webnovel

Simpul Jiwa

Kurt mengacak-acak rambut murid barunya dengan lembut, "Murid baik. Anak baik. Bangunlah, Tuan Likuun. Kau juga, Wander… Kita harus membahas beberapa hal lagi."

Setelah mereka dengan enggan terpaksa bangkit dan duduk lagi di kursi, Kurt melanjutkan, "Akan tetapi, aku punya beberapa syarat. Pertama, aku harus mengabarkan beberapa berita buruk. Tubuh anakmu ini mengandung banyak luka dalam dan tubuhnya begitu lemah. Untung ia segera dibawa kemari, kalau tidak, saat dewasa tubuhnya akan sakit-sakitan. Ia harus tinggal di sini dan berlatih sampai aku menyatakannya cukup sehat untuk pulang. Kedua, bahkan setelah ia sembuh, ia harus tinggal di rumah ini selama ia menjadi muridku. Ia kuizinkan pulang sekali seminggu atau pada hari libur. Bagaimana?"

Likuun merasa begitu malu, tapi juga lega, "Aku telah lalai membesarkan anakku sampai Master harus menyembuhkan dan mengasuhnya."

"Jangan kuatir. Ini hanya urusan kecil. Aku di sini tinggal sendiri, senang sekali jika ada yang menemani. Anakmu ini sungguh luar biasa, membuat hatiku senang bukan main. Anda juga harus bangga dengannya. Berpuasa selama tiga hari bukanlah perbuatan yang bisa dilakukan seorang anak biasa."

Likuun tambah membungkuk, wajahnya memerah penuh dengan rasa malu yang membuncah, "Aku sungguh telah gagal sebagai orangtua, Master."

"Sudahlah. Yang lewat biarkan lewat. Semua orang toh melakukan kesalahan. Lagipula, berkat kesalahan itulah kalian akhirnya ada di sini, dan semua yang berakhir dengan baik sungguh layak untuk diperjuangkan."

Wander nyengir lebar-lebar, dadanya terbusung.

Likuun bertanya, "Berapa yang harus kubayarkan padamu, Tuan? Uang a...."

"Tidak ada uang ajaran! Aku tidak akan mau menerima uang apa pun! Aku tidak mengajar untuk mendapatkan uang!" Kurt menjawab dengan keras, setengah kesal dan marah oleh perkataan Likuun.

"T-tapi..." Likuun mendesak Kurt menerima rasa terima kasihnya, tapi Kurt tetap menolak keras. Mereka terus saling mendesak, sampai mendadak Wander menyeletuk!

"Setidaknya, bisakah engkau menerima ini, Guru? Ibuku menenun ini dan menyuruhku memberikannya untukmu…."

Wander mempersembahkan bungkusan merah itu dan memberikannya sambil berlutut. Kurt terdiam melihat sikap yang begitu tulus. Ia menerimanya dan membuka bungkusan itu demi kesopanan. Segera, ia bagaikan terpaku di tempat ketika ia melihat tenunan nan indah itu.

Lama sekali ia terpaku, bagaikan hilang dalam waktu, sampai ia menggosok-gosok matanya dan tertawa, "Ini pasti Luan legendaris itu, milik Chiru'un Lua! Sungguh ia adalah penyulam terbaik di dunia! Bahkan Raja pun begitu menyukai karyanya..."

"Yah.... Ibuku memang hebat," Wander membanggakan.

"Dia ibumu?" Kurt begitu terkejut, tapi seakan baru paham, ia kemudian memukul pahanya sendiri keras-keras sambil tertawa begitu kencang.

"Pantas saja! Pantas saja!" Ia terus tertawa, "Baiklah. Aku menerima harta pusaka ini dengan tulus sebagai pembayaran seumur hidup. Bagaimana, Tuan Likuun?"

Setelah itu, seluruh perjanjian bisa diselesaikan dan surat penerimaan murid pun dibuat, ditandatangani kedua belah pihak. Wander diizinkan pulang ke rumah untuk mengucapkan berpamitan, dan malam itu juga ia harus pindah ke rumah Kurt. Rumah barunya.

Ibunya memeluknya begitu erat dan hangat, ketika mereka hendak berpisah.

Beliau berbisik, "Berjuanglah, Wuan."

Kakak-kakaknya yang lain hanya bisa melihat dengan heran dan takjub pada 'keberuntungannya.' Ia baru saja mendapatkan Pengejar Mimpi paling terkenal di Fru Gar sebagai gurunya! Kokru menyelamatinya dengan pelukan hangat dan sayang. Sedangkan ayahnya tampak bersedih. Wander tahu apa yang dirasakan ayahnya, tapi seperti biasanya beliau terlalu canggung untuk mengungkapkannya.

Ketika gerbang rumah Kurt akhirnya tertutup di belakangnya, Wander mulai menyadari bahwa apa yang terjadi bukanlah mimpi. Mulai hari ini, ia akan tinggal dan berguru pada orang tua berambut emas ini. Bagaimana ia akan berhasil? Apa yang akan ia pelajari? Sejenak ia merasa agak rendah diri, karena ia telah ditolak berulang kali. Sejenak ia merasa serba tidak pasti dan gelisah.

Kurt tertawa, melihat ekspresi ragu muridnya, "Wander, bakat terbesar dalam Rijeen tidak akan berarti apa pun ketimbang hati dan sikap yang benar. Lagipula, kau telah memiliki sesuatu yang orang lain tidak miliki."

"Apa itu, Guru?"

"Dalam hubungan setiap guru dan murid, kepercayaan harus ada di antara mereka berdua. Tanpa hal itu, keduanya hanya akan saling menghambat, saling merusak, dan keduanya tidak akan saling belajar hal-hal yang berguna. Kepercayaan dan saling peduli yang sejati antar manusia itu disebut dengan Simpul Jiwa."

"Simpul Jiwa?"

"Ya. Bukan hanya ada antara guru dan murid, tapi juga di hubungan lainnya. Semua hubungan manusia. Ada empat tali dari Simpul Jiwa ini: Rasa Percaya, Nasib, Kesamaan, dan Perjalanan. Ketika kita saling melihat ke mata masing-masing tadi, kita belajar untuk saling 'Percaya' satu sama lain. Aku suka dengan sikapmu, dan aku kira kau juga menyukaiku. Jadi kita punya semacam 'Kesamaan'. Kamu telah datang ke rumahku dan kita bertemu, itulah 'Nasib.' Lalu yang terakhir adalah 'Perjalanan.'" Kurt membawanya ke tempat Alkala Cassan dipajang.

Cahaya bulan dan kerlip lampu minyak membuat burung-burung bangau bergerak dengan begitu berbeda ketimbang biasanya. Begitu misterius dan ajaib. Mereka melihat tenunan magis itu dengan penuh kekaguman.

Suara Kurt yang dalam menerawang, menembus hati Wander, "Hidup setiap orang tidak lain dari serangkaian pilihan. Jalan yang terlahir dari pilihan seseorang–pertemuan dan perpisahan, mendapatkan dan kehilangan, susah dan senang, hidup dan mati–semua terjalin satu sama lain. Sebagai contoh, kau sudah memilih untuk tidak disiksa lagi, dan membuat ayahmu datang kemari, dan ibumu yang memberikan harta karun ini kepadamu, yang engkau berikan lagi padaku. Itu adalah sebuah 'Perjalanan.' Lihat baik-baik Wander.... Burung-burung bangau menyimbolkan 'Perjalanan' dan 'Tujuan.' Baik Guru maupun murid akan menempuh Perjalanan baru, saling belajar satu sama lain, saling tumbuh dan berubah, dan keduanya akan menemukan sesuatu yang baru dan berharga dalam hidup ini. Itulah 'Tujuan' dari awal 'Perjalanan' kita. Kamu mengerti?"

Wander begitu kagum dan gembira mendengar makna ucapan yang dalam itu. Ia tidak sepenuhnya mengerti, tapi perasaannya mengatakan padanya bahwa ia akhirnya menemukan Guru yang ia impikan. Seseorang yang mengerti dirinya, yang bisa menunjukkannya jalan.

"Apa yang akan kita temukan bersama, Guru?"

"Mari kita cari tahu bersama, Wuan. Mari kita dengan sabar menemukan… apa makna pertemuan kita."

Umari'l Waya - Cerita Tambahan

Likuun berada di tempat tidur, dipeluk erat oleh Chiru'un.

Ia mendesah dengan sedih, "Aku tidak pantas mendapatkanmu, Sayang."

"Kenapa kau berkata begitu?" Chiru'un bertanya dengan senyum terkembang.

"Kamu begitu mempercayai Wuan... Kamu tahu yang terbaik untuknya. Bahkan kamu merencanakan ini semua… Kamu kenal dengan Master Kurt, bukan begitu?"

Jika saja tidak gelap, senyum indah Chiru'un akan terlihat begitu jelas.

"Itu rahasia, Likuun Noel Oward. Rahasia seorang wanita."

Likuun berkata penuh rasa rendah diri, "Aku sudah menanyakan hal ini berulang kali.... Tapi… Kenapa kamu mau menikahi orang tak berguna seperti aku?"

"Kita sudah punya lima orang anak dan kamu masih menanyakan hal ini?"

"Kenapa kamu… memilihku? Aku… tidak pantas…"

Chiru'un telah menciumnya dalam-dalam, "Kau terlalu banyak berpikir soal dirimu dan aku. Aku sangat mencintaimu. Aku tidak mencintai seseorang karena ia punya banyak hal.... Aku mencintaimu karena kau apa adanya. Kau adalah suami yang luar biasa, ayah dari anak-anakku. Kamu adalah cintaku untuk seumur hidupku."

Likuun terdiam, sebelum ia tertawa ragu, "Kadang aku mengira aku selalu ada dalam mimpi. Benarkah? Aku punya istri cantik dan bijak dalam pelukanku, yang mengatakan ia begitu mencintaiku?"

Chiru'un tertawa, "Istri dari suku paling jahat dan dibenci seluruh Telentium, wanita siluman yang banyak orang sebut sebagai penyihir jahat, yang katanya menawan hati Raja dengan ilmu iblisnya."

"Aku tak pernah berpikir tentangmu seperti itu."

"Aku tahu. Tapi aku selalu heran kenapa kamu mau menikahi wanita buangan hina di..."

Kali ini, Likuunlah yang menciumnya begitu dalam. Mengakhiri kata-kata di mulut istrinya itu.

Perjalanan yang dilakoni sendiri bukanlah kisah

Barulah kisah jika dibagikan

Hikmahnya dan kutuknya jadi

Pelajaran bagi dunia dan penghuninya

Lakukanlah perjalanan, bertualanglah!

Tiada yang pernah sia-sia

Azab, sengsara, suka, jaya, cinta,

Tiada yang pernah sia-sia

Selain jika tak pernah dijalani

dan hikmahnya disimpan sendiri

Jadeteacupcreators' thoughts
下一章