webnovel

Bab 21

Daffa kembali datang ke rumah keluarga Basupati, Rindi terlihat tengah duduk di atas kursi roda tepat di dekat kolam renang.

"Tidak berniat menenggelamkan diri di kolam renang kan." Ucapan Daffa membuat Rindi menengok ke arahnya.

Rindi tersenyum padanya. "Kenapa baru datang?"

"Aku sibuk Nona, sepertinya kau begitu merindukanku." Goda Daffa membuat Rindi mencibir.

Daffa duduk di samping Rindi dengan memasukkan kedua kakinya ke dalam air. "Mau bergabung?"

"Apa bisa?" tanya Rindi.

Daffa beranjak dari duduknya dan memangku tubuh Rindi untuk duduk di sisi kolam renang dengan memasukkan kedua kakinya ke dalam air.

"Dia datang lagi tadi pagi," ucapnya membuat Daffa menengok ke arahnya,

Mereka sudah duduk berdampingan di sisi kolam renang. "Dia sudah tau siapa Faen sang kekasih penanya."

"Apa kamu cemburu?" tanya Daffa.

"Pertanyaan konyol," kekehnya menundukkan kepalanya. "Bohong kalau aku mengatakan tidak."

Daffa terdiam membisu menatap Rindi yang terlihat cantik dengan wajah naturalnya. Cahaya bulan di langit semakin membuat wajahnya bersinar cantik.

"Dia terlihat emosi dan hancur, aku tau aku salah. Tapi apa salah kalau aku berusaha melindungi nama baik sahabatku? Aku tidak ingin mencampuri masalah perasaannya, aku merahasiakannya karena aku tidak mau membuat dia malu di depan Percy."

"Kamu tidak bersalah, memang itu sudah seharusnya. Bukankah lebih baik mendengar dari orangnya langsung daripada orang lain." Ucapan Daffa di angguki Rindi.

"Kamu benar, Tuan."

Hening...

Tak ada yang mengeluarkan suara, Rindi menundukkan kepalanya menahan air mata yang kembali luruh membasahi pipinya.

"Apa ini berarti sudah tidak ada kesempatan lagi untukku bersamanya?" Daffa menatap Rindi dengan iba. "Dia sudah menemukan kekasih penanya, wanita yang selalu ia tunggu."

Rindi menangis terisak, tubuhnya bergetar hebat. Daffa menarik tubuh Rindi ke dalam pelukannya.

"Sekarang aku akan benar-benar kehilangannya, hikzz..." isaknya semakin menjadi.

Daffa hanya mampu mengusap rambut Rindi dengan lembut. "Aku akan kehilangannya, hikzzz....hikz..."

Daffa semakin erat memeluk Rindi dan mengecupi kepalanya.

Randa, Seno dan Irene memperhatikan mereka dari jauh.

"Siapa pria itu Ran?" Randa menengok ke arah Seno.

"Dia teman kerjaku, Pa. Dia juga seorang aktor," ucap Randa.

"Apa dia bisa membantu Rindi melupakan Percy?" tanya Irene.

"Aku berharap seperti itu, aku ingin putri kita bahagia. Karena bagaimanapun dia dan Percy tidak akan pernah bersama, kamu tau sendiri bagaimana Dewi dan Edwin." Irene mengangguk menyetujui ucapan sang suami.

"Randa yakin, Daffa bisa membuat Rindi melupakannya. Papa dan Mama tenang saja, Randa akan menjamin itu," ucapnya.

"Terima kasih sayang," Irene memeluk Randa.

"Maafkan kami Nak, karena adikmu. Kamu jadi harus menunda pernikahanmu dengan Samuel." Ucap Seno.

"Tidak masalah Papa, aku juga tidak akan tenang meninggalkan Rindi dalam kondisi seperti ini." Ucap Randa.

***

Rasya mondar mandir di dalam apartement, Percy masih belum datang. Waktu sudah menunjukkan pukul 1 malam, Percy belum juga datang. Bahkan nomornya tidak juga aktif.

Kemarin bahkan tidak ada kabar darinya, apalagi Rasya menginap di rumah Angga.

"Kamu dimana sih," gumamnya.

Tak lama terdengar suara pintu terbuka membuatnya segera beranjak menuju pintu dan terlihat Percy baru saja datang.

Langkah Percy terhenti saat melihat Rasya berdiri tak jauh di depannya. "A-aku menunggumu,"

Percy beranjak mengacuhkan Rasya menuju ke dalam kamarnya, Rasya hanya menatap nanar Percy yang masuk ke dalam kamarnya.

Ia beranjak menuju ke arah pintu kamar Percy, ia harus menyelesaikan segalanya. Ia tidak mau terus berlarut-larut. Benar kata sang mama, Terkadang mengungkapkan lebih baik daripada memendam.

"Percy, dengarkan aku." Ucapnya mengetuk pintu. "Aku akan jelaskan segalanya."

Tak lama pintu terbuka menampakan Percy disana dengan sudah melepaskan jas yang dia gunakan.

"Aku bisa menjelaskan semuanya,"

"Oke, katakanlah. Aku juga penasaran dengan penjelasan darimu, Faen." Ucapnya penuh penekanan.

Percy beranjak memasuki kamarnya di ikuti Rasya. Ia melihat Percy berdiri di dekat jendela kamarnya yang mampu memperlihatkan suasana malam di ibu kota.

Percy berdiri membelakangi Rasya, "Aku mulai mencintaimu saat kamu menolongku dari penculikan itu." Rasya mulai membuka suaranya.

Ia menatap nanar punggung lebar Percy yang membelakanginya. "Aku hanya mampu mengagumimu tanpa bisa mengungkapkannya. Aku terlalu takut, aku takut kalau aku jujur padamu maka kita akan saling menjauh. Aku takut kamu menjauhiku karena menjaga perasaanku."

"Hingga aku tak mampu lagi menahan perasaan ini yang semakin besar untukmu, aku ingin mengungkapkannya tetapi aku terlalu minder dan malu mengatakannya secara langsung. Maka dari itu aku menjadi sosok Faen, gadis yang selalu mengagumimu dan mencintaimu dalam diam. Hanya itu yang bisa aku lakukan."

"Aku bahagia walau hanya seperti itu denganmu, hingga saat itu aku ingin mengatakan kejujuran kalau akulah Faen itu. Tetapi Rindi lebih dulu mengakuinya, aku memang kesal dan marah hingga aku mengadu pada orangtua kalian. Aku marah karena Rindi mengaku sebagai Faen dan merebutmu dariku. Aku kesal saat itu, Percy." Isaknya.

Ia memberanikan diri berjalan mendekati Percy yang masih tak bergeming. "Aku mulai menyadari saat melihatmu terluka karena kehilangan Rindi. Aku mengalah, aku melepaskanmu untuk bersama Rindi. Maafkan aku Percy,"

"Karena disana aku memilih mundur dan terus memendam perasaan ini untukmu. Maafkan aku,"

"Aku begitu malu untuk mengungkapkannya langsung, kalau aku begitu mencintaimu."Rasya memeluk Percy dari belakang dan menyandarkan kepalanya di punggung lebar Percy.

"Maafkan aku, aku mencintaimu lebih dari seorang sahabat. Aku mencintaimu layaknya seorang wanita dewasa kepada seorang pria." Isaknya.

"Kamu tau Sya, aku begitu menyayangimu sampai aku tidak ingin kamu terluka. Aku begitu ingin slalu menjagamu, apapun yang terjadi." Ucap Percy terdengar lirih.

"Aku sebenarnya tak mengharapkan kamu adalah Faen, karena perasaan itu sudah lama hilang. Aku tidak ingin kamu sebagai Faen karena aku tidak mau kamu tersakiti, apalagi olehku yang selama ini berusaha melindungimu." Rasya semakin menangis mendengar penuturan Percy.

"Tetapi ternyata karena sikapku ini, kamu malah masuk ke dalam jurang hitam ini." Gumamnya.

"Maafkan aku,"

"Berhentilah meminta maaf, kamu tidak bersalah. Mungkin sikapku yang salah, aku selalu memberimu harapan semu."

Percy berbalik ke arah Rasya yang sudah menangis, wajahnya terlihat begitu merah dan pucat. Rasya sedikit mengernyit menatap mata Percy yang memerah seakan menahan tangisannya.

"Jangan menangis," Percy menghapus air mata Rasya dengan kedua tangannya. "Kamu seperti mamaku, dua orang wanita yang begitu aku sayangi dan aku tidak ingin menyakiti kalian berdua."

"Apa cinta ini merusak semuanya?" tanya Rasya membuat Percy terdiam.

"Entahlah," Percy membelai pipi chubby Rasya. "Maaf aku belum bisa membalas cintamu."

Rasya menganggukan kepalanya. "Apa aku boleh menunggunya?"

Percy tersenyum menatap Rasya. "Lakukanlah."

Rasya tersenyum bahagia dan langsung memeluk tubuh Percy diiringi kekehannya. "Makasih Percy,"

Percy hanya mampu mengusap punggung Rasya dan mengecup kepalanya dengan singkat.

"Kenyataannya aku tidak bisa marah berlama-lama padamu," Rasya terkekeh mendengarnya.

Rasya memeluk Percy dengan sangat sangat erat seakan tak ingin melepaskannya. "Kamu membuatku sulit bernafas panda tembem."

Rasya segera melepas pelukannya. "Maaf," kekehnya.

"Bagaimana kalau kita mulai lagi dari awal." Rasya mengernyitkan dahinya mendengar penuturan Percy. "Barusan aku baru saja selesai berbincang dengan Verrel dan om Gator. Aku pikir saran mereka tidak ada yang salah,"

Rasya masih memperhatikan Percy dengan seksama. "Kita memulai lagi hubungan suami istri ini."

"Apa kamu yakin?" tanya Rasya.

"Yupz,"

"Apa-,"

"Bisakah untuk sementara jangan membahasnya." Percy memotong ucapan Rasya yang tau akan membahas siapa.

Rasya mengangguk dengan senyumannya. "Berhentilah menangis, wajahmu terlihat semakin melar." Percy mencubit pipi Rasya seraya beranjak menuju ke kamar mandi dengan kekehannya.

"Ih dasar jidat lebar,"

Rasya tersenyum mengusap pipinya. Ia merasa seperti kembali jatuh cinta.

"Emm, jangan keluar dari kamar." Ucap Percy sebelum masuk ke dalam kamar mandi.

15 menit sudah berlalu, Rasya masih duduk di atas sofa menunggu Percy. Percy sudah keluar dari kamar mandi dengan wajah yang lebih segar. Ia merebahkan tubuhnya di atas ranjang.

"Kemarilah, mulai sekarang kita berbagi tempat tidur." Ucapnya menepuk sisi ranjangnya.

"Kamu-"

"Kita akan memulainya, jadi lakukan hal sepele ini. Tenanglah aku tidak akan melakukan apapun padamu."

Seketika pipi Rasya memerah mendengar penuturan Percy. Dalam hatinya berharap lebih dari itupun tak masalah, kenyataannya sentuhan Percy tak mampu ia lupakan.

Rasya merebahkan tubuhnya di samping Percy dengan posisi saling menyamping dan berhadapan. Tak ada yang bersuara selain senyuman manis di antara mereka berdua.

下一章