webnovel

Rasa Penasaran

Saat ini, Haru berjalan; mencari-cari alamat tempat tinggal Daiki yang baru. Sangat sulit, sampai ia terlihat seperti orang baru di daerah ini.

Dan pada akhirnya, setelah hampir sejam mencari, ia pun menemukannya tanpa harus melalui jalan memutar tadi. Huh! Jika ia melalu jalan sebelumnya, ia tidak perlu berjalan cukup jauh seperti saat ini, pikirnya.

Ia pun segera naik dan mencari nomor dari tempat tinggalnya.

.....

Dari kejauhan, terlihat Daiki yang sedang berbicara dengan seorang pria yang berusia sekitar 20 tahunan itu. Mereka cukup akrab, terlihat dari gestur tubuh mereka yang saat ini sedang bergelak tawa. Namun, sepertinya, pria itu tampak tidak asing baginya. Ia merasa bahwa ia pernah melihat orang itu sebelumnya, tetapi entah dimana. Samar-samar di kepalanya. Dan lagipula, bukanlah hal yang penting juga untuk dipikirkan.

"Ah, Haru! Ayo, kau harus membantuku" Seru Daiki saat Haru sudah lebih dekat dari mereka.

Haru sedikit memiringkan kepalanya, melihat setumpukan barang yang sedang ditunjuk oleh Daiki saat ini. "Barang-barang itu...".

"Ya! Bantu aku untuk membawanya masuk ke dalam" Kata Daiki sembari mengangkat satu barang di tangannya.

"Kei?! Kau juga" Lanjutnya kepada orang yang berada di sebelahnya.

Haru dan orang yang bernama Kei tersebut saling bertatapan setelah Daiki mengatakan hal itu kepada mereka, seperti seorang bawahan yang siap diperintah seenaknya saja. Namun, walau dengan perasaan enggan, mereka berdua terlalu baik dengan menuruti perkataan Daiki tanpa mengeluh seperti isi hati mereka.

"Oi, Daiki! Dimana aku meletakkan barang ini?" Tanya Kei yang berada di hadapan Haru saat ini.

Haru terkejut mendengar panggilan yang cukup akrab itu. Ia pikir, ia adalah satu-satunya orang yang memanggilnya dengan nama itu, dan nyatanya, ada seorang lagi yang juga melakukannya. Sangat mengejutkan! Sekaligus membuatnya begitu penasaran!

Siapa sebenarnya orang itu? Sedekat apa mereka? Teman? Keluarga? Atau... argh!

"Ah, letakkan saja di samping sofa" Jawab Daiki dengan telunjuk yang mengarah pada tempat yang dikatakannya.

Kei pun segera meletakkan barang yang dibawanya, diikuti oleh Haru yang juga melakukannya.

Sepertinya, Daiki menyuruhnya untuk datang ke tempat barunya, hanya untuk membantunya mengangkat semua barang-barang ini. Bukan karena undangan yang cuma-cuma, agar ia tahu tempat tinggal barunya. Menyebalkan!

.....

Beberapa saat kemudian, mereka bertiga merebahkan diri di atas sofa, dengan keringat yang sesekali bercucur di pelipis mereka.

Haru menatap sekeliling ruangan yang tadinya hanya berupa ruang kosong. Dan sekarang, penuh barang yang diletakkan dengan rapi di beberapa sudutnya.

Kemudian, ia kembali menoleh ke arah Daiki yang bersandar sembari mengatur napas, dengan menggumam pelan dalam hati: "Lihatlah, orang yang tidak tau berterima kasih itu".

Daiki pun segera berdiri, lalu menuju dapur, dan kembali dengan beberapa minuman kaleng di tangannya. "Minumlah. Terima kasih untuk kalian. Jika kalian tidak membantu, aku mungkin sudah sekarat disini".

Hah?! Dia bisa membaca pikiran orang? Atau hanya kebetulan saja?!

Dan tanpa pikir panjang, Haru dan juga Kei pun meneguk minuman yang telah disuguhkan. Tanpa ragu dan juga malu. Mereka menghabiskan dua kaleng sekaligus.

Tidak ada yang lebih menyegarkan dari dua kaleng lemon dingin. Benar-benar menyegarkan, pikir Haru saat ini.

"Hmm, aku harus pergi. Aku punya kelas sore ini". Kata Kei, lalu berdiri.

"Ah, Kei, datang ke tempatku saat makan malam nanti" Balas Daiki yang juga ikut berdiri bersamanya.

Kei menghela napas. "Huh... aku tidak bisa. Aku punya deadline malam ini".

Haru melihat kekecewaan dari raut wajah Daiki setelah mendengar penolakan halus dari seorang yang bernama Kei tersebut, dan menimbulkan rasa penasaran di pikirannya saat ini.

Sebenarnya, siapa orang itu?

Ia menatap mereka berdua, yang saat ini sedang menuju pintu. Sangat akrab. Senyuman Daiki kepada orang itu, meyakinkannya jika orang itu sudah lama mengenalnya.

.....

"Oi, Haru?! Haruhiko! Sadarlah bodoh!" Seru Daiki yang juga sedang menyentuh pundaknya saat ini.

Seruan itu menyadarkannya dari pemikirannya saat ini. Kemudian, segera ia menatap Daiki seperti seorang yang linglung.

Lamunan telah membawa pemikirannya menjauh dari tubuhnya, dan seketika buyar saat Daiki berseru dengan menyentuh tubuhnya.

Ia bahkan tidak menyadari Daiki yang sudah berdiri di hadapannya!

Daiki duduk di samping tubuhnya, lalu menoleh kearahnya. "Cabul".

Haru tersentak mendengar sebuah kata yang cukup menggelikan itu. "Hah?! Brengsek kau! Apa maksudmu?!"

"Hahaha... bodoh. Berhentilah melamun seperti itu. Andai kau bisa melihat wajahmu saat kau melakukannya, kau akan merasa jijik dengan dirimu sendiri" Tutur Daiki dengan lawakan menyakitkan seperti biasa. Dan cengingiran itu? Argh! Haru sudah seperti diinjak-injak olehnya saat ini! Tetapi, bodohnya lagi, ia malah ikut menertawakan diri sendiri!

Haru menghela napas ringan. "Hei, Daiki? Apa kau tau pemikiranku saat ini?"

Daiki hanya menggeleng sekali dengan pandangannya yang terus terfokus pada ponselnya saat ini.

Haru membungkam sejenak. Dan dengan rasa penasaran yang seakan sudah di ujung bibirnya, ia pun mulai mengutarakan isi kepalanya. "Kei itu siapa?".

Lantas, pertanyaan itu membuat Daiki mengalihkan pandangannya ke arah Haru saat ini. "Kau tidak mengenalnya?".

Haru mengernyit bingung setelah mendengar Daiki yang balik menanyainya. "Hah? Buat apa aku menanyaimu kalau aku mengenal orang itu?

"Hmm, aneh. Dia itu Nishikawa Kei. Mustahil sekali kalau kau tidak mengenalnya" Jawab Daiki, lalu kembali memainkan ponselnya.

"Hah! Nishikawa senpai?! Si ketua club memanah itu?! Pemenang cabang olahraga memanah selama 3 tahun berturut-turut itu?!" Tanya Haru dengan berseru untuk memastikan.

Daiki hanya mengangguk untuk membenarkannya.

Seketika, rasa penasaran Haru menjadi rasa terkejut setelah ia mengetahu orang yang bernama Kei itu, adalah salah satu siswa yang paling berbakat dalam cabang olahraga memanah sejak di bangku sekolah dulu. "Dia sudah berubah. Dia bahkan lebih keren dari sebelumnya. Kau tau? Waktu di tahun pertama, aku begitu mengagumi orang itu...".

"Tapi, kenapa kau bisa begitu dekat dengannya?" Lanjutnya.

Daiki menghela napas panjang dan menoleh kearahnya. "Dia teman semasa kecilku. Dia sudah seperti kakakku sendiri. Dia sering membantuku, bahkan sampai saat ini".

"Lalu,... na--" Perkataan Haru segera dipotong oleh Daiki.

"Ya. Aku membiarkannya memanggilku dengan nama itu karena sudah kukatakan kalau dia sudah seperti kakakku sendiri" Kata Daiki.

Haru bertepuk tangan, mengagumi bakat yang terselubung itu. "Wah! Mengagumkan! Kemampuanmu benar-benar luar biasa. Aku baru tau kalau kau bisa membaca pikiran seseorang".

"Tidak. Aku hanya menerkanya dari wajah bodohmu itu" Balas Daiki dengan nada suara datar.

Mendengar perkataan itu, membuat Haru memasang mimik wajah datar yang menggambarkan sebuah kekesalan yang tidak dapat diutarakan.

"Huh... menyebalkan... Ishikawa senpai akan membunuhku jika ia tahu, aku tidak mengenalinya tadi" Kata Haru sembari membuang punggungnya pada sandaran sofa.

"Dia tidak akan melakukannya jika kau memasak makan malam untukku" Balas Daiki.

Haru melirik ke arahnya. "Sayangnya, aku harus bekerja malam ini".

Daiki meletakkan ponselnya di atas meja, lalu melipat kedua tangannya di dada. "Jika kau akan melakukannya, kau harus melakukannya sore ini".

"Kau mengancamku, hah?" Tanya Haru dengan memicingkan matanya.

"Tidak. Aku hanya berusaha melakukan negosiasi denganmu" Jawab Daiki yang saat ini juga sedang menatapnya.

Menyebalkan! Bahkan, ia lebih licik dari sebelumnya!

Haru pikir, seorang yang tidak banyak bicara sepertinya, juga tidak mempunyai perkataan yang menyakitkan. Dan rupanya, berbeda dengan orang yang satu ini. Diamnya adalah hal yang paling menyebalkan, sedang saat banyak bicara selalu menyalahkannya. Huh! Ia memang tidak akan pernah menang saat berdebat dengannya. Ia akan menjadi satu-satunya yang selalu dibodohi olehnya.

Menyebalkan! Sialnya lagi, rasa kekesalan yang seharusnya ia tunjukkan, malah menjadi cengingiran kecil di hadapannya!

Hmm...

Tidak penting! Setidaknya, rasa ingin tahunya sudah terpuaskan dengan jawaban yang diberikan. Lagipula, berbuat baik untuk Daiki kali ini, mungkin saja akan membuatnya tergila-gila dan semakin menggila jika ia tidak melihat wajahnya seharian!

Haru memang seorang yang gemar berhalusinasi, dan belum memudar sama sekali!

*****

下一章