Maaf Penulis kurang baik dalam menggunakan EYD!!!
Ketika sudah berada di dalam rumah, Alviena dengan cepat menuju kebelakang untuk membersihkan dirinya, melepaskan jubah lesuhnya, dan menanggalkan di dinding. Setelah selesai membersihkan diri, kini gadis yang hendak berusia 16 tahun itu terlihat begitu mempesona. Baju hijau lengan pendek dengan rok berwarna biru tosca, rambut panjang sepinggang, tubuh tinggi semampai, dan kornea mata berwarna biru cerah. Ditambah dengan kulit putih dan lekuk wajah yang begitu sempurna, membuat Alviena amat begitu cantik.
Mencium aroma yang disukainya, Alviena dengan cepat menuju dapur. Di sana ibunya telah menunggu duduk dikursi meja makan. Hidangan makan malam mereka tidaklah mewah, benar-benar sangat tidak mewah. Hanya ada sedikit nasi, buah-buahan dan sayuran, tanpa ada lauk di atas meja makan mereka.
Alviena terlihat nampak begitu senang dengan hidangan makan malam mereka, karena dari semua makanan di atas meja itu ada satu makanan yang disiapkan ibunya yaitu, makanan kesukaan Alviena sup sayur kental. Makanan itu sangat populer dikalangan kaum Elf. Walaupun tak banyak Elf yang mampu untuk memakannya, itu karena kuahnya yang berwarna hijau pekat dihasilkan alami dari berbagai sayuran yang di tumbuk sampai begitu kental.
Dimasak dengan api yang kecil dan tidak ditambahkan bumbu apapun hingga membuat rasa kuah sup itu begitu pahit. Ditambah pula sup tersebut menggunakan air dari akar Agola hingga membuat pada setiap tegukan kuahnya meninggalkan rasa pahit dan dingin di tenggorokan.
Makanan yang hanya sedikit bisa dimakan kaum Elf. Dan sepertinya Alviena adalah orang yang dapat menerima makanan tersebut. Bahkan dia terlihat sangat menyukainya, itu tergambar jelas dari cara makannya yang begitu lahap.
"haha."
Alviena terhenti dari aktivitasnya ketika mendengar ibunya tertawa.
Dengar heran Alviena memandangi ibunya. "Kenapa ibu tertawa?"
"Ibu hanya senang melihatmu." Dia tersenyum tulus, membuat Alviena terasa nyaman namun, ada juga perasaan gelisah ketika melihat genangan air di sudut mata ibunya.
"Andai ayahmu masih hidup sekarang, dia pasti juga akan bahagia melihatmu telah tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik."
Ayah Alviena, Ricardo. Dia meninggal lima tahun setelah memberikan anugrahnya. Sejak kehilangan anugrahnya, Ricardo telah menjadi seorangan manusia walaupun fisiknya tetap sama seperti Elf tetapi, dia telah kehilangan keabadiannya hingga membuatnya meninggal diumurnya yang sudah tak muda lagi.
Tentu Alviena tidak mengetahui tentang anugrah ayahnya yang telah diberikan kepada dirinya. Bahkan ibunya pun mengarang cerita tentang ayahnya yang meninggal karena terkena racun saat berburu.
Tanpa disadari ibu Alviena, air mata mengalir di pipinya.
"Ibu?" Suara pelan Alviena menggugah lamunan ibunya.
Sosok wanita tua tersebut dengan cepat mengusap air matanya. "Tidak apa-apa, ibu hanya sedikit melamun. Kau teruskan saja makanmu, ibu mau ke kamar mandi dulu." Ibunya hanya bicara sekenanya, lalu meninggalkan Alviena.
Alviena sendiri begitu terpukul hatinya ketika melihat ibunya meneteskan air mata. Tanpa menghabiskan makananya, Alviena berdiri untuk menemui ibunya.
***
Langkah kaki Alviena terhenti tepat di depan pintu kamarnya ketika mencium aroma yang begitu wangi. Wangi yang berasal dari dalam kamarnya, Alviena melihat sekeliling, mencari tau apa yang membuat kamarnya bisa menjadi begitu harum. Di temukannya sebuah botol parfum yang terletak di atas meja di samping tempat tidurnya.
Alviena mengenal jelas bau aroma parfum tersebut. Bau harum parfum itu dihasilkan dari bunga Arock. Bunga Arock tidak memiliki aroma namun, ketika bunga-bunga cahaya itu ditumbuk mereka akan mengeluarkan aroma harum yang begitu wangi.
Akan tetapi, aroma harum tersebut tidak bertahan lama dan akan berganti menjadi aroma yang begitu busuk. Jadi untuk mempertahan aroma wanginya, bunga Arock harus ditumbuk menggunakan bahan dari batu Palama, juga ditambah bahan lain seperti buah Kuasa yang sangat sulit dicari hingga membuat buah kuasa dijual dengan harga yang sangat mahal.
Hanya para bangsawanlah yang dapat membuat parfum dari bunga Arock. Lalu mengapa sekarang parfum yang sangat mahal itu ada di rumahnya?!
"Tadi para anggota kerajaan datang memberikan itu."
Alviena sedikit terkejut ketika melihat ibunya masuk ke kamar, menghampirinya.
"Ibu.." Suara Alviena seperti tertahan.
"Kau menyukainya?" Ibu Alviena tersenyum, memegang tangan kanan anaknya yang memegang parfum tersebut.
Alviena mengangguk pelan, ia tak berani untuk menatap ibunya. Meskipun ia tak tau apa-apa tapi Alviena merasa seperti bersalah.
"Besok hari peresmian Raja baru bagi kerajaan Agalta. Dan semua warga kota Agalta diminta datang untuk merayakan Raja baru Agalta. Sebab itulah mereka memberikan kita parfum ini." Ibu Alviena terus tersenyum sambil menatap anak gadisnya yang masih saja tidak mau menatapnya.
"Mereka tidak memaksa untuk datang! Menurutmu bagaimana? Kau mau datang?"
Pertanyaan ibunya berhasil membuat Alviena secara tanpa sadar mengangkat kepalanya hingga mempertemukan matanya dengan mata ibunya. Namun, tak lama Alviena kembali menundukkan kepalanya.
"Apa ibu juga akan datang?"
"Ibu akan tetap di rumah tapi kau tahu? Sonya sangat bahagia dan sepertinya besok dia akan datang ke sini untuk mengajakmu."
Alviena tetap memilih untuk diam.
"Kau bebas memilih Alviena, bukankah kau selalu ingin masuk ke dalam istana kerajaan Agalta!" Masih terus tersenyum, ibu Alviena kian erat menggenggam tangan anaknya. "Tapi ibu juga sedikit khawatir, kau gadis yang sangat pemalu jadi, ibu selalu kepikiran apa kau bisa bertahan dengan banyaknya orang di sana."
Pernyataan ibunya berhasil membuat Alviena kembali melihat ibunya. "Tentu saja, aku bukan anak kecil lagi!"
"Benarkah?" Ibunya berhasil menggoda, membuat muka Alviena bersemu merah.
Melihat anaknya seperti menahan malu, membuat wanita tua tersebut tertawa yang entah kenapa juga membawa gelak tawa bagi Alviena. Kini Ibu dan anak itu saling bertatapan satu sama lain. Ada senyum hangat yang terus ditunjukkan ibunya, membuat Alviena begitu merasa nyaman.
"Ibu, maafkan aku."
Ibu Alviena tergelak, dia mengernyitkan keningnya.
"Kenapa? Kau tidak ada melakukan hal salah sama ibu."
"Aku hanya seperti merasa bersalah." Alviena kembali menundukkan kepalanya, suaranya begitu lirih. "Aku merasa sepertinya, akulah yang membuat ayah meninggal."
Ibunya kali ini tersenyun lembar, kian mendekati Alviena, kemudian mengelus lembut rambut hitam panjangnya. "Itu bukan salahmu Alviena, semua itu memang sudah takdir..."
".... kehilangan orang yang kita cintai, itu memang menyakitkan. Tapi karena ada kamulah Alviena, ibu masih bisa bahagia."
Alviena perlahan kembali menegakkan kepalanya, membuat keningnya tidak sengaja bersentuhan dengan kening ibunya. Begitu dekat, mereka berdua begitu dekat, Alviena dapat dengan jelas melihat senyum tulus ibunya.
"Kau adalah harta yang paling berharga yang ditinggalkan Ricardo. Jadi, tolong jangan tinggalkan ibu juga ya?!"
Seketika Alviena memeluk ibunya dan mengangguk pelan dalam dekapan ibunya.
***
Bayang-bayang kegelapan terasa begitu mencengkam. Bola mata hitam gelapnya menatap seisi ruang tamu kerajaan. Warna hitam yang melingkupi seluruh tubuhnya, juga rambut hitamnya yang selama 15 tahun itu tak terurus telah tumbuh panjang bergelombang.
Ketampanan seorang Arma Agalta sangatlah mempesona. Kulit pucatnya yang begitu indah seolah itu adalah danau susu.
Arma tersenyum dan menatap lekat pada sosok pria gempal yang ada di hadapannya. Pria gembal itu sedang membungkuk memberi hormat dan tubuhnya pun tak berhenti bergetar.
"Kau sudah melakukan semua yang ku katakan?" Suara Arma begitu lembut, tetapi ada nada seram yang ia selipkan dibalik kata-katanya itu.
"Sudah Tuan." Pria gempal itu tak sedikitpun berani untuk melihat sosok tuan di hadapannya. Dia begitu takut sampai membuatnya lupa bagaimana cara untuk berdiri tegak. Satu hal yang bisa ia lakukan saat ini hanyalah menjawab semua pertanyaan tuannya dengan hati-hati, agar sesuai dengan apa yang diingikan tuannya.
"Saya sudah memberi perintah pada semua prajurit untuk memberikan parfum dari bunga Arock keseluruh warga yang mempunyai anak perempuan."
Sudut bibir Arma terangkat, pertanda dia puas dengan jawaban bawahannya itu.
Bunga Arock merupakan bunga cahaya, sekaligus bunga kesukaan para dewi, terlebih bagi dewi Agita, sang dewi cahaya. Dan tak ada yang mengetahuinya, kalau bunga Arock adalah bunga yang dilarang untuk di petik apa lagi sampai diolah. Memetik bunga Arock sama seperti memadamkan cahaya dan sama seperti memanggil kegelapan.
Arma Agalta mengetahui harga apa yang akan dibayar ketika memetik bunga Arock. Sebuah kutukkan yang begitu mengerikan bagi penduduk Synetsa tapi tidak bagi Arma, dia memang ingin memangil kegelapan. Dan besok saat seluruh perempuan datang kerajaan Agalta dengan menggunakan parfum dari Arock, maka rencana yang telah ia pikirkan sejak berada di gua di dalam hutan akan tercapai.
PENGUASA KEGELAPAN, akan terlahir!!!
Arma berjalan mendekati pria gempal itu, lalu tangan yang penuh dengan aura kegelapan itu menyentuh pundak si pria gembal. Semua aura kegelapan yang terkumpul di tangan Arma, merasuk ke dalam tubuh pria gempal itu yang perlahan mengubah warna mata coklatnya menjadi merah darah.
"Bagus, jangan kecewakan aku."
Seketika Arma Agalta menghilang. Pria gendut tersebut tetap membungkuk sambil tersenyum mengerikan. Sebuah senyum kecil yang menyimpan niat busuk.