webnovel

episode 54

Mawar 1000 tangkai adalah bunga dengan harga tidak murah, bahkan termasuk salah satu bunga termahal di dunia. Kini bunga itu ada di tangan suster yang baru saja memeriksa kondisi pria rupawan bermata safir, geratis tanpa harus mengganti dengan uang dengan alasan mubadir kalau dibuang sedang pria itu tidak suka bunga.

Jengkel dan kesal, wajah cemberut hanya dengan melihat senyum di wajah suster cantik itu.

"Maz, kenapa bunganya diberikan orang?" Kesalnya.

"Sayang, bukankah kamu bilang tidak suka bunga dan lebih suka uang? Maz juga tidak butuh bunga itu, jadi Maz berikan saja pada suster tadi," jelas Zein sok polos, padahal dia jelas tahu kalau Istrinya juga bersedia menerima bunga itu juga berserta uanganya. Tapi dirinya tidak suka kalau wanita yang dinikahinya mendapatkan bunga dari pria lain sekalipun itu adalah Adik sendiri.

Faeyza semakin kesal, pipinya mengembung bagai balon hampir meletus sangking kesalnya.

"Maz ini tidak peka banget si, bunga mawar merah itu adalah tanda cinta. Maz berikan bunga itu pada suster tadi, apakah Maz ingin mengatakan pada semua orang kalau Maz itu cinta dia?! Aku tidak setuju! Aku tidak mau dimadu! Sekarang Maz harus pilih, aku atau sustet itu!"

Zein tersenyum lembut melihat tingkah manja gadis itu, terkadang seorang wanita memang selalu berpikir yang tidak-tidak, bahkan langsung mengatakan tanpa bertanya terlebih dahulu.

Ia meraih tangan sang Istri tapi ditepis oleh Istrinya."Nggak usah pegang-pegang!" Sewotnya.

"Sayang, Maz mana mungkin cinta sama suster itu. Tadi Maz juga sudah bilang padanya kalau bunga itu boleh buat dia dari pada dibuang, bukankah artinya Maz tidak mencintainya? Lagi pula Istriku, Maz ini tidak ada niat untuk menikah dengan dua orang atau lebih, satu saja cukup," kata Zein mencoba membujuk wanita yang sedang cemburu tapi tidak mau jujur.

Faeyza menyatukan kedua alisnya, dia tidak akan mudah percaya begitu saja dengan ucapan pria tersebut, mana mungkin seorang pria miliader hanya ingin menikah dengan seorang wanita.

"Sayang, sudalah jangan ngambek terus. Maz sudah menyerahkan diri Maz padamu, kamu bahkan sudah melihat luar dalam. Kamu juga sudah menyentuh barang Maz," kata Zein dengan memaksudkan pada almari, baru dan lain sebagainya. Tapi dalam pikiran Faeyza kata barang yang keluar dari mulut pria itu justru diartikan dengan yang lain hingga membuat wajahnya memerah seperti kepiting rebus.

"Besar apa kecil barangnya Maz? Kamu bahkan suka menciuminya, kamu bahkan mengatakan barang Maz itu harum," lanjut Zein dengan merujuk pada Al Qur'an besar yang ada di ruangan khusus, tapi lagi-lagi pikiran kotor gadis itu yang maju hingga salah dalam menangkap ucapan Suaminya.

Pak...

Faeyza langsung menutup mulut sang Suami menggunakan telapak tangannya, ia tidak mengerti kenapa pria alaihim itu justru mengatakan kalimat mesum seperti itu. Dia bahkan tidak pernah menyentuh apa lagi sampai harus mencium "barang" milik suaminya, apa lagi harus mengukur besar kecilnya.

" Jangan bicara lagi! Maz ini mesum sekali membicarakan hal semacam itu."

Kini giliran Zein yang tidak mengerti, dirinya hanya mengatakan tentang barang-barang yang ada dalam kamarnya kenapa harus dikatakan mesum?.

Pria itu mengambil jemari mungil sang Istri lalu menyingkirkan dari bibirnya."Istri ku, kenapa membicarakan tentang barang bisa disebut sebagai mesum? Bukankah saat pertama masuk ke dalam kamar, kamu langsung menyentuh al mari baju?"

Ha?

Giliran Faeyza yang malu sendiri, ternyata yang dimaksud adalah benda-benda seperti itu. Ternyata dirinya sudah salah paham, meski begitu masih menyebut pria itu mesum padahal kenyataannya dirinya sendiri yang mesum.

Gadis itu menarik tangannya dari genggaman sang Suami, ia memalingkan wajah karena tidak ingin pria itu melihat wajahnya yang merah.

"Sudalah, Maz. Kenapa Maz sekarang suka sekali menggoda ku, ini sudah malam Maz harus tidur. Mas sedang sakit, jadi jangan tidur malam-malam."

Sepertinya Zein tahu apa yang dipikirkan sang Istri, ternyata gadis itu berpikir kearah benda yang ada dalam dirinya. Gadis itu sungguh sangat lucu, bisa-bisanya salah menangkap ucapannya.

***

Universitas Madangkara...

Faeyza duduk di kursi ruang kelasnya, wajahnya ditekuk seperti kertas usang. Bibirnya merengut membuat orang takut untuk mendekat, bahkan ayam saja tidak tertarik untuk melihat.

"Za, kamu kenapa si? Perasaan dari tadi kamu kok merengut gitu?" Tanya Nita yang merasa heran melihat sikap sahabatnya. Baru datang langsung duduk lalu memasang wajah tidak enak dilihat.

"Aku kesal sama Maz Zein, tahu tidak?" Balas Faeyza kesal.

"Tidak," jawab Nita dengan wajah tanpa dosa membuat gadis itu semakin jengkel, rasanya ingin menimpuk wajah sang sahabat dengan buku besar.

"Semalam itu, saat di rumah sakit, Tanvir membawakan ku bunga mawar 1000 tangkai. Aku tidak tertarik dengan bunga itu, karena bagi ku uang jauh lebih berharga dari pada hanya bunga. Jelas dong, aku kan tidak makan bunga," jelas Faeyza.

Nita mengangguk mengerti, tapi apa hubungannya dengan pria yang sudah menikahinya tersebut?

"Lalu, kenapa kau kesalnya dengan Tuan Muda Zein?"

"Aku menjualnya pada Maz Zein, jadi aku dikasih uang sama Maz Zein sebesar 177 juta. Tapi yang membuat ku kesal adalah, bunga itu malah diberikan pada suster di rumah sakit. Dia bilang dari pada mubadir, lagi pula aku juga tidak suka. Sungguh menjelkelkan," lanjut Faeyza semakin kesal membayangkan kejadian malam itu.

"Hahahaha..." Nita tertawa terbahak-bahak mendengar penjelasan itu, dia mengerti maksud sahabatnya tapi juga paham alasan pria tidak suka kalau ada pria lain yang memberikan bunga pada wanitanya.

Faeyza menoleh pada Nita dengan tampang seperti gunung hampir meletus, sudah kesal karena Suaminya sekarang malah ditertawakan oleh sang sahabat.

"Tertawa apa kau?!"

"Za, suami mu tidak memberikan bunga itu pada mu sebenarnya bukan karena kau tidak mau bunga itu. Tapi tidak ada seorang pria mana pun yang suka jika melihat Istrinya diberi bunga oleh pria lain, karena itu lebih baik dari pada bunga itu dibuang ya diberikan pada suster. Bukankah Suami mu sudah menjelaskan alasannya memberikan bunga itu pada mu dan suster tersebut?" Jelas Nita.

Faeyza tetap tidak perduli, dia tetap kesal dan jengkel."Kenapa harus diberikan pada suster, tapi kenapa juga kamu bisa tahu? Apakah Maz Zein yang memberi tahu mu?"

"Mana mungkin, kau beruntung memiliki seorang Suami yang setia dan menjaga perasaan mu. Sekalipun kadang juga dia tidak peka, hanya karena tidak ingin bunga mubadzir malah diberikan pada wanita lain. Aku sekarang merasa ... Apakah ucapan Tanvir kemarin itu serius? Apakah dia sungguh mencintai ku? Kalau benar, kenapa harus membelikan bunga yang begitu mahal untuk mu?" Sekarang giliran Nita yang ragu dan sedih, wanita mana yang tidak akan sedih bila melihat calon Suaminya memberikan bunga seharga ratusan juta pada wanita lain.

下一章