webnovel

Tidak Bisa Kabur

Setelah selesai menikmati makan siang mereka, Cathy dan Vincent berjalan menuju ke halte bis.

"Seharusnya aku yang membayar makanan tadi." keluh Cathy membuat Vincent tersenyum.

"Kau bisa melakukannya di lain waktu."

"Lain waktu?" Cathy memandangnya dengan tatapan bingung. Dan saat menyadari maksudnya, jantungnya berdebar dengan penuh harap.

Apakah maksudnya dia akan bertemu dengan Vincent lagi? Tunggu. Kenapa pula dia mengharapkan pertemuan mereka berikutnya?

"Setelah ini kau mau kemana?" tanya Vincent membuyarkan lamunannya.

"Aku akan pulang. Aku ingin segera membuat review dari catatanku. Untuk persiapan saat aku kembali bekerja nanti."

Vincent menganggukkan kepalanya beberapa kali. "Kalau begitu aku akan mengantarmu pulang."

"Huh? Tidak perlu. Aku bisa pulang sendiri. Lagipula aku yakin kau sedang sibuk."

"Tidak juga. Aku agak santai hari ini."

Cathy menyipitkan matanya memandangnya curiga. "Vincent, sebenarnya apa pekerjaanmu?"

"Fotografer. Bukankah kau sudah mengetahuinya?"

Tentu saja dia tahu. Mana mungkin dia tidak tahu? pikir Cathy dalam hati.

"Sepertinya jadi fotografer susah ya? Sepertinya jasa fotografer tidak begitu dibutuhkan."

Vincent menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Apakah gadis itu akan menganggapnya pemalas karena sering menganggur?

Dia tidak ingin membuat kesan yang buruk namun dia juga tidak ingin memberitahu identitasnya sebagai keluarga Regnz. Biar bagaimanapun dia masih belum tahu sifat dan karakter gadis itu. Karena itu dia masih belum berencana membuka semuanya mengenai kehidupan pribadinya pada Catherine.

"Hmm.. pekerjaan sepertiku memang gampang-gampang susah. Aku harus menunggu panggilan untuk meminta jasaku baru aku bekerja. Kalau tidak ada permintaan, aku hanya memotret sekelilingku."

"Pasti sangat berat." tatapan Cathy ke arahnya merupakan pandangan belas kasihan yang tulus.

Oke. Satu poin lebih untuk gadis itu. Catherine tidak memandang rendah dirinya walau gadis itu mengira dirinya berasal dari kalangan dibawahnya.

"Sebenarnya aku juga sedang menganggur." akhirnya Cathy berkata jujur

"Bukannya tadi kau bilang kau mengambil cuti?"

"Iya.. sebenarnya.. Atasanku memberhentikanku sementara. Beliau bilang aku boleh kembali bekerja setelah adik-adikku masuk sekolah. Jadi bisa dibilang bossku memberikanku cuti meski aku tidak memintanya."

Mendengar ini kening Vincent mengerut. Bukankah perlakuan sepupunya terlalu baik pada karyawannya? Seolah-olah ada perasaan khusus diantara Ben dengan sekretaris barunya.

"Atasanmu baik sekali ya." Vincent sadar suaranya agak sedikit ketus saat mengatakannya, tapi dia sama sekali tidak menyesalinya. "Tidak hanya memberikan liburan untukmu dan adik-adikmu di Pina, tapi juga memberikan cuti panjang khusus untukmu."

Cathy agak terkejut dengan perubahan suasana hati pria yang berdiri disampingnya sambil menunggu bis datang. Dia teringat malam dimana Vincent meledeknya dan menyerangnya dengan kalimat yang menyakitkan. Nada suara pria itu saat ini hampir sama dengan malam itu dan rasa takut mulai merayapinya.

Kenapa? Kenapa pria itu selalu saja berhasil memojokkannya? Anehnya, hatinya merasa sakit saat dia dipojokkan seperti ini. Padahal malam itu hatinya tidak sesakit sekarang. Apa yang berbeda? Ah, benar. Karena dia memiliki perasaan pada pria itu. Karena dia telah menyadari perasaannya sehingga kata apapun yang terucap pria itu akan sangat menyakitkan jika pria itu memusuhinya.

Vincent langsung menyesali perkataannya saat melihat gadis disebelahnya menundukkan kepala dengan sedih.

Dia bukan bermaksud marah.. tidak.. dia memang marah. Tapi bukan pada Cathy. Dia marah pada Benjamin yang memperlakukan Cathy terlalu berlebihan. Padahal sebelumnya dia yakin Benjamin memiliki perasaan khusus pada Felicia, tapi kenapa sepupunya malah memperlakukan Cathy seperti orang yang berharga? Lalu bagaimana dengan Felicia?

Vincent menghela napas tidak ingin merusak suasana diantara mereka hanya karena rasa kejengkelannya pada sepupunya.

"Sepertinya kau tidak akan sibuk untuk beberapa minggu ke depan. Apa yang akan kau kerjakan di waktu kosongmu?" Vincent segera merubah nada suaranya seperti normal dan bersahabat kembali.

Cathy menatap pria itu dengan bingung melihat suasana hati pemuda itu berubah dengan cepat.

"Tergantung." jawab Cathy. "Kadang aku akan menemani adikku ke tempat manapun yang mereka inginkan atau aku akan menemani mereka bermain kartu di rumah. Selama beberapa hari ini kami disibukkan dengan kegiatan rumah seperti bersih-bersih kamar atau menata ulang barang-barang di gudang."

"Jadi intinya kau akan menghabiskan waktu luangmu bersama adik-adikmu, iya kan?"

"Bisa dibilang begitu."

"Bagaimana denganmu? Kau sendiri apa ada hal yang ingin kau lakukan?"

Cathy mengerjap matanya memikirkan jawaban dari pertanyaan tak terduga itu. Apa yang ingin dia lakukan? Sebelum ini dia hanya melakukan apa yang harus dia lakukan. Entah apakah dia menginginkannya atau tidak, jika dia merasa itu adalah kewajibannya, maka dia akan melakukannya dengan senang hati.

"Tidak ada." jawab Cathy singkat.

"Tidak ada? Sama sekali?"

"Uhm.. kalaupun ada, mungkin.. aku akan melakukan apa yang dibutuhkan adik-adikku."

Cathy memang tidak bohong. Kalau seandainya dia memiliki waktu kosong dia akan menghampiri adik-adiknya dan mendengarkan segala apa yang dikeluhkan mereka. Kalau mereka sedang ada di sekolah, Cathy hanya akan pergi ke perpustakaan untuk membaca buku yang bisa menambah wawasannya mengenai pekerjaannya. Dia merasa apa yang dikerjakannya adalah tugasnya dan bukan masalah apakah dia menginginkannya atau tidak, tapi itulah yang harus dia lakukan. Dia hanya malakukan kewajibannya. Apa ada yang salah dengan itu?

"Berarti kau tidak pernah bersenang-senang. Tidak, sepertinya kau tidak tahu cara bersenang-senang."

"Aku tahu cara bersenang-senang."

"Benarkah? Biar ku tebak.. kau bersenang-senang saat bersama adikmu."

Cathy tidak bisa membantah karena tebakan pria itu memang benar. Sekarang Cathy benar-benar ingin pergi dari sini. Untuk pertama kalinya dia ingin melarikan diri dari seseorang. Disaat yang sama dia masih ingin bersama dengan pria itu.

Cathy mendesah pelan menyadari pemikirannya. Dia tidak pernah merasakan sekalut ini sebelumnya.

Rasa kekhawatirannya terselamatkan saat melihat bis yang akan dinaikinya telah tiba.

"Bisku sudah datang, aku pulang dulu." jawab Cathy terburu-buru sambil naik ke bis.

Vincent menyeringai melihatnya yang berusaha kabur darinya.

"Kau pikir kau bisa kabur semudah itu?" gumamnya yang tidak bisa didengar oleh Cathy sebelum dia sendiri ikut naik menyusulnya.

Mata Cathy membelalak saat melihat Vincent ikut naik bis dan terlebih terkejut lagi saat pria itu duduk di sampingnya. Dia berusaha menenangkan jantungnya yang berdebar-debar dengan sebelah tangannya.

Tuan Vincent, bisakah kau berhenti menyiksaku? keluh Cathy dalam hati.

"Aku rasa aku juga akan pulang." sahut Vincent santai. "Rumahku di perumahan Blue Rosemary, kau?"

"Kau tinggal di Blue Rosemary?"

"Hm.. ada yang aneh?"

"Ah, tidak. Kebetulan sekali aku tinggal di Red Rosemary."

"Benarkah?" Vincent berpura-pura terkejut mengetahui mereka tinggal di perumahan yang sama tapi di cluster yang berbeda. Yah, dia kan memang sudah tahu tempat tinggal gadis itu sebelumnya. Dia sengaja memancingnya dengan memberitahu tempat tinggalnya lebih dulu. "Kalau kau memang tinggal disana, bukannya kau memiliki mobil dan supir pribadi? Kenapa harus repot-repot naik kendaraan umum?"

Dia sama sekali tidak memilikinya. Itu semua adalah kepunyaan pamannya. Bahkan rumah di Red Rosemarypun adalah milik pamannya. Bagaimana mungkin dia bisa menggunakan fasilitas itu semua disaat pamannya membencinya dan saudari-saudarinya? Bahkan disaat pamannya kembali masuk ke dalam kehidupan mereka, Cathy terkadang masih merasa segan menggunakan fasilitas yang diberikan pamannya. Lagipula dia sudah sangat terbiasa pergi dengan menggunakan kendaraan umum.

"Aku lebih suka naik kendaraan umum." jawab Cathy dengan singkat. "Bagaimana denganmu? Kau juga tinggal di Rosemary, kenapa kau tidak menggunakan mobil pribadimu?"

"Aku lebih suka berjalan, dengan begitu aku akan mendapatkan banyak material pemandangan untuk inspirasiku." jawab Vincent dengan senyuman.

"Kau sangat misterius sekali. Apa kau menyadarinya?"

Vincent tertegun mendengar pernyataan Cathy. "Bagaimana bisa?"

"Entahlah. Semula aku berpikir kau adalah orang yang dingin dan mudah menghakimi seseorang dari luar. Kemudian aku berpikir, ah orang ini sama sekali tidak mau mengikuti peraturan. Dia bersikap seenaknya. Sedetik kemudian, tiba-tiba saja kau bersikap seperti seorang penyelamat yang membuatku kagum padamu."

Cathy sama sekali tidak mengetahui tiap ucapannya membuat jantung Vincent berdegup dengan kencang.

"Kemudian aku mengira kau tidak memiliki pekerjaan tetap dan sedang kesulitan mencari nafkah. Tidak lama kemudian kau mengatakan bahwa kau tinggal di Rosemary yang berarti kau tidak perlu mengkhawatirkan soal mencari nafkah. Aku sama sekali tidak bisa mendapatkannya.. aku tidak bisa menemukan orang seperti apa kau ini."

Kenapa gadis ini begitu menggemaskan? Kenapa gadis ini selalu bisa mencuri hatinya lagi dan lagi? Vincent tahu dialah yang mengajukan berbagai macam pertanyaan mengenai gadis itu karena dia ingin mengenalnya lebih dalam lagi. Tapi gadis itu tidak pernah sekalipun balik bertanya mengenai dirinya yang membuatnya berpikir Cathy sama sekali tidak tertarik padanya.

Sekarang gadis itu mengucapkan serentetan kalimat yang membuat jantungnya berdebar kencang dan otaknya tidak bisa berpikir jernih. Untuk pertama kalinya... untuk pertama kalinya Cathy merasa penasaran dengan dirinya. Apakah ini berarti gadis itu mulai tertarik padanya? Apakah ini berarti dia masih bisa memiliki kesempatan untuk memenangkan gadis disebelahnya ini?

Tidak. Meskipun gadis itu menghindarinya ataupun tidak memiliki rasa apapun padanya, dia juga tidak akan menyerah. Vincent mungkin dikenal kaum keluarganya sebagai orang yang tidak berambisi, manja, atau lembek saat berhadapan saingan bisnis keluarga. Tapi hanya teman dekatnya serta anggota tim elitnya yang mengetahui seberapa besar ambisi yang dimilikinya dan seberapa cerdik dan dingin saat melawan saingan keluarganya... terutama terhadap musuhnya. Dengan sifatnya yang sebenarnya mana mungkin Vincent akan mau menyerah begitu saja mendapatkan gadis yang telah mencuri hatinya.

"Kalau kau memang penasaran denganku, kita bisa bertemu lagi besok."

Cathy mengerjap matanya beberapa kali karena tidak menyangka pria itu mengajaknya bertemu lagi dalam waktu singkat.

"Dan besoknya dan besoknya dan besoknya lagi."

Belum pulih dari keterkejutannya, Cathy dibuat lebih terkejut lagi dengan ucapan pria itu. Jadi, maksudnya.. mereka akan bertemu setiap hari??

Astaga... tidak bisakah jantungnya tenang barang sejenak saja? Pintanya dengan sangat dalam pikirannya.

Melihat Cathy tidak bersuara, Vincent tersenyum dengan senang. Dia sangat yakin kalau gadis ini memang tidak ingin bersamanya sudah pasti gadis itu akan menolaknya langsung dan bersikeras menghindarinya. Tapi gadis ini sama sekali tidak menolaknya dan hanya menatapnya bingung, itu berarti secara tidak langsung Cathy telah mengiyakan ajakannya.

"Aku akan menganggap jawabanmu iya kalau begitu." ujarnya dengan senyuman licik yang membuat Cathy tak bisa bernapas dengan normal.

Kau sudah tidak bisa kabur dariku lagi Catherine West. Dan aku tidak akan pernah membiarkanmu kabur.

Awww... jantung uda ga kuat lagi.. trnyata Vincent lumayan gencar juga ya kalo ngejar Cathy

Selamat membaca n semoga kalian suka

VorstinStorycreators' thoughts
下一章