Unbreak My Heart
- Toni Braxton -
.
Jangan tinggalkan aku dalam semua sakit ini
Jangan tinggalkan aku dalam hujan
Pulanglah dan kembalikan senyumku
Datang dan bawa pergi air mata ini
Aku butuh lenganmu untuk memelukku sekarang
Malam-malam ini sungguh tidak bersahabat
Kembalikan malam-malam itu ketika kumiliki kau di sisiku.
Jangan patahkan hatiku
Katakan kau akan mencintaiku lagi
Jangan lakukan hal menyakitkan yang kau sebabkan ketika kau berjalan keluar dari pintu
Dan berjalan keluar dari hidupku
Jangan munculkan air mata ini, Aku menangis banyak di malam hari
Jangan remukkan hatiku, hatiku
============
"Pa, apa maksudmu tadi? Menikah?" Vince picingkan mata begitu ia dan sang ayah tiba di kamar Beliau.
Ayahnya tersenyum simpul sembari tepuk-tepuk pelan bahu sang anak. "Papa sudah berusaha menghubungimu di hari kepulanganmu, tapi ponselmu tak pernah bisa dicapai."
"Memangnya harus menikah?"
"Iya."
"Dengan dia?"
"Iya."
"Papa kenal baik dengannya?"
"Iya, Vin. Oh ayolah, jangan menjadikan hari bahagia ini sesuatu yang buruk." Ayahnya mengusap-usap lengan atletis anaknya, meminta pengertian.
Vince mendesah. Batinnya berseru, 'Hari bahagia untukmu, tapi hari sengsara untukku, Pa!' Ia mengacak kesal rambutnya, ingin meluapkan emosi tapi rasanya mustahil. "Harus secepat ini? Tanpa menunggu persetujuan aku?"
"Astaga, Vin! Ada apa denganmu?" Tuan Benetton mulai heran akan tingkah anaknya. Tidak seperti Vince biasanya. "Memangnya kenapa kalau Papa ingin menikah lagi?"
Vince tau ia harus menahan lidahnya yang ingin menyeru bahwa wanita pemakai wedding cheongsam di ruang baca tadi adalah wanita tercinta dia. Tidak. Ia tak boleh melontarkan secuilpun mengenai hubungan dia dengan Ruby. Bisa kacau semua nanti.
"Papa tidak memikirkan Mama?" Akhirnya itu jurus terakhir Vince yang ia harapkan bisa membuat sang ayah mengurungkan niat menikah lagi.
"Vin, Mama sudah pergi belasan tahun lalu. Apa Papa tak boleh menerima kasih sayang perempuan lagi di sisa umur Papa?"
Si anak hanya bisa kedipkan mata secara cepat karena tak mendapat kalimat jawaban tepat untuk komentar ayahnya. Sangat menohok. Sang ayah berhasil membuat Vince kelu. Ia memutar otak mencari kalimat ofensif lainnya yang kira-kira bisa menjadikan Papa urungkan niat.
"Vin? Ayolah, Nak."
"Kalian bertemu saat aku di London?" Rasanya berdebar-debar menanyakan hal itu. Vince berharap jawaban sang ayah tidak seperti yang ada di otak dia.
"Bi...sa dikatakan demikian." Tuan Benetton agak ragu.
"Maksudnya bagaimana, Pa? Jujur saja padaku." Vince tambah tak karuan. Jantungnya berdentum-dentum.
"Dia... dia mantan pacar Papa."
Vince terbelalak saking kagetnya. "Hah?! Mantan... pacar? Kapan itu?"
"Maksudmu kapan? Kapan Papa pernah pacaran dengannya? Oh itu... kira-kira sekitar 7 tahun lalu. Dia pernah jadi sekretaris Papa. Tapi sebenarnya kami pertama bertemu ketika dia masih jadi mahasiswi."
Vince kembali memicingkan mata. "Saat dia masih mahasiswi? Memangnya berapa umur dia sekarang?" Bagian ini merupakan teka-teki bagi Vince, karena dia tak pernah tau dengan pasti usia Ruby.
"Dia sekarang 35 tahun. Yah, rentang kami memang 21 tahun, tapi itu tidak masalah. Asalkan kami bahagia." Pemilik Jinlong Grup itu begitu enteng mengatakannya, tanpa tau gemuruh perasaan sang anak.
Vince gusar di tempatnya. Dia memang sudah mengira usia Ruby terpaut banyak dengannya, meski itu tidak mengurangi rasa cintanya.
Yang menjadi murka dia adalah ternyata Ruby mantan pacar sang ayah. Dan ayahnya juga sudah bercerita mengenai pertemuan keduanya kembali ketika Vince sedang di London. Kisah selanjutnya malas dibayangkan Vince.
Disaat dia bergumul menyelamatkan perusahaan dari ambruk, Ruby malah merajut ulang cinta dia dan ayah Vince. Rasanya kepala Vince nyaris berasap.
"Nak, cepatlah ganti bajumu dengan yang lebih resmi," pinta ayahnya. Beliau benar-benar tidak akan memyangka jika calon mempelainya pernah berhubungan dengan anak semata wayang dia, tumpuan harapan dia.
Tanpa menyahut, Vince keluar dari kamar Beliau menuju kamarnya. Ingin menghilang saja!
"Awh!"
Kaget, Vince tersadar ia menabrak seseorang ketika berjalan ke lantai dasar. Sigap, ia lekas ulurkan tangan menggapai perempuan yang ia tabrak. Nyaris saja gadis tadi terguling di tangga jika bukan Vince cepat menangkap tangannya.
"Ah, maaf. Aku... aku sedang buru-buru." Vince jadi tak enak sendiri. "Kau tak apa-apa?" Ia meneliti gadis itu dari atas sampai bawah, siapa tau ada luka atau apa.
Perempuan muda itu menggeleng. "Tidak. Aku baik-baik saja. Tapi, wah... kotak cincin Tante jadi jatuh," jawabnya lirih seolah takut.
Mata Vince segera mencari kotak yang dimaksud. "Kotak beludru warna biru di sana itu kah?" Ia menunjuk sebuah kotak yang teronggok di anak tangga terbawah.
Gadis tadi mengikuti arah telunjuk Vin, lalu mengangguk. "Iya, benar. Itu."
Vince pun lekas tanggap dan ia bergegas turun ke bawah demi mengambil kotak beludru berwarna biru. Ada logo toko perhiasan ternama se-internasional di dalamnya.
Helaan napas Vince terasa berat begitu dia menutup kembali kotak kecil itu. Ia berusaha mengembalikan raut wajahnya senormal mungkin dan menoleh ke gadis yang menunggu di tangga atas.
"Milik Tantemu? Siapa?" tanya Vince seraya melangkah kembali ke anak tangga di mana gadis itu menunggu.
"Dia pe-"
"Ying'er!" Tiba-tiba ada suara memanggil si gadis.
"Tante Xuehua!" Gadis itu pun ukirkan senyum lebar ke Ruby yang baru saja memanggil di anak tangga bawah.
Vince menoleh ke bawah usai dia sampai di depan si gadis. "Dia... tantemu?" tanyanya pada si gadis.
Mata Vince terasa dingin ketika memandang Ruby yang kini sudah mengenakan gaun wedding cheongsam yang sangat indah membalut tubuh sempurna Ruby.
Ya, sempurna di mata Vince.