webnovel

story behind under land

Marve merengut saat Maya malah asik mengobrol dengan Darwis dan Herlyn dan membuatnya terabaikan.

"Apa kalian tidak mau pulang?" Tanya Marve tiba-tiba, membuat Maya, Darwis serta Herlyn menoleh seketika.

"Ini baru jam tujuh malam Marven.. Kamu mengusir kami?" Tanya Herlyn sedikit kesal.

"Benar, pulanglah! kalian mengganggu saja." Gerutu Marve mengoceh, Maya kemudian mendekat "Kamu mengantuk mas?"

Astaga mengapa Maya malah bertanya seperti itu? Ia bukannya mengantuk tapi menginginkan waktu berdua dengannya terlebih atas kejadian ciuman yang gagal tadi karena kedatangan mereka dan sekarang Darwis dan Herlyn seperti tidak ada niatan untuk pulang padahal mereka sudah berada cukup lama disini.

"Sepertinya Marve memang mengantuk, suruh pelayan saja mengantarnya ke kamar, kita teruskan menonton televisinya." Ucap Darwis angkat suara, dia memang sengaja membuat Marve kesal karena wajah memerah Marve saat ini sangat menggemaskan.

"Betul sekali, Bu Dewi.. tolong bantu Marven ke kamarnya." Sahut Herlyn dan tanpa membuang waktu ia memanggil Dewi hingga Dewi berjalan menghampiri mereka.

"Mari tuan..." Dewi baru akan membawa Marve tapi Marve menolaknya.

"Aku tidak mengantuk."

"Menyebalkan..." Gumamnya pelan.

Herlyn dan Darwis akhirnya tertawa dan mengungkapkan kegelian di hati mereka yang sejak tadi mereka tahan.

"Baiklah-baiklah kami akan pulang, sepertinya suamimu tidak menyukai keberadaan kami disini." Herlyn beranjak bangun dan membantu Darwis, ia kemudian mencium pipi Maya dan Marve sebelum berpamitan bersama Darwis.

"Mengapa kamu sangat menyebalkan mas?" Protes Maya, ia sangat senang ketika Darwis telah menerimanya dan begitupun dengan Herlyn yang begitu bersahabat padanya tapi Marve malah mengganggu mereka.

Marve sebenarnya merasa bersalah tapi apa salahnya jika ia hanya ingin memiliki waktu yang berkualitas dengan istrinya.

"Sayang, ayo kita melanjutkan yang sebelumnya tertunda..." Ajak Marve tapi Maya malah menoleh sinis "Tidak mau.." Ucapnya ketus, ia kemudian berjalan meninggalkan Marve sendiri begitu saja.

"Sayang..." Panggil Marve saat Maya benar-benar meninggalkannya, kini bagaimana caranya kembali ke kamar?

***

"Kamu bisa jelaskan semua ini padaku?"

Seorang wanita membanting sebuah map ke atas meja tepat dihadapan wajah Kania.

"Bisa-bisanya kamu menghianatiku?" Ucap Wanita berambut panjang itu lagi, matanya memerah terlihat jelas jika ia tengah menahan amarah kini.

"Maafkan aku kak.. Aku sungguh khilaf..." Kania menangis, ia berlutut dan memegangi kaki wanita itu.

"Rahayu..." Wanita itu menoleh, saat seorang pria datang menghampiri.

"Ada apa? Mengapa kamu berteriak dan mengapa Kania berlutut seperti ini?" Tanya Hendra, ia bermaksud menjemput Rahayu untuk mengajaknya ke pesta pernikahan sahabatnya yang tinggal di luar kota tapi pemandangan ini membuatnya terkejut.

"Dia menghianatiku, dia menggelapkan uang perusahaan mas.." Ucap Rahayu, ia mulai meneteskan air matanya kini.

"Kurang baik apa aku padanya? Aku mengangkatnya sebagai adikku dan dia menghianatiku seperti ini." Cerita Rahayu emosional sambil menangis karena merasa sangat dikecewakan oleh Kania.

"Maafkan aku kak.. ?aafkan aku.." Kania hanya mampu menangis terisak saat semua perbuatan buruknya terungkap, menggelapkan uang perusahaan bukanlah satu-satunya kesalahannya, ia bahkan bekerja sama dengan lawan bisnis dari Grup Wings.

"Jangan menyentuhku!" Rahayu melangkah mundur saat Kania akan menyentuh kakinya lagi, ia merasa sangat muak.

"Sudah jangan menangis, kita akan menyelealsaikan semua ini melalui jalur hukum." Ucap Hendra, ia merangkul istrinya dan mengajak Rahayu pergi bersamanya, ia menoleh sejenak sebelum pergi dan melihat Kania yang masih menangis. Wajah kecewa itu membuat Kania semakin hancur karena ia mencintai Hendra sejak lama dan sekarang pria itu benar-benar membencinya.

"Kakak, maafkan aku... Maafkan aku.."

"MAAFKAN AKU!" Kania terperanjak bangun dari mimpi buruknya.

"Mimpi sialan..." gumamnya setelah kembali meneguk minuman beralkoholnya.

Hatinya dipenuhi ketakutan serta rasa bersalah tapi ia tidak mau kembali pada hidupnya yang dulu membuat Kania menjadi frustasi saat ini.

"Semua ini sama sekali tidak berguna." Kania mendorong jatuh semua minuman beralkohol di atas mejanya dan mulai menangis sambil memegangi kepalanya.

"Aku tidak akan membiarkan semua masa lalu ku terungkap kembali! Aku tidak akan membiarkannya!" Ucap Kania dengan tubuh bergetar ia menangis sambil memegangi dadanya yang terasa sesak.

***

Hawa panas terasa membakar kulit dan nafas Mina perlahan menjadi sesak.

"Api.. Ada api.." Mina sontak terbangun saat melihat kepulan asap tebal juga api mengelilinginya.

"Arya..." Mina berteriak, nafasnya telah sesak karena terlalu banyak menghirup asap tebal yang menggumpal.

Arya pelahan terbangun saat mendengar teriakan bibinya, ia tidak dapat melihat apapun selain asap tebal yang menyelimutinya dan bayangan api yang membakar hampir seluruh kamarnya.

"Kebakaran.." Arya beranjak bangun, ia begitu kebingungan mencari jalan untuk keluar karena api telah mengepungnya.

"Bibi..." Arya berteriak memanggil bibinya namun Mina sudah tidak menjawab panggilannya.

Dengan susah payah Arya berusaha keluar dari kamarnya, kepulan api telah mengepung hampir seluruh rumahnya.

Arya terus berjalan tertatih karena nafasnya sudah mulai sesak kini, ia berjalan menuju kamar Mina dan menemukan ia sudah tidak sadarkan diri disana.

"Bibi..." Arya berteriak, ia mencoba membangunkan bibinya sementara itu kayu-kayu tiang penyangga rumah sudah berjatuhan.

Rumah ini sudah hampir habis termakan api.

"Bibi bertahanlah..." Arya mencoba menopang tubuh besar Mina dengan susah payah ia memapah tubuh Mina dan berusaha mencari jalan keluar. 

Tapi pandangannya semakin kabur, nafasnya semakin sesak dan tubuhnya mulai lemas, ia hampir kehilangan kesadarannya, tapi Arya berusaha keras untuk tetap bertahan.

"Bibi bertahanlah, kita pasti selamat.." Arya berucap dengan sisa tenaganya, ia berjalan tertatih menghindari api yang mulai berjatuhan.

"Pergilah Arya... Bibi tidak apa-apa, asalkan kamu selamat." Ucap Mina di sisa kesadarannya, ia sudah tidak mampu lagi berjalan, nafasnya sungguh sesak.

"Tidak! Aku tidak akan kemanapun tanpa bibi bersama ku!" Tolak Arya dengan tegas, ia masih memiliki sedikit tenaga untuk membawa Mina keluar saat api terus membakar seluruh rumahnya.

Pintu telah terlihat, mereka pasti akan selamat tapi asap semakin tebal hingga Arya dan Mina tidak dapat melihat apapun selain kegelapan.

***

下一章