mendekati sang ayah mertua. "Aku tak mau terus dicap sebagai perebut suami orang, Daddy. Jadi aku mohon tolong bawa Gina pulang supaya tinggal bersama kita, aku harus membayar semua luka yang Sandra alami selama ini dengan merawat putrinya dengan baik."

Yohanes membeliak mendengar perkataan sang menantu, begitupula dengan Barbara yang sejak tadi terlihat sangat sedih begitu Gina pergi.

"Seperti yang Mommy katakan sebelumnya, aku juga ingin menebus rasa bersalahku pada mendiang Sandra, Dad. Jadi tolong, bawa putrinya pulang. Biarkan aku merawatnya seperti aku merawat anak-anakku sendiri,"ucap Vanessa kembali.

Barbara yang sudah tak bisa menahan dirinya langsung menghampiri Vanessa dan memeluknya erat, Vanessa pun langsung menangis sampai sesegukan di pelukan ibu mertuanya sehingga membuat semua orang diam. Amarah Yohanes karena sikap kurang ajar Gina pun perlahan hilang karena melihat tangisan istri dan menantunya di depan mata.

Julian sendiri hanya mampu menundukkan wajahnya lebih dalam, ia benar-benar merasa tak berguna menjadi laki-laki. Seandainya ia memiliki sedikit saja keberanian untuk melawan sang ayah mungkin saja hal semacam ini tidak terjadi, mungkin saja tidak akan ada banyak orang yang terluka karena perbuatannya.

Saat semua orang sedang hanyut dalam pikirannya masing-masing pasca mendengar permintaan Vanessa yang menginginkan Gina dibawa pulang hanya Patrick satu-satunya orang yang masih berpikir dengan keras, ia merasa sedikit aneh dengan Vanessa. Lebih dari 18 tahun mengenal istri sahabatnya itu membuat Patrick yakin ada sesuatu yang Vanessa sembunyikan atas permintaannya pada Yohanes Sanders untuk membawa pulang Gina, Patrick tahu Vanessa wanita jenis apa. Dulu saja Julian sering berdebat dengan Vanessa ketika Julian menyinggung soal Sandra, jadi rasanya aneh saja tiba-tiba seorang wanita pencemburu yang sangat membenci istri pertama suaminya mau mengasuh anak dari wanita yang sangat ia benci.

"Permainan apa yang sedang kau mainkan, Vanessa?"batin Patrick dalam hati, kedua matanya masih menatap tajam pada Vanessa yang masih sesegukan di pelukan ibu mertuanya.

Bersambung

下一章