webnovel

Chap. 7, Prepare

Tengah malam itu, para pasukan telah berkumpul di titik aman, Mylta. Mylta merupakan wilayah titik kumpul yang paling dekat dengan Sosnovka Military Base. Walaupun wilayah itu memang netral.

"Bagaimana keadannya?" Tanya Sang Raja, Estes. Max keluar dari ruangan yang berada di bangunan kafe.

"Dia baik-baik saja, Yang Mulia. Dia harus butuh istirahat dulu sementara." Jawab Max yang memegang sebuah rokok. "Apakah Leomord dan Faramis sudah lapor mengenai perkembangan wilayah?"

"Mereka telah melapor. Pulau utama wilayah Erangel telah aman. Aku telah menyuruh kepada mereka untuk 5 orang menjaga setiap wilayah dan kebutuhan suplai akan di distribusikan ke tiap wilayah. Dan sebelumnya, beberapa pasukan melemah karena Byssi."

"Maksud Yang Mulia itu sebuah lele siluman?"

"Benar, Byssi merupakan kemampuan sihir yang dimiliki oleh Ratu Selena dan beberapa pasukan juga memilikinya."

"Yang Mulia. Aku belum tentang Byssi yang mengenai efeknya. Bisakah Anda menjelaskannya?"

"Efek Byssi sangat besar dan dapat menyebabkan energi terkuras cepat. Kekuatan itu hanya berlaku untuk Ratu Selena saja. Kalau pasukannya, hanya melemahkan saja dan tidak menguras energi juga menyebabkan kaku dalam lima detik."

Max menyalakan sepuntung rokok dan melanjutkan pembicaraan.

"Namun, efeknya masih terasa di tubuhku, dan bekas cakar ini membuatku mati rasa." Setiap hisapan rokok dan asapnya dapat menghilangkan rasa cemas. Max ingin membicarakan hubungan dia dengan Lunox. Dan pertanyaan Max adalah apakah Raja Estes dapat menerima cintanya Lunox terhadap Max?

"Yang Mulia. Sebelumnya ada yang ingin diberitahukan." Max memulai pernyataannya.

"Apa itu?"

"Hm.. ini terdengar tidak masuk akal sebenarnya. Tetapi ini menyangkut dengan hubunganku dengan Lunox."

"Maksudnya apa, Max?"

"Apakah manusia bisa mencintai makhluk Elf?" Sambil mencerna pertanyaan dari Max. Estes duduk di anak tangga.

"Max. Asal kau tahu, manusia tidak pernah akur dengan Elf. Hanya saja saat dulu, mereka ( manusia ) rakus dengan kekayaan dan merebut hak para Elf. Mereka pun juga pernah mengatakan kalau ras manusia lebih berkuasa dibandingkan ras Elf. Mereka memperlakukan kita seperti budak dan kita merasa, hati kita… sakit. Sakit sekali, Max! Harga diri kita diinjak mereka. Kita sangat murka dengan mereka. Lalu, kita langsung menyatakan perang terhadap mereka. Karena sifat mereka semakin merajalela, akhirnya mereka menyerah. Kami tidak menerima maaf mereka, tetapi kami meminta syarat kepada mereka. Syaratnya adalah jika mereka melakukannya kembali, kita tidak segan untuk membunuh manusia. Baik yang tidak melakukan maupun yang melakukan. Itu adalah sebuah konsekuensi bagi mereka. Pada kemudian hari, mereka pun menerimanya dan mereka memahaminya. Begitulah ceritanya, Max. Beruntunglah kau tidak ada pada masa itu. Aku yakin manusia di masa depan sudah pada beradab dan saling menghormati suatu golongan dan ras terutamanya. Tetapi, aku yakin dia bisa menerimamu." Akhir dari cerita. Maksud dari yang dikatakan Estes adalah manusia pernah mencintainya. Ketika sifat manusia melampaui batas, para Elf tidak menerimanya dan manusia dan Elf tidak akur saat itu.

"Hmm…. Aku telah memahami konflik tersebut. Pihak Elf pasti tidak sudi menerima manusia yang biadab seperti yang diceritakan. Tapi tidak usah khawatir, Yang Mulia. Masa depan merupakan dimensi yang telah maju dari keterpurukan. Tidak seperti dulu, kita telah mengandalkan teknologi yang memudahkan manusia dalam bekerja dan sebuah sistem informasi yang semakin berkembang yang menyebabkan suatu berita dapat diterima dengan nyata. Aku yakin Yang Mulia masih belum menyesuaikan dengan perkembangan zaman di dimensi ini." Dia mengeluarkan asapnya kembali.

"Aku percaya padamu, Max. Saat pertama kita bertemu, kau adalah orang yang baik dan dapat diandalkan. Aku bangga padamu." Estes tersenyum.

"Terima kasih, Yang Mulia." Air mata Max mengalir.

"Temui dia sekarang! Dia pasti menunggumu." Max berdiri dan bergegas ke belakang.

Pukul 4 pagi. Suasana masih gelap. Para Twilight telah sampai di Mylta pada pukul setengah 3. Max memantau di dalam ruang bersama Lunox yang masih belum sadar. Max duduk di sebelah Lunox dan memegang tangan kanannya dengan erat.

Lunox...

Melihat wajahnya masih tenang, dia masih khawatir dengan kondisi Lunox sekarang.

Aku mohon bangunlah untuk sekali ini...

Max tetap berharap Lunox siluman.

Ada yang ingin aku sampaikan...?

Aku...

Mencintaimu...

Perlahan-lahan kelopak mata Lunox terbuka.

"Heuh... aku dimana?" Tanya Lunox yang baru saja siluman.

"Kita sudah sampai di Mylta, My Lover." Kata Max dengan senyum.

"Max… aku merasa tidak ingat apa yang terjadi. Badanku merasa kesakitan." Dia memegang badan-badan yang terasa sakit.

"Lebih baik kau istirahat dulu."

"Max, bagaimana dengan rencana kita?" Max masih bingung dengan rencana selanjutnya.

"Hmm… biar aku tangani. Luna akan mengantikanmu. Jadi, jangan khawatir." Lunox mengangguk.

"Baiklah kalau begitu. Kira-kira, aku boleh tanya padamu?"

"Tanya apa, Max?"

"Mengapa kau mencintaiku?" Pertanyaan Max sukses membuat Lunox bungkam. "Jawablah kumohon."

"Umm… Max? Sebenarnya… memang aku terlalu cepat mengatakan ini. Tapi… tapi…" Disitulah Lunox menangis.

"Lune?" Max lalu memeluknya.

"Aku mencintaimu karena kau satu-satunya peduli denganku. Aku sudah menyukaimu saat pertama bertemu tetapi, aku tidak bias berbicara banyak, Max. Aku itu pendiam. Aku dingin pada orang-orang. Aku suka membuat orang jahat. Setelah ada kamu… aku merasa jika kau… peduli. Aku bodoh, Max! Aku tidak bisa apa-apa. Aku hanya ingin seperti orang biasa. Aku tidak ingin seperti penyihir seperti sekarang. Kumohon, aku menginginkanmu. Aku ingin mempelajari dunia baru bersamamu… Aku mencintaimu, Max! Aku sangat mencintaimu! Huhuhu…." Itulah pernyataan Lunox yang sebenarnya. Lunox menangis di pelukannya.

"Lune, kita belum kenal sepenuh. Tapi… aku sangat kagum denganmu. Dan aku takut kau melanggar kodrat dimensi. Aku bisa mencintaimu dengan syarat, hubungan duniamu sekarang dengan duniaku akan terputus sampai keluargamu akan menentukan kapan mereka bisa bertemu denganmu."

"Aku tanggung semuanya! Aku tanggung risikonya! Aku terima semuanya Max demi kau!" Seru Lunox.

"Apa?"

"Kumohon, Max? Kumohon… huhuhuhu….!" Dia memegang tangan Max agar dia berharap.

"Beri aku waktu, Lunox. Bisakah kau meminta waktu untuk memikirkan jawaban?"

"Aku mohon jangan lama. Aku tidak bisa lama."

"Aku janji." Max mencium kening lalu berdiri dan pergi dari ruangannya. "Aku akan kembali." Senyum Max.

Max memutuskan untuk mengunjungi beberapa rumah untuk looting. Peluru-peluru dan perangkat senjata diperbarui.

"Aduh? Tidak ada rompi. Dimana rompiku sudah mau hancur." Rompinya rusak akibat perlawanan dari Lunox. Namun tidak ada rompi tersisa lagi di Mylta. Hanya cadangan peluru dan perangkat senjata tersisa serta minuman. Tapi dia menemukan satu hal,

"Flare Gun?" Flare Gun berfungsi sebagai senjata pengirim sinyal keberadaan tim yang ditujukan sebagai kode pemanggilan suplai.

"Apa ini bisa digunakan sebagai alat darurat?" Flare Gun mempunyai tiga amunisi sebagai cadangan. Pistol tersebut memiliki satu peluru di dalamnya. Max langsung mengambilnya dan kembali ke tempatnya.

Setelah mengambil beberapa perlengkapan, Max mendapatkan kejanggalan saat kembali ke tempat, sesuatu di belakang bangunan. Dia lari ke belakang dan dia mendapatkan salah satu pria yang terkujur lemas, seperti dibuang. Bajunya kotor akibat darah.

"Hoi, Byson?" Ternyata dia adalah Byson. "Hey, Beast? Bangun."

"Huh… Max?"

"Ada apa denganmu? Mengapa kau bisa berdarah begini?" Dia terlihat cemas dengan keadaan Byson.

"Ceritanya Panjang Max, uh.. aku akan menjelaskannya."

"Lebih baik ikut aku sekarang."

Byson sekarang diobati oleh Luna. Lukanya makin parah akibat siksaan para Abyss dan Selena.

"Kau terdapat banyak luka gores yang parah. Aku akan memberimu obat alami." Kata Luna.

"Terserah. Yang penting aku cepat sembuh."

"Sabarlah, lukamu parah. Sembuhnya pasti juga lama."

"Aduh-aduh… perih sekali anjir.."

Setelah beres, Max memberi klarifikasi tentang kejadian yang dialami oleh Byson. Hampir di seluruh wajah dan badan tertutupi oleh perban.

"Ya ampun. Perih sekali pasti."

"Tentu saja, Max. Mereka itu buas sekali. Aku sudah banyak cakaran dan hantaman dari si bangsat itu." Jawab dengan geram.

"Baiklah. Yang penting tenang dulu. Kamu sudah pingsan selama hampir 24 jam." Tenang Max.

"Huh, baik. Tetapi aku masih dendam dengan dia."

"Oke. Bisakah kau ceritakan saat ditangkap hingga disiksa?"

"Baik. Semuanya dimulai dari…" Byson menceritakan kronologi dari dia ditangkap oleh beberapa Abyss hingga dicakar Selena

"Apa?!" Max dan Luna kaget.

"Begitulah. Jika ada yang memberontak kepada Selena anjing atau para bedebah tak beradab, siap-siap cakaran menggarisi kulit dan menusuk ke dalam-dalam. Beberapa pemain ada yang terbunuh dan belum bangun termasuk Rex." Jawab Byson dengan rasa amarah.

"Jadi, Ratu Selena memperlakukan mereka seperti binatang buas. Siksaan mereka lebih pedih dari yang kita bayangkan." Kata Luna.

"Kita harus membuat rencana sepertinya pagi ini. Beast, bagaimana keadaan Rex?"

"Rex? Dia belum sadar. Aku masih mengkhawatirkan dia."

"Baiklah, aku ingin kamu untuk bergabung kepada kami untuk membebaskan Erangel dari para makhluk jelek. Apakah kau mau? Ini demi Rex juga dan para pemain." Max meminta kepada Byson.

"Max… aku masih belum yakin tetapi, aku akan ikut."

"Bagaimana Luna?" Luna mengangguk.

"Sekarang pukul setengah lima. Jam lima akan berkumpul di warehouse. Kita bersiap-siap dulu."

"Baik. Bantu aku menyelamatkan Rex."

"Aku akan membantumu." Byson tersenyum.

"Mari kita hapuskan para sampah di Erangel!"

"Byson. Ini pakaianmu dan senjatamu." Max memberikan sebuah kaos, sepatu hitam dan celana Panjang juga AKM dengan 120 amunisi dan tas level 2. "Kau siap?"

"Aku yakin."

"Tuan Max, mereka sudah menunggu Anda." Salah satu pengawal berbicara kepada Max.

"Katakan kepada mereka, tunggu."

"Baik. Aku permisi dulu." Pengawal itu meninggalkan mereka berdua.

"Ini saatnya."

Max dan Byson pergi ke Gudang yang merupakan tempat pertemuan tertutup. Luna, Leomord, Faramis dan beberapa pasukan yang mewakili telah ditempat.

"Baiklah, kita mulai menyusun sekarang." Max membuka map.

"Maaf, dimana Tuan Putri?" Tanya Leomord.

"Dia saat ini tidak bisa bergabung karena sedang sakit. Sekarang ini, Luna akan mengantikan posisi Tuan Putri Lunox sekarang. Langsung ke intinya."

"Pertama, kita berada di Mylta sebagai basis terdekat ke Military Base. Kita akan masuk ke jembatan bagian selatan yang dekat dengan basis utama kita. Kemudian ada dua jalur, nanti pasukan Leomord akan ke kiri. Pasukan Faramis akan ke kanan. Aku, Luna, dan Byson akan ke atas untuk menyerang diam-diam. Kita akan membebaskan beberapa pemain PUBG yang utama. Kedua, kita akan mematikan langsung Ratu Selena sebagai pengaruh besar Abyssal. Lalu, netralkan semua wilayah di Military Base. Apakah kalian mengerti?"

"Mengerti!"

"Ada usulan?"

"Max, bagaimana kalau kita kehabisan perlengkapan dan pasokan?" Tanya Faramis.

"Pastikan kita menghematnya. Jangan menyerang yang tidak penting. Kalau bisa, yang menyerang kita dahulu. Utamakan musuh dapat serangan, langsung serang."

"Kita harus mewaspada dengan kekuatan Byssi. Kekuatan itu bisa melemahkan kita." Ucap Leomord.

"itu terutama pada pasukan sihir. Pasukan serang juga sama. Tetap fokus jangan sampai pikiran kosong. Tetap ke tujuannya. Paham?"

"Paham!"

"Bagus, ada lagi?"

"Tidak ada!"

"Baiklah, persiapkan sekarang!"

...