webnovel

20. Pencarian

Cafe Djurnal, Blok 07, Jln. Pakisaji, Jakarta.

Kafe tersebut di batasi oleh polisi line berwarna kuning, membuat beberapa orang di sekitarnya mengerumuni kafe tersebut. Orang orang berkerumun karena penasaran dengan apa yang terjadi. Satu mobil patroli dan satu lagi mobil box berjeruji yang biasa digunakan untuk membawa tahanan terpakir di depan kafe.

Para petugas tengah berjaga di depan kafe guna mencegah orang yang tidak berkepentingan masuk ke dalam kafe. Beberapa orang terlihat mengabadikan kejadian tersebut, ada juga yang mengambil video dan mengunggahnya ke internet.

Para perampok yang berjumlah 6 orang tersebut keluar dari kafe dengan kawalan pihak kepolisian. Mereka menunduk dengan tangan diborgol ke belakang, mereka digelandang menuju mobil box berjeruji. 4 orang polisi bersenjata mengawal kepergian mereka, ikut masuk ke dalam mobil box tersebut. Mobil melaju pergi meninggalkan area halaman kafe.

"Wah, untung saja perampokan bisa di gagalkan."

"Aku dengar mereka membawa senjata api."

"Apa ada yang terluka?"

"Ah, aku berharap tidak ada."

"Orang orang yang berada di dalam sana pasti ketakutan."

"Iya, aku tidak bisa membayangkan jika berada di dalam ruangan bersama dengan penjahat."

"Eh, aku dengar, mereka berhasil di lumpuhkan oleh dua orang pria yang menajdi pelanggan di sana!"

"Maksudmu, mereka melawan penjahat bersenjata sendirian?"

"Iya. Mereka hebat sekali bisa melawan penjahat bersenjata dengan tangan kosong."

Bisikan bisikan terdengar dari para kerumunan yang menonton, sibuk membicarakan bintang utama dalam adegan aksi hari ini. Dua orang pria yang kebetulan berada di dalam kafe saat kejahatan terjadi. Mereka sudah seperti orang orang terlatih yang bertujuan membasmi kejahatan.

Oke, terdengar seperti pahlawan dalam film anak anak.

Tapi mereka memang di agung agungkan oleh semua oleh.

"Tampan," gumam Lona masih menatap ke arah pria yang tengah berbicara dengan polisi dan detektif yang menanangi kasus perampokan ini.

Semua orang baru saja selesai memberikan keterangan, mereka masih menunggu konfirmasi dari pihak polisi sebelum di izinkan untuk pulang. Lona mendengar sedikit pembicaraan mereka, pria tampan itu mengatakan jika kemungkinan perampok yang merampok kafe memiliki banyak komplotan. Ada jaringan besar di balik kasus perampokan ini.

"Sebenarnya siapa pria itu? Mereka terlihat dekat dengan para polisi di sini. Seakan akan mereka itu sudah saling mengenal dan sering bekerja bersama." Lona bertanya tanya dalam hati. "Astaga, jangan jangan mereka memang orang penting. Detektif? Agen? Intel? Oh, atau mereka itu anggota BIN? Ck, kalau mereka memang orang penting, semakin bertambah nilai plusnya," gumamnya pelan.

"Apa yang bertambah?" Seorang petugas dari polisi bertanya padanya.

"Hah? Apa?" Lona menoleh ke arah perempuan tersebut. Ia terkejut saat seseorang berbicara kepadanya.

"Nilai plus? Kau membicarakan pria itu?" tanya petugas perempuan yang bernama Senja itu seraya menunjuk pria dari Tim Alfa dengan pulpen di tangannya.

Lona hanya tersenyum kikuk. "Kau mengenalnya?" tanyanya kemudian.

"Ehm, bisa dibilang begitu. Kita bekerja di jalur yang sama. Berhubungan denga penjahat dan kejahatan," sahut Senja tak secara serta merta menyebutkan pekerjaan Biru. "Lupakan saja kalau kau berniat mendekatinya. Pria itu sudah punya pawangnya," celoteh Senja, ia tengah mengisi berkas di tangannya.

"Ah, sayang sekali," oceh Lona pura pura bersedih dan kecewa.

Senja mendongak menatap Lona, perempuan itu sudah selesai menulis. "Baiklah, terimakasih atas kerjasama dari kalian. Kalian semua boleh pulang!" ujarnya kemudian kepada semua pelanggan yang tadi terjebak dalam perampokan. Senja lalu menoleh ke arah Lona. "Aku serius dengan ucapanku," bisiknya pelan lalu menepuk pundak Lona.

"Tenang saja. Aku juga tidak tertarik untuk menjalin hubungan dengan pria sepertinya. Dia terlalu berbahaya," sahut Lona tersenyum kecil. "Aku pamit pergi" imbuhnya kemudian. Berjalan ke arah meja, mengambil laptop dan barang barangnya yang lain lalu pamit pergi.

Senja masih terus mengamati Lona, hingga perempuan itu tak lagi dalam pandangannya. Biru datang menghampiri perempuan itu, ia menatap arah pandangan Senja namun tak menemukan ada hal yang aneh.

"Kenapa?" tanya Biru pada akhirnya.

"Aku baru saja bertemu dengan perempuan yang tidak tertarik dengan pria tampan sepertimu. Ah, aku menyukainya. Senangnya bertemu dengan perempuan yang berfikiran sama denganku," celoteh Senja tersenyum kecil.

"Apa maksudmu?" tanya Biru memutar matanya jengah.

"Aku bertanya padanya, apa ia menyukaimu. Dia terus mengamatimu dan itu membuatku berfikir seperti itu. Dia bahkan menanyakan tentang pekerjaanmu," celoteh Senja heboh bercerita.

"Pekerjaanku? Lalu apa jawabanmu?" tanya Biru dengan tatapan menyelidik.

"Kau tenang saja, aku hanya mengatakan jika pekerjaan kita satu jalur. Berhubungan dengan penjahat dan kejahatan. Hanya itu," jawab Senja menepuk pundak Biru pelan. "Lalu aku mengatakan jika kau sudah punya pawang, jadi..." Senja berhenti sejenak setelah mendapat lirikan tajam dari Biru. "Aku membicarakan Klea," koreksinya kemudian. "Ah, pokonya aku menyuruhnya untuk menyerah. Dan kau tahu apa yang diucapkan oleh perempuan itu selanjutnya?" celoteh Senja heboh bercerita.

"Memangnya dia mengatakan apa?" tanya Biru tak acuh, pria itu tengah sibuk memberikan kabar kepada atasannya alias Kalan.

"Tenang saja. Aku juga tidak tertarik untuk menjalin hubungan dengan pria sepertinya. Dia terlalu berbahaya." Senja menirukan kalimat yang diucapkan oleh Lona sama persis.

Jari Biru terhenti di atas layar ponselnya. "Dia mengatakan hal itu?" tanyanya menoleh ke arah Senja.

"Hehm." Senja mengangguk, tersenyum meremehkan ke arah Biru.

"Perempuan itu mengatakan 'Dia' dan bukan pekerjaanku," ujar Biru dalam hati, ia menoleh ke luar jendela.

Setelah urusannya di kafe ini selesai, pria itu bergegas kembali ke markas Secret IT. Ia akan menyerahkan penyelidikan kepada pihak polisi dan menunggu hasil pemeriksaannya nanti.

Biru menyetir dengan kecepatan di atas rata rata. Ia melirik benda di atas dashboard mobilnya, ah, tidak, mobil yang berhasil ia rampas dari salah satu detektif yang datang ke kafe tadi.

Benda itu terbungkus dengan sapu tangan berwarna putih.

"Benda itu akan membawaku pada titik terang," gumam Biru pelan, sebelum menambah kecepatan dan mobil melesat menuju gedung Secret IT.

下一章