Fruit 8: Orang Baru
=[ ALAM ANTEDILUVIAN ]=
Di sebuah hunian yang sepertinya antara dunia manusia dan dunia atas, duduk tenang sesosok makhluk lelaki. Wajahnya tegas dengan rahang persegi menandakan kekerasan tabiatnya. Mata tajamnya bagai paruh elang yang siap mencabik melalui pandangan saja. Bibirnya agak lebar namun tidak tebal, terlihat bahwa bibir itu jarang tersenyum. Tulang pipinya tinggi melonjakkan kearoganan hakiki.
Lelaki itu eksistensi tampan yang akan mengguncangkan hati wanita manapun. Perpaduan berbahaya antara dingin dan indah secara bersamaan. Bagai padang rumput subur yang bunga-bunganya diselimuti es. Indah, namun sangat dingin. Begitulah untuk menggambarkan lelaki ini.
Rambut panjangnya berwarna raven berkilau sepunggung dan dia tergolong pria jangkung dengan tubuh atletis tanpa tonjolan otot yang berlebihan ala binaraga. Namun, semuanya terlihat pas dan indah untuk dia.
Ia mengamati sebuah kaca kristal di hadapannya yang ternyata sedang memproyeksikan apa yang sedang terjadi di dunia manusia. Jari-jari panjang besar dan dingin itu bergerak-gerak seirama satu sama lain sembari mata elangnya terus menatap ke kaca kristal.
"Humm~ jadi begitu, ya. Lumayan menantang," gumamnya sambil matanya tak berkedip memandang wajah perempuan tomboi yang sedang terpapar di kristal tersebut. Sudah tiga hari ini dia terus mempelajari remaja perempuan yang tampak di layar kristal tersebut. Semua pergerakan kehidupan si tomboi sudah ia lihat.
Apakah termasuk ketika si tomboi di kamar mandi juga?
Seringaian misterius tercetak di bibir tegasnya sembari mengusap dagu dengan gerakan perlahan.
"Tuan, apa ada yang perlu dipersiapkan lagi?" Tiba-tiba, dari arah belakang ia duduk, hadir sesosok makhluk tinggi mengenakan seragam laksana Butler menyapa majikannya yang sedang duduk tenang mengamati kristal.
Lelaki tampan dengan aura dingin di kursi itu melirik sedikit ke kanan tanpa bersusah payah ingin melihat bawahannya. "Semua yang kuperlukan sudah kucatat dalam memo yang kuberikan padamu, Erefim. Sudah kah kau mempersiapkan semuanya?"
"Semua sudah siap, Tuan. Kapanpun Tuan ingin, keperluan Tuan akan tersedia di sana." Sang Pelayan, Erefim, menunjukkan dedikasi dalam pada pria dingin di dekatnya. Tampaknya dia sudah lama menghamba pada pria arogan itu.
"Bagus. Aku suka kerjamu. Kau boleh pergi dan siapkan tempatnya untukku. Aku akan bergabung denganmu sebentar lagi," titah si tampan sambil mengayunkan tangan menandakan Erefim bisa pergi dari situ.
"Baik, Tuan." Sang anak buah segera membungkuk dan berlalu dari ruang tersebut.
"Humph! Tunggu aku, Andrea." Lalu ia pun mengibaskan tangannya, mengakibatkan kristal di meja itu padam dan menghilangkan proyeksinya.
Sedetik kemudian, pria tampan tinggi gagah itu pun bangkit dan membiarkan jubahnya melambai ketika ia berputar untuk melangkah menuju Raven Unipeg-nya. (Unipeg = unicorn pegasus)
=[ DUNIA MANUSIA ]=
Zriingg!
"Auwh!"
"Kenapa, Dre?" Shelly menoleh ke samping ketika Andrea tiba-tiba saja memekik pelan. Dilihatnya sahabatnya tengah mengusap lengan atasnya.
"Gak tau, nih. Kok tau-tau kerasa sakit kayak disayat." Andrea menyingkapkan lengan bajunya ke atas. Keduanya pun melongo dengan Shelly membekap mulutnya sendiri, berusha menahan suaranya agar tidak keluar.
"Astaga, Ndre! Kenapa ada tanda garis merah kebiruan begitu di lenganmu?!" pekik tertahan Shelly sambil menatap iba sekaligus miris ke lengan atas Andrea. Memang tampak ada tanda merah keunguan seolah jika itu disentuh akan menyebabkan luka aneh itu meledakkan darah.
"Ada apa Andrea? Shelly?" Terdengar suara Bu Frena-guru Bahasa Inggris sudah membahana di kelas. Salah dua perempuan itu juga, kelas sedang sunyi, malah dihiasi pekikan. Pasti ketahuan, kan? Walau siapapun jika mengalami kejadian serupa yang Andrea alami pastilah juga akan memekik terkejut.
Dikatakan luka aneh karena lengan Andrea sebelumnya tidak menyentuh apapun. Dia sedang duduk tegak mencatat pelajaran, tanpa menyenggol apapun selain tepi meja. Bahkan tak mungkin lengan yang jauh dari tepi meja bisa menimbulkan luka seaneh itu.
Luka itu bagai diakibatkan oleh benda tajam, namun belum mengeluarkan darah. Hanya rasa tersengat dan akhirnya membuat nyeri tanpa diapa-apakan. Semua pasti kesal jika mendapatkan luka macam demikian. Andrea, tentu saja sangat kesal, sekaligus bingung.
"Anu... lengan Andrea luka, Bu." Suara lembut Shelly melantun dengan wajah penuh welas asih menatap sahabatnya yang terus meringis menahan nyeri. Lukanya bagai terus berdenyut menyemburkan gelenyar perih seperti luka terbuka, padahal tidak.
Bu Frena bergerak menghampiri meja keduanya. "Perlu ke UKS?"
"Ahh, gak usah Bu! Gak sampai berdarah, kok. Hehe~ cuma kaget aja barusan." Si tomboi segera menghadiahi Ibu Guru-nya cengiran. Apakah dia berlagak tegar?
"Yakin? Takkan mengganggu pelajaran saya?" Bu Frena membenarkan kacamatanya dengan gaya elegan ala di anime.
"Yakin, Bu. Percaya, deh." Kemudian Andrea memberikan senyum mautnya ke Guru itu dan Bu Frena pun melongo sejenak lalu ikut tersenyum dan berlalu dari bangku Andrea, meneruskan mengajar. Sedangkan Shelly menatap iba sambil menggeleng seolah menyesalkan Andrea tak mau ke UKS.
=[ Andrea POV ]=
Aneh, kenapa tiba - tiba ada luka begini di gue, yak? Perasaan sih tadi bangun tidur dah bener, deh... napak tanah lalu mandi en sarapan. Kayaknya tadi di rumah belum ada ini luka.
Ufff~ ini barusan rasanya kayak beneran kena pisau. Atau silet yah? Rasanya tipis en tajam banget. Anjriitt, sakiittt! Sialan, napa bisa kayak gini, yak? Aneh bener!
Shelly masih bolak - balik menoleh ke lengan gue yang ada luka memanjang seperti digaris dengan panjang 5 - 6 cm dan berwarna merah keunguan. Seolah ini kalo ditusuk pensil aja darahnya langsung muncrat. Gue yakin kalo kayak gitu, bebeb Shelly pasti bakalan pingsan saking ngerinya.
Ah, setan! Nih luka makin sakit aja. Mana agak melembung, pula! Apaan, sih ini? Santet kah? Sialan! Siapa emangnya yang sirik ama gue ampe ngirim santet segala?! Bentar, gue pelototin dulu orang-orang di kelas, siapa tau ada yang kelakuannya mencurigakan.
Beuh! Orang sekelas malah balik konsen ke pelajaran lagi kayak ini kagak ada apa-apa. Jangan-jangan bukan ulah mereka? Eh tapi... ngapain sih gue ampe kepikiran ke santet segala? Dih, amit-amit, jaman now masa sih masih ada gituan? Norak banget!
Jam rehat pertama, Shelly ngotot ngebawa gue ke UKS untuk ngasi perban di atas luka aneh itu.
"Sshhh~"
"Sakit?" Mata bulat bebeb Shelly kesayangan gue tampak sekuatir sikapnya. Dia emang dah macem mamak bagi gue aja. Saban gue sakit apapun, dia yang heboh, dia yang sibuk nyariin obat, sibuk ngomelin gue kalo ketahuan sakit itu karena kecerobohan gue sendiri.
Ahh~ punya mamak mungkin enak banget, yah! Disayang-sayang, diperhatiin, dikuatirin. Udah lah! Gue malahan ngelamun gak jelas gini, padahal bebeb masih sibuk fokus ngobatin luka gue pake salep yang ada di UKS.
"Gak begitu kok. Tenang aja." Gue senyum biasa agar sahabat gue ini gak terlalu cemas.
"Oke, kelar deh." Ternyata bebeb membungkus lengan atas gue pake perban. Itu pun dia ngelakuinnya penuh cermat dan hati-hati. Dia emang istri yang hebat. Eh?
Bebeb mengelus perban yang sudah berhasil ditempel di luka tadi lalu memberesi alat - alat P3K di ruang ini. Pasti beruntung banget kalo punya bini kayak bebeb. Dia itu... sempurna, segalanya!
"Makasih, yah." Ucapan gue tulus karena ini sohib emang paling sayang ama gue di antara temen - temen gue yang laennya. Dari awal kenal. Dia itu pantes dijuluki malaikat kebajikan, dewi welas asih, puteri berhati mulia. Pokoknya segala sebutan baik, pantas disandangkan ke bebeb.
"Iya, beb. Apa sih yang enggak buat kamu." Dia menangkup bentar pipi gue pake dua tangan dia dan gue cuma meringis doang. "Jajan ke kantin, yuk. Kamu pengen maem apa?"
"Aaahh~ Shelly~ aku bisa meleleh gegara kasih sayangmu. Jadi biniku, yah!" Langsung gue gamit lengannya sambil keluar dari UKS menuju kantin.
"Hahah, lebaii." Bebeb malah ketawa kecil sambil meletin lidahnya. Dasar dewi gue... mo pose apapun tetap aja gemesin en imut kayak manusia suci tanpa dosa.
"Gue beneran mau loh punya bini kayak kamu, beb," goda gue tanpa tau malu.
"Holoh sok don juan. Najis ihh." Bebeb nyubit pelan pipi gue, tapi gue malah cengengesan sambil makin manja ngelendot di lengan dia walau lagi jalan.
Skin-ship ala kami ini gak pernah dipandang aneh ama sekitar kami. Mungkin karena udah biasa yak kalo cewek saling deket saling akreb ampe nempel-nempelin anggota tubuh gitu.
Beda kalo cowok ama sesama cowok. Kalo dua cowok lagi keliatan akreb banget, pasti langsung diteriakin sumbang. Hahah. Kasian deh kalian para cowok. Eh, kan gue juga cowok. Ehek!
Jam pelajaran ke-4 baru aja dimulai ketika ruang kelas kami dimasuki oleh Wakil Kepala Sekolah, Bu Danti.
"Anak-anak 2 Fis A, kelas kalian ini akan ada penambahan murid." Demikian si Ibu Wakepsek mengawali pidato tak resmi-nya(?).
Seketika penghuni kelas 2 Fis A mulai bereaksi. Bunyi dengungan ala lebah ada di mana-mana, mengabaikan pelajaran yang sedang berlangsung. Tapi, ini memang pelajaran sedang dihentikan sementara waktu, kok!
"Bakalan ada murid baru!"
"Murid baru, oi!"
"Waahh, murid baru, nih gaes!"
Banyak para siswa yang bergerak tak tenang di bangkunya, penasaran dengan si murid baru.
Dengungan hiruk-pikuk makin berderai sambil mereka saling bergunjing dan berceloteh dengan teman di bangku terdekat.
Mata semua siswa 2 Fis A mendadak bersinar penuh harap. Seakan ini acara pembagian jajanan gratis seperti susu sehat, puding, atau sejenis itu. Ya ampun mereka ini, memangnya mereka masih di TK?