Sandra menunjuk ke sebuah kamar di lantai dua. Secara tak sadar mataku mengikuti kemana arah jari Sandra pergi.
"Aku sudah meminta Kerl untuk menset sidik jarimu di pinta kamarnya. Jadi kau bisa masuk kapan pun kau perlu."
"Apa?" Pernyataan Sandra membuatku terkejut. Ia menyetel agar aku bisa masuk kapan pun aku mau.
"Bukankah kau membutuhkan sidik jariku?"
Sandra tidak membantah hal itu. Ia menjelaskan bahwa ia mendapatkan sidik jariku dari data base di Sleep and See.
"Lux adalah salah satu pemilik perusahaan tersebut jadi sangatlah mudah bagiku untuk mendapatkan semua data yang aku butuhkan."
Aku kembali tersadar siapa Lux sebenarnya. Dan itu sangatlah nyata. Aku kemabali ke ingatan yang belum lama ini aku alami. Yaitu saat Lux tiba-tiba saja mengajakku ke Hotel. Ia dengan mudah bisa memasukkannku yang bukan siapa-siapa ini ke program acara talk show yang harusnya hanya dihadiri oleh dirinya. Bahkan mala mini pun, ia bisa menemukanku dengan sangat mudah. Memaksaku keluar dari rumah Hansel untuk tinggal di rumahnya.
"Vina? Kau baik-baik saja?" Pertanyaan Sandra membuyarkan lamunanku. "Tenang lah, semua akan baik-baik saja. Kau tak perlu takut pada Lux. Dia adalah orang yang baik. Aku bekerja dengannya dan mengenal dirinya lebih lama dari siapapun."
"Hanya saja, sepertinya saat ini ia sedang dalam suasa hati yang buruk."
"Begitukah?" Sandra membuatku takut dengan ekspresinya saat mengatakan suasana hati yang buruk.
Aku iangat betul, ia sangat marah saat melihat John membawakn seikat bunga padaku. Ia juga terlihat tidak senang bahkan terang-terangan mengatakan kekecewaannya padaku tadi.
"Apa yang harus aku lakukan?"
Sandra menepuk bahuku. "Tidak ada, ikuti saja kata hatimu. Aku pun bukan orang yang bisa membuatnya tenang saat ia marah. Kau kekasihnya. Aku percayakan hatinya padamu.
Kekasihnya? Sejak kapan? Tanyaku dalam hati. Sandra melambaikan tangan dan mengucapkan selamat malam. Aku tidak lagi melihat Angela dan mobil yang Lux gunakan tadi. Apa Angela sudah kembali ke sleep and see?
Aku melihat sekeliling. Aku tak melihat Lux yang tadi masuk ke dalam mendahului setelah membuka pintu untukku. Ia tak menunjukkan batang hidungnya sama sekali. Ia terlihat marah. Dari tempat seluas ini, aku tak mungkin bisa menemukannya dengan mudah.
Melihat ke arah kolam membuatku ingin menceburkan diri. Aku sadar benar, bahawa klam seperti ini akan sangat dingin saat malam hari. Kejernihan airnya memang menggairahkan. Namun aku memutuskan untuk masuk ke kamar dan beristirahat.
Aku membuka ponselku dan melihat panggilan tak terjawab dari Hansel. Tidak tanggung tanggung ada sekitar dua puluh kali. Aku segera melakukan panggilan ulang. Bagaimana pun juga, aku bersalah karena pergi tanpa pamit.
"Hansel?" tanyaku.
Aku mendengar suara wanita yang menjawab teleponku. "Maaf…Kami sedang sibuk. Kau bisa menelpon la…gi…Ahhhh. Nanti" kantanya.
Aku mendegar suara telpon jatuh. Dan suara lain ikut masuk sesaat setelah telepon membentur ke lantai. Dasar Hansel apa yang kupikirkan sampai menelponnya kembali. Tak tahan dengan suara mesum yang masuk ke hand phone, aku segera mengakhiri panggilanku.
Aku bergegas berganti pakain dan memajamkan mataku. Waktu sudah menunjukkan hamper pagi. Setidaknya aku harus istrirahat barang satu atau dua jam.
***********************************************************************************
~Lux Hemel Imamnuel~
Aku tak pernah berfikir kalau wanita seperti Vina akan benar-banar pergi tanpa tujuan yang jelas ke negri orang lain. Alasan yang membuatnya mengikuti program tidur di sleep and see adalah karena ia sudah lelah dengan setiap doa dan impian yang membelenggunya. Situasi hatinya semakin tidak kondusif saat tak seorang pun ada di pihaknya. Tidak sang ayah, tidak sang ibu bahkan tidak yang lainnya. Mereka semua hanya bisa menuntut dan memberi nasihat tanpa bisa merasakan apapun di dalam diri Vina.
"Aku sangat kecewa dengan kebodohanmu."
Wanita negro di depanku mendadak ketakutan. "Mengapa hal seperti ini tidak kau beritahukan kepadaku terlebih dahulu!"
"Tuan Lux, aku tak mengerti jika Anda begitu peduli dengan Nona Vina. Lagi pula berdasarkan pernyataan dari John, Nona Vina adalah kekasihnya. Aku tak pernah tahu jika ternyata anda memiliki ketertarikan padanya."
Aku melirik tulisan nama di sisi kanan blazer yang wanita itu kenakan. Aku akan mengingat nama itu.
"Kau memiliki wewenang setinggi ini, dan membiarkan wanita seperti Vina berkeliaran di jalanan sendirian tanpa uang dan jaminan! Kamu membuat malu perusahaan!"
"Tuan Lux, anda tidak berhak mengatakan hal itu pada saya. Anda sudah tidak lagi bekerja sebagai CEO di sini! Anda sudah mundur lima tahun lalu. Ditambah saat ini, Anda juga adalah salah satu klien kami. Tolong jaga ucapan Anda!"
Wanita ini menggertakku. Ia menggebrak meja dengan dua tangannya. Setelah ia meluapakan emosinya, ia menarik nafas.
"Tuan, saya mengerti posisi Anda. Hanya saja, berikan saya kesempatan untuk menemukan Nona Vina secepatnya. Memojokkan dan menyalahkan saya, hanya membuat masalah ini semakin rumit! Tolong mengertilah."
Aku melihat keputus asaan dalam mata wanita ini.
"Angela, apa saranmu?" Ia menggeleng. "Saya tidak tahu kemana Nona Vina pergi tuan. Mungkin, ada baiknya kita mendengar ucapan Nona Penny."
Aku melihat ke arah Penny. "Kau yang membawanya ke Sleep and See. Kau juga yang mengusirnya. Kau harus bisa menemukannya, atau kau harus membayar semua ini dengan karirmu!"
"Baiklah aku mengerti!" Penny segera kembali ke tempat duduknya. Ia tampak menghubugi seseorang. Aku masih tak bergerak dari sofa di ruang Penny. Menunggu wanita ini menemukan Covina secepat mungkin.
Vina, bagiman mungkin kau bisa bertahan di sini tanpa uang jamainan sepeserpun. Aku melihat salinan data yang ada di depanku. Salah satunya berisi tagihan yang Sleep and See berikan pada Vina. Dasar gila! Kau membuat seseorang seperti Vina harus membayar uang sejumlah ini. Jika saja, Angela tak mencari tahu dan memberitahu apa yang terjadi, aku akan mengira Vina pergi karena keinginannya sendiri.
"Tuan Immanuel. Nona Vina terlihat di toko perhiasan Green Jewerly"
"Toko itu hanya beberapa blok dari ini" Sahut Angela. "Aku bisa mengantar Anda."
Aku segera mengikuti Angela. Ia mengemudi secepat yang ia bisa.
"Selamat datang di Green Jewerly, apakah yang bisa kami bantu?"
Angela segera menjelasakan tujuan kami ke sini.
"Sayang sekali wanita yang anda maksud sudah pergi beberapa saat lalu." Kata manager toko itu. Ia juga menjelaskan bahwa Vina menjual beberapa perhiasan di toko itu. Angela meminta manager itu memperlihatkan perhiasaan yang mereka beli dari Vina.
"Ini memang perhisaan yang biasa Vina pakai." Kataku. "Berapa uang yang kalian berikan pada wanita ini?"
Setelah manager toko menunjukkan bukti pembayaraan, Angela segera memberikan uang sejumlah yang mereka berikan kepada Vina. Ia meminta pihak toko untuk memberikan perhiasaan itu padanya.
"Buka begitu cara kami berdagang Nona." Keluh manager toko.
Saat mendengar keluhan itu, aku berinisiatif untuk menawarkah sedikit uang lebih. Diluar dugaan Angela mengeluarkan kata-kata pamungkasnya tepat sebelum aku bertindak.
"Kau boleh pilih, memberikan kembali perhiasan itu pada kami dengan jumlah uang yang sama. Atau memberikan perhiasaan itu cuma-cuma kepada pihak polisi sebagai barang bukti."
Manager toko tampak tidak percaya kepada wanita yang menjadi asisten pribadiku. Tak banyak bicara Angela mengeluarkan ponsel dan menunjukkan berita mengenai Vina.
"Ambilkah kami terima uang kalian"